JAKARTA – Di tengah diskusi global tentang transisi energi dan penerapan gaya hidup berkelanjutan, Indonesia memiliki satu sumber daya alam yang sering terlupakan dalam pembicaraan energi panas bumi. Meskipun sering kali terabaikan, panas bumi adalah sumber energi terbarukan yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki potensi besar untuk menjadi solusi utama dalam memenuhi kebutuhan energi yang ramah lingkungan di masa depan.
Indonesia merupakan negara dengan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, yang menyumbang sekitar 40% dari total cadangan panas bumi dunia, dengan kapasitas mencapai 23,9 gigawatt (GW). Meskipun demikian, pemanfaatannya masih terbatas, padahal daerah-daerah seperti Sumatera, Jawa, Bali, hingga Sulawesi menyimpan potensi besar yang dapat dimaksimalkan untuk mendukung transisi menuju energi bersih.
Potensi besar ini kembali mendapat sorotan pada ajang The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025, yang digelar oleh Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) pada 17-19 September mendatang di Jakarta. IIGCE 2025 bukan hanya sebuah pameran teknologi, tetapi juga merupakan platform refleksi nasional mengenai arah transisi energi Indonesia, khususnya dalam hal pemanfaatan energi panas bumi untuk menciptakan gaya hidup berkelanjutan.
Ismoyo Argo, Ketua Panitia IIGCE 2025, menekankan pentingnya kolaborasi antar pelaku industri dalam pengembangan potensi panas bumi di Indonesia. "Acara ini menjadi ajang untuk berbagi teknologi dan pencapaian perusahaan dalam pengelolaan panas bumi yang ramah lingkungan. Kita juga akan mengangkat upaya penggunaan panas bumi untuk kebutuhan listrik yang memberi manfaat besar bagi sosial dan lingkungan," ujar Ismoyo saat ditemui di The Darmawangsa Jakarta pada Senin, 14 April.
Energi Panas Bumi dan Dampaknya terhadap Lingkungan
Di sisi lain, meskipun panas bumi dianggap sebagai sumber energi yang ramah lingkungan, tidak sedikit pertanyaan yang muncul mengenai dampak dari eksplorasi dan pemanfaatannya, terutama terkait dengan risiko kerusakan lingkungan. Ismoyo mengakui bahwa setiap aktivitas manusia pasti ada dampaknya, namun menurutnya, regulasi yang ada sudah cukup ketat untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Setiap proyek eksplorasi panas bumi wajib menyusun AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebelum dimulai. Selain itu, air yang digunakan dalam proses eksplorasi bukan berasal dari permukaan yang dikonsumsi masyarakat, melainkan fluida yang diambil dari kedalaman 1.500 hingga 2.000 meter,” jelas Ismoyo, menggarisbawahi pentingnya menjaga kualitas lingkungan sekitar.
Dalam beberapa kasus, isu seperti kerusakan air tanah dan pencemaran lingkungan sering kali muncul. Namun, menurutnya, dengan teknologi modern yang tersedia saat ini, risiko-risiko tersebut dapat diminimalkan. "Kami menggunakan air permukaan hanya untuk kebutuhan karyawan dan itu pun disirkulasikan ulang. Bahkan, PUPN (Perusahaan Umum Pengelola Energi) tidak akan memberikan izin jika pengelolaan tidak sesuai dengan regulasi," tambahnya.
Potensi Besar Panas Bumi di Indonesia
Julfi Hadi, Ketua Umum API, menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang sangat besar dan dapat menjadi andalan untuk mencapai kemandirian energi di masa depan. "Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, sekitar 23,9 GW, yang menyumbang 40% dari total cadangan global. Ini adalah kekuatan lokal yang dapat membawa kita menuju kemandirian energi," ujarnya.
Meskipun demikian, di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di wilayah timur, pembangkit listrik berbahan bakar minyak masih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Padahal, dengan adanya potensi panas bumi yang melimpah, energi ini seharusnya dapat dimanfaatkan lebih maksimal untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Kalimantan, meskipun belum teridentifikasi memiliki potensi panas bumi, tetap bisa menjadi bagian dari ekosistem energi bersih nasional. "Transisi energi tidak harus langsung 100%, tetapi harus dimulai. Step by step, kita perlu bergerak menuju energi yang lebih bersih," tegas Ismoyo, menekankan pentingnya langkah-langkah kecil untuk mewujudkan perubahan besar di masa depan.
IIGCE 2025: Ajang Kolaborasi untuk Energi Ramah Lingkungan
IIGCE 2025 yang akan digelar di Jakarta pada 17-19 September 2025 menjadi ajang penting bagi seluruh pemangku kepentingan dalam industri energi untuk berbagi pengetahuan, teknologi, dan solusi yang dapat mempercepat transisi menuju penggunaan energi ramah lingkungan. Bukan hanya untuk pelaku industri dan pemerintah, acara ini juga terbuka untuk komunitas pecinta lingkungan dan para influencer gaya hidup yang peduli terhadap isu-isu lingkungan.
"Dalam acara ini, peserta dapat berinteraksi langsung dengan para pakar dan melihat pameran teknologi terbaru. Ini adalah kesempatan untuk menggagas solusi bersama untuk menciptakan gaya hidup ramah lingkungan yang lebih baik, berpikir panjang, dan memilih yang terbaik untuk bumi serta generasi mendatang," ungkap Ismoyo.
IIGCE 2025 mengundang semua pihak untuk terlibat dalam gerakan energi hijau yang sedang berkembang di Indonesia. Dengan dukungan yang tepat, energi panas bumi dapat menjadi alternatif utama yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk kebutuhan energi masa depan.
Potensi Energi Panas Bumi untuk Gaya Hidup Berkelanjutan
Panas bumi tidak hanya menawarkan potensi energi terbarukan yang melimpah tetapi juga menjadi bagian dari solusi gaya hidup berkelanjutan yang lebih hijau dan ramah lingkungan. Dengan lebih dari 40% cadangan panas bumi dunia, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memanfaatkan energi ini demi mencapai kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Pemerintah dan pelaku industri diharapkan dapat terus mendorong pengembangan teknologi panas bumi dengan mengutamakan prinsip keberlanjutan dan keamanan lingkungan. Langkah-langkah kecil dalam transisi energi, yang dimulai dari pemanfaatan panas bumi, bisa memberikan dampak besar dalam mencapai tujuan energi hijau di masa depan.
Seperti yang ditegaskan oleh Ismoyo Argo, "Kita harus bergerak langkah demi langkah. Mulai dari sekarang, panas bumi harus menjadi bagian dari solusi energi ramah lingkungan kita."