JAKARTA – Di tengah tekanan pasar akibat sentimen negatif kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat, investor ritel domestik justru menunjukkan peran signifikan sebagai penopang utama pasar modal Indonesia. Aksi beli besar-besaran oleh investor lokal terjadi ketika investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) dalam jumlah besar pada perdagangan usai libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan bahwa dalam satu hari tersebut, investor asing melakukan aksi jual senilai Rp3,8 triliun, yang setara dengan sekitar 15% dari total nilai transaksi harian sebesar Rp20,9 triliun. Menariknya, aksi jual itu langsung direspons oleh investor ritel domestik yang melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp3,9 triliun.
“Mereka, investor asing, keluar sebanyak Rp3,8 triliun dari total transaksi Rp20,9 triliun hari itu, atau sekitar 15 persen. Yang menarik adalah dengan aksi jual itu, ternyata pembelinya justru investor ritel domestik sebesar Rp3,9 triliun,” kata Iman saat konferensi pers di Jakarta, Senin, 14 April 2025.
Ritel Domestik Menjadi Kunci Likuiditas Pasar
Menurut Iman, tingginya aktivitas beli dari investor lokal menunjukkan bahwa ritel domestik kini telah tumbuh menjadi kekuatan penting dalam menjaga likuiditas pasar saham di Indonesia. Terlebih, kondisi tersebut terjadi pada hari pertama perdagangan setelah libur Idul Fitri, di mana biasanya aktivitas perdagangan cenderung lebih rendah.
“Kalau kita pikirkan soal likuiditas, maka penopang utama pada tanggal 8 April 2025 itu adalah investor ritel domestik,” ujarnya.
Pada saat pasar sedang tertekan oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif impor, sebagian besar pelaku pasar global memilih menarik modalnya. Namun, alih-alih mengikuti arus keluar, investor domestik justru memanfaatkan penurunan harga untuk mengakumulasi saham, terutama saham-saham unggulan yang telah terdampak sentimen global dan menjadi undervalued.
Ritel Ambil Untung, Institusi Domestik Ambil Alih
Lebih lanjut, Iman menyampaikan bahwa setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat hampir 5 persen pada Kamis, 10 April 2025, investor ritel domestik kembali menunjukkan kecerdasan investasinya dengan melakukan aksi ambil untung (profit taking). Pada saat yang sama, peran mulai diambil alih oleh investor institusi domestik.
“Yang menarik adalah karena harganya naik hampir 5 persen pada tanggal 10 April, ritel melakukan net sale. Artinya mereka ambil untung. Nah, pada momen itu justru investor institusi domestik mulai masuk mengambil alih peran pembeli,” tutur Iman.
Hal ini menunjukkan adanya rotasi peran yang sehat antara investor ritel dan institusi di dalam negeri. Kedua segmen pasar ini secara bergantian menopang dan menjaga kestabilan pasar modal Indonesia.
Keyakinan Domestik terhadap Valuasi Saham Nasional
Iman juga menekankan bahwa fenomena tersebut menjadi indikasi kuat akan tingginya kepercayaan investor domestik terhadap pasar saham Indonesia. Valuasi saham yang lebih menarik, terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip, menjadi daya tarik utama bagi investor lokal untuk kembali masuk ke pasar.
“Ini menggambarkan bahwa investor domestik kita cukup percaya diri untuk membeli saham-saham kita. Valuasi saham kita, terutama blue chip, memang sudah tergolong murah jika dibandingkan dengan sektor industri global,” tegasnya.
Modal Asing Keluar, Pasar Tetap Stabil
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, mencatat bahwa modal asing keluar dari pasar saham Indonesia mencapai Rp29,92 triliun secara year-to-date (ytd). Meskipun aliran dana asing keluar, pasar saham domestik tetap menunjukkan daya tahan.
IHSG tercatat melemah 3,83% secara month-to-date (mtd) ke level 6.510,62 dan turun sebesar 8,04% secara ytd. Namun, koreksi tersebut dinilai masih dalam batas wajar mengingat kondisi pasar global yang penuh ketidakpastian.
Momentum Edukasi Investasi dan Perluasan Partisipasi
Fenomena meningkatnya peran investor ritel domestik juga menjadi sinyal positif terhadap keberhasilan berbagai program edukasi dan inklusi keuangan yang selama ini gencar dilakukan oleh BEI dan OJK. Program-program seperti Sekolah Pasar Modal dan kampanye Yuk Nabung Saham diyakini mendorong partisipasi masyarakat luas ke pasar modal.
Kondisi ini pun menjadi momentum bagi pemerintah dan otoritas pasar untuk terus memperkuat ekosistem investasi yang sehat, transparan, dan berorientasi jangka panjang.
Dengan semakin dewasanya perilaku investor domestik, terutama dari kalangan ritel, diharapkan pasar modal Indonesia akan semakin tahan banting terhadap gejolak global, sekaligus menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang.