JAKARTA - Rencana Indonesia untuk mengekspor listrik ke Singapura kembali menjadi perhatian publik setelah pengumuman penundaan lebih lanjut oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Hal ini terjadi meski persetujuan ekspor telah diberikan saat Luhut Binsar Pandjaitan menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Ekspor itu (listrik ke Singapura) sudah kita lalui suatu proses pengambilan keputusan, di mana kita juga sangat memperhatikan kepentingan nasional," ujar Luhut dalam acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2025, yang diadakan di Soehana Hall, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Februari 2025.
Luhut menekankan bahwa selama menjabat, ia tetap memprioritaskan kebutuhan energi dalam negeri, termasuk untuk memenuhi permintaan green energy dari proyek data center di Indonesia. Komitmen ini, menurut Luhut, harus sejalan dengan kepentingan nasional dan tidak mengorbankan kemandirian energi domestik.
Namun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merasa perlu untuk mengkaji ulang kebijakan ini setelah ia menduduki posisi tersebut pada Agustus 2024. "Isu green ini kemudian menjadi isu geopolitik, tidak hanya isu nasional, (melainkan) isu geopolitik karena orang bicara tentang industri manufaktur," ujarnya pada kumparan Green Initiative Conference pada bulan September 2024. Bahlil menekankan pentingnya Indonesia menjadi pemimpin di ASEAN, bukan sekadar pengikut.
Ekspor listrik ke Singapura sebelumnya telah mencapai kesepakatan di tingkat bilateral, di mana Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong membicarakan hal ini dalam acara Leaders' Retreat di Istana Bogor pada April 2024. Kedua negara bahkan sudah menandatangani MoU pada September 2023, yang mencakup rencana Singapura untuk mendapatkan 4 gigawatt listrik rendah karbon hingga tahun 2035, dengan 2 gigawatt di antaranya direncanakan berasal dari Indonesia.
Namun, dengan Bahlil yang kini memimpin Kementerian ESDM, ia mengingatkan akan pentingnya berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan yang dapat memengaruhi posisi strategis Indonesia. "Ini terjadi isu besar, ekspor listrik ke luar negeri. Bagi saya, saya pakai konsekuensi perdagangan bebas, itu gak ada masalah. Tapi kita harus berhati-hati dalam menolaknya. Jangan senjata kita kasih kepada orang untuk orang hajar kita," tegas Bahlil.
Bagaimana masa depan eksportasi listrik Indonesia ke Singapura? Saat ini, semua mata tertuju pada Bahlil dan kebijakan yang akan diambil oleh Kementerian ESDM. Meskipun Luhut menyerahkan kepada "koleganya di Partai Golkar" untuk menelaah lebih lanjut tentang keputusan tersebut, ia tetap berpegang pada keputusan yang diambil selama masa jabatannya dengan menekankan kepentingan nasional.
Ekspor listrik menjadi salah satu sektor strategis yang tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga geopolitik dan diplomasi regional. Oleh karena itu, semua keputusan harus didasari analisis mendalam untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan domestik dan kerja sama internasional yang saling menguntungkan.
Sementara itu, Singapura sebagai salah satu penerima utama foreign direct investment (FDI) di sektor keuangan di Asia Tenggara, tentu berharap dapat mengamankan sumber listrik yang stabil dan rendah karbon guna mendukung industrinya yang berkembang. Namun, Indonesia memiliki pertimbangan strategis lain yang harus diperhitungkan dalam kerja sama ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa isu ekspor listrik ini mengungkapkan betapa krusialnya pemanfaatan sumber daya energi bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sejauh mana kebijakan tersebut dapat berperan dalam bentuk kerja sama strategis. Keberlangsungan proyek ini masih menunggu kejelasan kebijakan dari pemerintah Indonesia, di bawah arahan baru dari Menteri Bahlil Lahadalia.
Bagaimanapun, peluang dan tantangan yang ada saat ini memerlukan pandangan yang komprehensif agar tidak hanya mendukung kemajuan ekonomi, tetapi juga menjaga kedaulatan dan keberlanjutan energi bagi generasi masa depan.