JAKARTA - Anemia atau defisiensi darah adalah kondisi kesehatan yang terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang cukup. Kondisi ini kerap diidentikkan dengan remaja dan orang dewasa, namun baru-baru ini muncul fakta bahwa anak-anak juga menjadi kelompok yang rentan mengalami anemia. Bagaimana kondisi ini bisa terjadi? Mari kita simak pendapat dari dokter spesialis anak mengenai risiko anemia pada anak-anak.
Anemia terjadi ketika tubuh kesulitan memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang seharusnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Kerusakan sel darah merah, perdarahan hebat, serta penurunan drastis pada jumlah hemoglobin dan sel darah merah merupakan faktor penyebab anemia. Meskipun sering kali dianggap sebagai kondisi yang lebih sering dialami oleh remaja dan orang dewasa, kenyataannya anemia juga dapat terjadi pada anak-anak.
Dr. Devie Kristiani, Sp.A, seorang dokter spesialis anak, menyatakan bahwa anak-anak memang lebih rentan mengalami anemia dibandingkan dengan orang dewasa. Ia memperkirakan bahwa kondisi ini berhubungan dengan banyaknya ibu hamil yang mengalami anemia di Indonesia.
"Ibu hamil yang anemia akan menyebabkan anak yang dilahirkan juga memiliki kadar zat besi yang rendah. Sehingga, anak tersebut pun rentan mengalami anemia," jelas dr. Devie. Pernyataan ini menyoroti pentingnya pemenuhan kebutuhan zat besi selama kehamilan untuk meminimalkan risiko anemia pada bayi yang akan dilahirkan.
Menurut dr. Devie, kondisi anemia pada anak tidak terkait dengan jenis kelamin seperti halnya pada remaja dan orang dewasa. "Anemia pada anak itu mungkin tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Semua anak, baik laki-laki atau perempuan, berisiko mengalami anemia," tambahnya. Namun, bagi kelompok dewasa, terutama perempuan, anemia kerap berkaitan dengan proses menstruasi yang dialami setiap bulan, membuat perempuan lebih rentan mengalami anemia dibandingkan pria.
Berita lebih lanjut dari dr. Devie mengungkap bahwa ibu hamil yang mengidap anemia mempunyai kemungkinan yang lebih besar melahirkan bayi dengan defisiensi zat besi, yang pada akhirnya memicu kondisi anemia pada anak tersebut. "Kalau menginjak usia remaja, yang lebih rentan mengalami anemia adalah remaja perempuan, karena mengalami menstruasi setiap bulannya," ujar dr. Devie.
Poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa anemia pada anak-anak bisa dicegah, terutama jika dimulai sejak masa kehamilan. Asupan zat besi selama kehamilan berperan penting dalam perkembangan janin yang sehat, dan dapat mengurangi risiko anak lahir dengan kadar zat besi yang rendah. Dengan pemahaman ini, diharapkan akan adanya peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat mengenai pentingnya pemenuhan nutrisi selama kehamilan untuk menurunkan angka anemia di kalangan ibu hamil dan, secara tidak langsung, pada anak-anak.
Jadi, bagaimana langkah pencegahan yang bisa dilakukan? Memastikan asupan makanan kaya zat besi selama masa kehamilan merupakan langkah penting dalam mencegah anemia. Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi bahan makanan seperti daging merah, sayuran berdaun hijau, dan makanan yang diperkaya dengan zat besi. Selain itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan rekomendasi suplemen zat besi jika diperlukan.
Meski anemia lebih sering diasosiasikan dengan remaja dan dewasa, fakta menunjukkan bahwa anak-anak juga termasuk kelompok rentan. "Jadi betul sekali kalau anak-anak itu rentan mengalami anemia," kata dr. Devie, menegaskan perlunya perhatian lebih pada kondisi ini. Dengan langkah pencegahan dan edukasi yang tepat, kita dapat mengurangi risiko anemia pada anak-anak dan membantu mereka menjalani kehidupan yang lebih sehat dan produktif.