JAKARTA - Dalam kehidupan sehari-hari, bernapas adalah aktivitas yang terjadi tanpa kita sadari. Idealnya, udara masuk melalui hidung yang memiliki fungsi sebagai filter alami, melembapkan, serta menghangatkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Namun, sebagian orang memiliki kebiasaan bernapas lewat mulut, baik saat beraktivitas maupun ketika tidur. Kebiasaan ini sekilas tampak sepele, tetapi jika berlangsung lama, dapat membawa dampak besar terhadap kesehatan gigi, rahang, hingga perkembangan bentuk wajah, terutama pada anak-anak dan remaja yang masih dalam masa pertumbuhan.
drg. Fauzia Adhiwidyanti, Sp.Ort, dokter gigi spesialis ortodontis, menegaskan bahwa kebiasaan bernapas melalui mulut sebaiknya tidak dianggap remeh. “Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, maka akan ada risiko terjadinya masalah gigi dan rahang di masa depan,” ujarnya. Penjelasan ini menekankan pentingnya perhatian orang tua dalam mengamati pola napas anak sejak dini.
Penyebab Kebiasaan Bernapas Lewat Mulut
Bernapas melalui mulut biasanya bukan kebiasaan yang muncul begitu saja, melainkan dipicu oleh hambatan di saluran pernapasan hidung. Fauzia menjelaskan, “Saat aliran udara melalui hidung berkurang, sisa udara akan dipaksakan keluar melalui mulut.”
Gangguan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai kondisi medis, seperti alergi, sinusitis atau pilek berkepanjangan yang menyumbat hidung, pembesaran amandel yang menutup saluran udara, hingga bentuk hidung yang tidak normal. Semua kondisi ini membuat anak terpaksa membuka mulut sebagai jalur pernapasan alternatif.
Tanda-Tanda yang Perlu Diwaspadai
Orang tua dianjurkan segera waspada bila anak menunjukkan tanda-tanda tertentu. Misalnya, sering tidur dengan mulut terbuka, mengalami mulut kering saat bangun tidur, atau kerap mendengkur. Menurut drg. Fauzia, ada pula tanda fisik lain yang terlihat, seperti wajah anak tampak memanjang, terdapat lingkaran hitam di sekitar mata, lubang hidung sempit, serta suara yang terdengar sengau atau kurang jelas ketika berbicara.
Ciri-ciri ini bisa menjadi petunjuk awal adanya kebiasaan bernapas lewat mulut. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bisa semakin luas dan memengaruhi kualitas hidup anak.
Dampak pada Gigi dan Rahang
Kebiasaan bernapas lewat mulut, terutama pada usia pertumbuhan, dapat mengubah struktur rahang dan lengkung gigi. Fauzia menjelaskan bahwa hal ini dapat menyebabkan lengkung gigi atas menjadi sempit, gigi maju, gigitan terbalik di bagian belakang, atau gigitan terbuka pada gigi depan. Kondisi tersebut tentu mengganggu fungsi pengunyahan dan mempersulit anak saat memotong makanan.
Selain itu, aliran udara yang langsung masuk ke mulut menyebabkan berkurangnya kelembapan alami. Akibatnya, anak rentan mengalami bau mulut kronis atau halitosis. Tanpa cukup air liur, bakteri berkembang lebih cepat, sehingga menimbulkan aroma tidak sedap sekaligus meningkatkan risiko gigi berlubang.
Pengaruh pada Bentuk Wajah
Lebih jauh, kebiasaan bernapas lewat mulut tidak hanya berdampak pada gigi, tetapi juga perkembangan wajah secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu pertambahan vertikal pada sepertiga bawah wajah yang dikenal dengan istilah long face. Anak dengan kondisi ini cenderung memiliki wajah lebih memanjang, yang tentu memengaruhi estetika dan rasa percaya diri di kemudian hari.
Perawatan yang Dianjurkan
Untuk mencegah dampak buruk tersebut, perawatan ortodontik menjadi salah satu solusi utama. “Perawatan ini dapat membantu memperbaiki posisi gigi, memotivasi pasien untuk bernapas lewat hidung, serta mencegah risiko komplikasi jangka panjang,” jelas Fauzia.
Dalam praktiknya, anak yang menjalani perawatan ortodontik juga akan diajarkan latihan pernapasan dan diberikan edukasi mengenai cara bernapas yang benar. Latihan ini penting agar anak mampu meninggalkan kebiasaan bernapas lewat mulut secara bertahap.
Jika penyebabnya berkaitan dengan kondisi medis, dokter gigi akan bekerja sama dengan spesialis lain. Misalnya, dokter THT untuk mengatasi masalah pernapasan, dokter anak untuk menangani alergi, atau speech therapist jika ditemukan gangguan bicara yang menyertai. Pendekatan multidisiplin ini diperlukan agar perawatan lebih menyeluruh.
Pentingnya Deteksi Dini
drg. Fauzia menekankan bahwa deteksi dini menjadi kunci. “Perawatan ini penting dilakukan sejak dini, terutama bagi anak-anak, agar pertumbuhan gigi dan wajah tetap optimal. Dengan penanganan tepat, kita tidak hanya memperbaiki gigitan dan estetika gigi, tetapi juga meningkatkan kesehatan mulut, bentuk wajah, dan kualitas hidup anak,” ujarnya.
Pesan ini menekankan bahwa semakin cepat orang tua mengambil tindakan, semakin besar peluang anak memiliki perkembangan gigi dan wajah yang sehat.
Peran Orang Tua
Orang tua memegang peranan penting dalam mengawasi kebiasaan napas anak sehari-hari. Hal-hal sederhana, seperti memperhatikan posisi mulut anak saat tidur, memantau apakah ia sering mendengkur, serta mengamati tanda-tanda mulut kering, bisa menjadi langkah awal untuk mencegah masalah lebih serius. Jika ada gejala mencurigakan, segera konsultasikan dengan dokter gigi atau THT agar anak mendapat penanganan sesuai penyebabnya.
Kebiasaan bernapas lewat mulut bukan sekadar masalah kecil. Pada anak-anak dan remaja, kebiasaan ini bisa berdampak besar pada kesehatan gigi, fungsi rahang, dan bentuk wajah. Dampak jangka panjangnya bisa memengaruhi kualitas hidup, mulai dari rasa percaya diri hingga kesehatan mulut secara umum.
Dengan perawatan ortodontik, dukungan medis lintas disiplin, serta peran aktif orang tua dalam deteksi dini, kebiasaan ini dapat dikoreksi sebelum menimbulkan masalah permanen. Bernapas sehat melalui hidung bukan hanya menjaga kesehatan organ pernapasan, tetapi juga menjadi kunci penting dalam melindungi gigi, rahang, dan wajah anak agar tetap tumbuh dengan optimal.