Penjelasan Ilmiah Cara Otak Menyimpan Memori Negatif

Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28:53 WIB
Penjelasan Ilmiah Cara Otak Menyimpan Memori Negatif

JAKARTA - Pernahkah Anda merasa satu kata pedas dari orang lain terus terngiang di kepala sampai susah tidur, sementara seribu kata manis terasa cepat hilang begitu saja? Fenomena ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari cara kerja memori manusia yang sudah berkembang sejak zaman purba.

Psikolog menyebut fenomena ini sebagai negativity bias, yaitu kecenderungan manusia memberi perhatian lebih intens terhadap hal negatif dibandingkan positif. Otak manusia berevolusi untuk lebih waspada terhadap potensi ancaman karena hal ini penting bagi kelangsungan hidup.

Nenek moyang kita lebih peka terhadap bahaya di lingkungan, seperti predator atau bencana, dibanding menikmati keindahan alam. Warisan mekanisme ini masih melekat hingga kini. Bedanya, ancaman yang dihadapi bukan singa di hutan, melainkan kritik, penolakan, atau kegagalan. Maka wajar jika pengalaman pahit terasa lebih nyata dan membekas dibanding rangkaian momen bahagia.

Peran Amygdala dalam Memori Negatif

Secara biologis, bagian otak bernama amygdala berperan sebagai penjaga emosi. Ketika kita mengalami sesuatu yang menyakitkan, amygdala aktif dan mengirim sinyal kuat ke hippocampus, bagian otak penyimpan memori.

Sinyal ini membuat kenangan negatif disimpan dengan prioritas lebih tinggi. Tak heran, detail pengalaman pahit sering terekam jelas, misalnya seseorang lupa menu makanan saat ulang tahun, tetapi tak pernah lupa rasa malu saat dipermalukan di depan kelas.

Selain mekanisme biologis, faktor psikologis juga berperan. Kebiasaan rumination, yaitu memutar ulang pengalaman buruk dalam kepala, memperkuat memori negatif. Misalnya, setelah bertengkar, kita sering mengulang percakapan, seolah mencari versi balasan yang lebih baik. Setiap pengulangan membuat bekas memori semakin dalam.

Sebaliknya, orang jarang mengulang momen bahagia. Akibatnya, memori positif lebih cepat pudar. Beberapa orang merasa mereka ‘ingat sekali’ pengalaman buruk, padahal yang terjadi adalah seleksi dan pengulangan mental yang mendalam.

Kabar Baik dari Fading Affect Bias

Meski memori negatif sering terasa kuat, ada fenomena biologis bernama Fading Affect Bias. Riset menunjukkan bahwa emosi negatif cenderung memudar lebih cepat daripada emosi positif. Artinya, meski kita tetap ingat detail pengalaman pahit, rasa sakitnya biasanya berkurang seiring waktu.

Selain itu, Pollyanna Principle menunjukkan manusia cenderung tetap menyimpan lebih banyak memori positif secara bawah sadar. Meskipun detail kebahagiaan tidak selalu terekam, hangatnya momen bahagia biasanya tetap tertinggal dalam ingatan.

Fenomena ini memberi harapan: kita bisa melatih otak untuk seimbang antara memori positif dan negatif, sehingga tidak selalu terjebak dalam kenangan buruk.

Strategi Melawan Negativity Bias

Penelitian dari Columbia University membuktikan bahwa cara pandang terhadap pengalaman negatif bisa meringankan efeknya. Misalnya, peserta yang menuliskan sisi positif dari pengalaman buruk merasa lebih lega, bahkan efeknya bertahan hingga dua bulan.

Beberapa strategi sederhana yang bisa diterapkan sehari-hari:

Mencatat hal baik setiap hari
Tuliskan pengalaman positif agar otak terbiasa mengulang memori yang menyenangkan.

Latihan mindfulness
Fokus pada momen sekarang, alih-alih terjebak dalam masa lalu yang negatif.

Reframing
Ubah cara pandang terhadap pengalaman buruk, misalnya dari “Saya gagal” menjadi “Saya belajar sesuatu”.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, otak bisa dilatih untuk memberi ruang lebih bagi memori positif, sehingga pengalaman buruk tidak mendominasi pikiran.

Memahami Cara Kerja Otak

Otak manusia memang cenderung menyimpan kenangan pahit lebih lama daripada yang bahagia. Itu bukan kelemahan, melainkan mekanisme alami untuk menjaga kita tetap waspada. Namun, dengan kesadaran dan latihan, kita bisa mengurangi dominasi memori negatif.

Memberi perhatian pada hal-hal positif dan membangun kebiasaan mencatat momen menyenangkan adalah cara melatih otak memperkuat memori bahagia. Lambat laun, kita belajar menyeimbangkan perhatian terhadap pengalaman negatif dan positif.

Negativity bias adalah bagian alami dari otak manusia. Kenangan pahit lebih mudah tersimpan karena amygdala aktif memberi prioritas pada pengalaman berisiko atau menyakitkan. Kebiasaan rumination memperkuat memori negatif, sedangkan memori positif lebih cepat pudar jika jarang diulang.

Namun, fenomena Fading Affect Bias dan Pollyanna Principle menunjukkan bahwa emosi negatif bisa memudar dan memori positif tetap bisa tertinggal. Strategi sederhana seperti menulis hal baik, latihan mindfulness, dan reframing pengalaman buruk dapat membantu melawan dominasi memori negatif.

Dengan memilih memberi ruang lebih pada pengalaman bahagia, kita sebenarnya memperbarui ‘program lama’ otak. Cara ini memungkinkan otak tidak hanya fokus bertahan hidup, tetapi juga hidup lebih ringan dan seimbang, menikmati kebahagiaan tanpa terjebak pada bayangan negatif.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB