JAKARTA – Komitmen Indonesia dalam mewujudkan transisi energi menuju target net zero emission tahun 2060 tetap kuat, meskipun Amerika Serikat memutuskan mundur dari kesepakatan Paris Agreement. Dukungan terhadap langkah ambisius ini justru terus mengalir dari sembilan negara maju, yang menyatakan komitmennya untuk membantu Indonesia beralih dari energi fosil menuju energi bersih dan berkelanjutan.
Negara-negara tersebut antara lain Jepang, Jerman, Prancis, Kanada, Norwegia, Italia, Inggris, dan Denmark, yang tetap berpartisipasi aktif dalam program Just Energy Transition Partnership (JETP) bersama Indonesia. Sejak diluncurkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022, inisiatif JETP menjadi salah satu pilar utama dalam upaya Indonesia mempercepat transformasi sektor energi.
Jerman dan Jepang Pimpin JETP Gantikan Peran AS
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa meski Amerika Serikat menarik diri dari JETP, inisiatif ini terus berjalan dengan kepemimpinan baru oleh Jerman dan Jepang sebagai co-lead negara mitra.
“Komitmen JETP dilanjutkan dengan target mendukung transisi energi Indonesia menuju net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Airlangga dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Program JETP menjadi katalis bagi implementasi puluhan proyek energi bersih yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Total dukungan finansial internasional yang telah dikucurkan mencapai 1,1 miliar dolar AS (sekitar Rp 18,15 triliun) untuk mendukung 54 proyek transisi energi.
Dari total proyek tersebut, sebanyak sembilan proyek didanai melalui mekanisme pinjaman atau ekuitas, sementara 45 proyek lainnya memperoleh hibah senilai 233 juta dolar AS.
Proyek Strategis: PLTS Terapung dan Dekarbonisasi PLTU
Beberapa proyek unggulan yang mendapat perhatian adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Waduk Saguling, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi mencapai 146 GWh per tahun. Selain itu, pengembangan panel surya di kawasan Cirata, Purwakarta, juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memaksimalkan potensi energi terbarukan.
Dalam sektor dekarbonisasi, salah satu inisiatif penting adalah pensiun dini PLTU Cirebon Power, yang didukung oleh pendanaan dari Asian Development Bank (ADB). Proyek ini menjadi simbol nyata bahwa Indonesia serius dalam mengurangi ketergantungan terhadap batubara.
Selain itu, proyek pengolahan sampah menjadi energi (waste-to-energy) di Legok Nangka, Jawa Barat, juga masuk dalam daftar usulan JETP. Proyek ini berpotensi mempercepat pemanfaatan limbah sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Dukungan Tambahan Melalui MDB Guarantee
Untuk mempercepat implementasi proyek-proyek tersebut, Indonesia juga menerima dukungan tambahan sebesar 1 miliar dolar AS melalui skema jaminan dari Multilateral Development Banks (MDB) Guarantee. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat realisasi proyek transisi energi bersih dan mengundang lebih banyak investasi swasta maupun multilateral.
Industri Hijau dan SIINas Jadi Pilar Penguatan Transisi Energi
Tidak hanya mengandalkan dukungan luar negeri, pemerintah juga memperkuat pondasi transisi energi melalui regulasi nasional. Salah satu langkah strategis dilakukan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan menerbitkan Surat Edaran No 2 Tahun 2025, yang mewajibkan pelaporan data emisi industri melalui platform Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
“SIINas memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisi secara terintegrasi. Ini adalah landasan penting dalam transformasi industri hijau,” jelas Andi Rizaldi, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin.
Data emisi yang dikumpulkan melalui SIINas menjadi dasar penting untuk merancang kebijakan berbasis data, seperti penerapan pasar karbon dan pengadaan barang ramah lingkungan. Kebijakan ini mendukung target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), yaitu penurunan emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri, dan hingga 43,20 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
Apresiasi Jepang terhadap Komitmen Indonesia
Langkah proaktif Indonesia mendapat apresiasi dari negara-negara mitra. Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Nagai Katsuro, menyambut baik upaya Indonesia dalam mengembangkan energi hijau melalui kolaborasi internasional.
“Komitmen yang kuat terhadap kolaborasi ini adalah kunci masa depan Indonesia menuju transisi energi berhasil,” ujar Nagai.
Dengan kolaborasi lintas negara, dukungan keuangan global, serta penguatan kebijakan nasional berbasis data, Indonesia berada pada jalur positif dalam mewujudkan masa depan energi yang berkelanjutan. Meskipun tantangan tetap ada, komitmen pemerintah dan dukungan internasional menjadi modal utama dalam merealisasikan target netral karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.