JAKARTA - Bursa saham Asia-Pasifik mengalami penguatan signifikan pada pembukaan perdagangan hari Kamis, 13 Februari 2025. Lonjakan indeks terjadi setelah Wall Street mengalami penurunan akibat ketidakpastian kebijakan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed). Kebijakan The Fed yang tidak langsung memangkas suku bunga acuan memicu kekhawatiran baru di kalangan pelaku pasar global. Banyak investor dan analis yang mulai berspekulasi bahwa langkah berikutnya dari The Fed mungkin adalah kenaikan suku bunga.
Tindakan The Fed menjaga kebijakan moneter yang ketat dilandasi oleh data inflasi terbaru yang menunjukkan tren mendekati target 2 persen. Kendati demikian, Ketua The Fed Jerome Powell dalam kesaksiannya di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS pada Rabu, 12 Februari 2025, mengatakan bahwa inflasi belum sepenuhnya mencapai tujuan tersebut. "Kemajuan menuju target inflasi 2 persen memang terlihat, tetapi kita belum sepenuhnya sampai pada titik itu," jelas Powell dalam pernyataannya.
Pengumuman dari The Fed ini tentunya membawa dampak signifikan kepada bursa Asia. Dikutip dari CNBC Internasional, mayoritas indeks utama di kawasan Asia-Pasifik mengalami kenaikan. Indeks S&P/ASX 200 di Australia naik sebesar 0,2 persen. Di Hong Kong, indeks Hang Seng dibuka lebih tinggi dengan kenaikan yang cukup signifikan dari posisi penutupan sebelumnya, melonjak dari 21.857,92 ke 22.072. Indeks Nikkei 225 di Jepang mencatat peningkatan sebesar 0,54 persen, sementara indeks Topix menorehkan kenaikan 0,52 persen.
Di Korea Selatan, indeks Kospi diperdagangkan lebih tinggi dengan kenaikan sebesar 0,34 persen pada saat pembukaan pasar. Sedangkan indeks Kosdaq yang mengakomodir emiten berkapitalisasi kecil meningkat 0,45 persen. Kondisi ini menandakan bahwa meskipun ada ketidakpastian dari kebijakan The Fed, investor masih optimis terhadap potensi pertumbuhan ekonomi di Asia.
Pasar saham global lainnya tidak seberuntung Asia. Di Wall Street, indeks S&P tertekan oleh lonjakan imbal hasil obligasi yang merespon pengumuman inflasi AS bulan Januari 2025. Ketegangan ini turut mendorong penurunan indeks pasar secara umum sebesar 0,27 persen, ditutup pada level 6.051,97. Dow Jones Industrial Average menyusut 225,09 poin atau 0,5 persen menjadi 44.368,56. Namun, Nasdaq Composite berhasil mencatat kenaikan tipis 0,03 persen dan berakhir di area 19.649,95.
Sementara itu, di sisi lain dunia, Perdana Menteri India Narendra Modi sedang melakukan kunjungan diplomatik ke Amerika Serikat. Kunjungan ini bertujuan untuk mengadakan pembicaraan penting dengan Presiden Donald Trump terkait upaya mengurangi ancaman tarif timbal balik serta membahas kebijakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Hubungan antara dua negara besar ini sedang diawasi ketat oleh pasar, mengingat dampak potensialnya terhadap perdagangan internasional.
Namun, optimisme yang tercermin di bursa Asia turut didukung oleh dinamika internal di masing-masing negara. Di Jepang, misalnya, investor menyambut baik laporan keuangan emiten yang lebih baik dari perkiraan. Sedangkan di Korea Selatan, pemulihan aktivitas manufaktur setelah penurunan beberapa bulan sebelumnya memberikan sentimen positif.
Situasi ini menegaskan bagaimana kompleksnya pasar global dengan berbagai faktor eksternal dan internal yang saling mempengaruhi. Keputusan The Fed yang tidak melonggarkan kebijakan suku bunga mungkin saja memicu kehati-hatian di kalangan investor, namun perkembangan positif di Asia-Pasifik menunjukkan bahwa dinamika di kawasan ini mampu memberikan daya tarik tersendiri.
Pelaku pasar Asia tampaknya tetap optimis terhadap prospek ekonomi di tahun 2025, meskipun harus menghadapi ketidakpastian global. Dalam kondisi seperti ini, para investor terus memantau dengan seksama kebijakan ekonomi dari berbagai negara, serta perkembangan politik dan ekonomi internasional yang dapat mempengaruhi arus modal dan perdagangan global.
Meskipun The Fed tetap menjaga suku bunganya, bursa Asia menunjukkan daya tahan dan respons adaptif yang kuat. Dalam waktu dekat, fokus para pelaku pasar akan tetap terbagi antara mengawasi langkah kebijakan moneter The Fed berikutnya dan mencermati dinamika pasar di Asia serta negara-negara maju lainnya.