JAKARTA — Petani di Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Aceh Besar, menghadapi tantangan serius dengan harga gabah yang tidak sesuai dengan harapan. Harga jual gabah di daerah tersebut berkisar antara Rp6.000 hingga Rp6.200 per kilogram, sementara Badan Pangan Nasional menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 melalui keputusan nomor 2 tahun 2025.
Permasalahan ini menjadi sorotan utama di kalangan petani, termasuk Rosmaini, seorang petani asal Gampong Ateuk Lampeuot. "Sawah ini punya orang lain yang saya kelola. Saya berharap harga yang bagus, untuk bisa mendapat keuntungan pada musim tanam ini," ungkap Rosmaini. Bagi petani seperti Rosmaini, hasil panen yang optimal sangat diharapkan setelah musim sebelumnya dirundung kekeringan.
Rosmaini mengaku musim tanam kali ini menjadi penentu setelah kehilangan panen sebelumnya. "Panen kali ini harusnya janganlah harganya turun terus, kapan kami para petani ini bisa untung jika harga jual saat panen selalu turun," keluhnya. Kekhawatiran Rosmaini menggambarkan situasi kritis yang dihadapi petani, yang bahkan ketika panen berjalan baik, potensi keuntungan tetap terancam oleh penurunan harga.
Menanggapi situasi yang memprihatinkan ini, Bulog Aceh turun tangan dengan turun langsung ke lapangan. Tim Bulog Aceh mengunjungi Kecamatan Simpang Tiga dan berdiskusi dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Simpang Tiga dalam upaya memberikan informasi kepada petani tentang mekanisme penyerapan gabah oleh Bulog. "Kita dari Bulog siap menyerap gabah dari petani dengan harga Rp6.500 per kilogram. Begitu panen, petani bisa langsung menghubungi kami bisa melalui penyuluh pertanian setempat, dan kami langsung mengirim tim untuk menjemput hasil panen padi petani di lokasi panen," jelas Mahlizar, perwakilan Bulog Aceh.
Pendekatan langsung ini mencakup penjemputan padi dari lokasi pertanian untuk menghindari tambahan biaya pengangkutan bagi petani. "Kami akan jemput langsung gabah ke petani agar tidak menambah beban transportasi angkutan petani. Terkait biaya kita akan coba transfer langsung ke rekening petani," tambah Mahlizar. Inisiatif ini berharap dapat menyeimbangkan beban ekonomi yang selama ini menjadi masalah utama bagi para petani.
Koordinator BPP Simpang Tiga, Khaidir SP, menambahkan bahwa kehadiran tim Bulog di lapangan sangat penting untuk mengatasi keraguan petani. "Selama ini petani kita menjualnya Rp6.000 kepada agen pengumpul, paling mahal Rp6.200, itupun sangat sulit," kata Khaidir. Ia menjelaskan bahwa beberapa kendala yang dihadapi petani meliputi kualitas gabah yang dinilai tidak optimal oleh agen—seperti kadar air yang tinggi—dan kebutuhan petani akan uang tunai untuk biaya panen.
"Agen dengan berbagai alasan hukum dagang nyai, seperti gabahnya masih basah atau kadar airnya masih tinggi, selain itu petani juga perlu uang cash segera untuk bayar ongkos potong dan ongkos angkut, dan disinilah ketergantungan petani kepada agen yang selalu berada di lokasi panen saat panen tiba," lanjut Khaidir.
Langkah Bulog Aceh disambut baik sebagai upaya menstabilkan harga gabah di tingkat petani dan memastikan kesejahteraan mereka yang sangat bergantung pada hasil panen. Penyuluh pertanian diharapkan dapat berperan aktif dalam memfasilitasi komunikasi antara petani dan Bulog, sehingga skema penyerapan gabah ini dapat terlaksana dengan efektif dan memberikan manfaat nyata bagi petani di daerah tersebut.
Dengan penanganan yang tepat, diharapkan harga gabah dapat mencapai level yang menguntungkan bagi petani, sejalan dengan kebijakan harga pemerintah. Dukungan berkelanjutan dan monitoring dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar solusi yang ditawarkan dapat berjalan konsisten dan mendukung sektor pertanian di Aceh Besar secara keseluruhan.