Minyak Mentah Naik Seiring Harapan Dagang AS EU

Jumat, 25 Juli 2025 | 11:45:00 WIB
Minyak Mentah Naik Seiring Harapan Dagang AS EU

JAKARTA - Pasar minyak dunia kembali bergerak dinamis dengan tren kenaikan harga yang mencerminkan pergeseran sentimen geopolitik dan kemajuan negosiasi perdagangan global. Harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) bergerak naik secara paralel, dipicu oleh dua kabar besar yang tengah hangat diperbincangkan.

Kenaikan Brent sebesar 0,3 persen (sekitar USD 0,17) menjadikan harganya berada pada kisaran USD 69,35 per barel, sedangkan WTI menguat 0,2 persen (USD 0,15) hingga mencapai USD 66,18 per barel. Lonjakan ini terjadi menyusul optimisme pasar terhadap potensi kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa serta rencana Rusia untuk membatasi ekspor bensin ke sejumlah negara.

Kenaikan harga ini didorong pula oleh kabar terbaru bahwa Rusia tengah mempertimbangkan pembatasan ekspor bensin, yang dapat memperketat suplai global dan memberikan tekanan suplai di pasar. Selain itu, Chevron Corp dikabarkan sedang bergerak untuk memperoleh izin dari pemerintahan AS agar bisa melanjutkan produksi minyak di Venezuela.

Presiden AS Donald Trump, lewat keluarganya, disebut tengah mempersiapkan izin terbatas bagi operasi minyak di negara anggota OPEC tersebut meskipun sebelumnya sempat dikenai sanksi. Langkah ini akan meningkatkan volume produksi minyak global. Meski demikian, adanya operasi terbatas ini memberi sinyal bahwa kebijakan AS mulai bergeser demi menjaga stabilitas pasokan energi dunia.

Lebih jauh lagi, data Badan Informasi Energi AS menunjukkan bahwa minggu lalu persediaan minyak mentah turun hingga 3,2 juta barel angka ini jauh melampaui ekspektasi analis yang memperkirakan penurunan sebesar 1,6 juta barel. Penarikan stok yang signifikan ini menandakan bahwa konsumsi masih kuat atau pasokan masih relatif ketat, membuat pasar mencermati kemungkinan gangguan lain selanjutnya.

Sementara itu, perundingan dagang antara AS dan Uni Eropa memasuki fase yang menjanjikan. Kabarnya, kedua pihak tengah mendekati kesepakatan yang mencakup tarif dasar AS sebesar 15 persen atas impor Uni Eropa, serta potensi pengecualian untuk beberapa kategori produk. Jika terealisasi, kesepakatan ini akan membuka kemungkinan perjanjian dagang lebih luas dan memperkuat prospek pemulihan ekonomi global.

Investor pun mulai mengalihkan perhatian ke data-data besar yang akan dirilis minggu depan dari dua kekuatan ekonomi global utama: China dan Amerika Serikat. Data aktivitas manufaktur di China, serta indikator inflasi dan ketenagakerjaan AS, dipandang krusial dalam menentukan arah selanjutnya harga energi.

Seorang analis pasar dari IG, Sycamore, menyimpulkan: "Minggu depan merupakan minggu yang besar berdasarkan data." Pernyataan ini menandakan bahwa pasar minyak belum keluar dari fase ketidakpastian dan masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi makro global.

Meski sudah ada kabar positif soal perdagangan dan pasokan, risiko geopolitik masih tetap membayangi. Ketegangan global, kebijakan energi AS, hingga keputusan Rusia tentang ekspor bensin menjadi variabel utama yang bisa mengubah arah pasar secara mendadak.

Peran Chevron terkait produksi di Venezuela menjadi sorotan utama. Jika pemerintah AS memberikan lampu hijau, maka volume suplai tambahan bisa menekan harga. Namun sebaliknya, jika izin tertunda atau semakin dibatasi, sentimen bullish tetap bisa mendominasi karena pasokan masih di bawah tekanan konsisten.

Di sisi lain, kabar pembatasan ekspor bensin Rusia menambahkan tekanan positif terhadap harga global karena membatasi suplai penting. Bensin merupakan bahan bakar petrokimia primer yang digunakan secara luas kebijakan itu akan mempersempit pasokan dan membuat harga minyak mentah ikut terdongkrak.

Investor global juga kini mencermati indikator inflasi di AS. Bila inflasi kembali naik atau tetap tinggi, spekulasi bahwa The Fed akan menahan suku bunga tinggi tetap kuat. Ini dapat menguatkan dolar AS, yang biasanya menekan harga komoditas. Sebaliknya, bila inflasi turun, harapan akan penurunan suku bunga bisa membuat sentimen minyak meningkat.

Tidak kalah penting adalah data ketenagakerjaan AS. Pembacaan yang kuat dapat memperkuat optimisme ekonomi domestik, tetapi juga memperpanjang ekspektasi suku bunga tinggi. Sementara itu, data manufaktur Cina akan mencerminkan permintaan industri untuk energi. Jika aktivitas pabrik meningkat, maka prospek permintaan minyak akan kembali positif.

Dengan semua variabel ini, pasar minyak masih berada dalam fase volatile antara optimisme geopolitik tapi juga kewaspadaan terhadap data ekonomi yang bisa menunjukkan perlambatan global.

Secara ringkas, dalam waktu dekat pasar akan menantikan output dari tiga elemen utama: kesepakatan dagang AS-Uni Eropa, peraturan ekspor energi Rusia, dan rangkaian data makroekonomi yang akan dirilis oleh pemerintah China dan AS. Gabungan ketiga elemen ini menjadi faktor penentu arah jangka pendek harga minyak mentah dunia.

Dengan tren kenaikan yang dipicu oleh kombinasi geopolitik dan data fundamental, pelaku pasar mulai mempersiapkan diri menghadapi bulan yang krusial. Aksi spekulatif maupun hedging diperkirakan akan meningkat seiring meningkatnya ketidakpastian dan dinamika harga minyak global.

Sebagai kesimpulan, kenaikan harga minyak berasal dari optimisme pasar terhadap perundingan perdagangan global dan indikasi pengetatan pasokan. Namun tetap saja, ketidakpastian data ekonomi dari dua kekuatan besar dan kebijakan energi AS serta Rusia tetap menjadi sentimen utama yang akan menentukan arah selanjutnya.

Terkini

Batik Kekinian Jadi Pilihan Fashion Anak Muda

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:50 WIB

Kolaborasi Cerdas Dorong Kemandirian Industri Alkes

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:43 WIB

Pilihan Olahraga Lari Dan Jalan Kaki Tepat

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:52 WIB

Live Streaming Pertandingan Voli Divisi Utama Hari Ini

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:50 WIB

5 Pemain Asia Gemilang Raih Gelar Bergengsi Liga Inggris

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:48 WIB