JAKARTA - Film horor telah menjadi salah satu genre yang tidak pernah absen di industri perfilman Indonesia. Setiap tahunnya, film horor selalu menjadi bagian dari daftar film yang diputar di bioskop-bioskop tanah air. Data terbaru dari kanal film “Cine Crib” mencatatkan bahwa 68 film bergenre horor telah tayang di bioskop Indonesia, meningkat sebesar 30,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan jumlah penonton mencapai 57 juta orang, film horor Indonesia telah menguasai 70 persen dari total tiket yang terjual di seluruh bioskop tanah air. Ini merupakan angka yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak 98 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1926.
Tingginya Minat Penonton Terhadap Film Horor
Angka-angka yang diraih film horor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan sebuah fenomena yang tidak bisa dianggap remeh. Film horor Indonesia kini tidak hanya berhasil menarik minat penonton lokal, tetapi juga mencatatkan rekor-rekor baru dalam hal jumlah penonton. Beberapa film horor Indonesia yang berhasil menembus angka penonton di atas 1 juta orang antara lain: “Agak Laen” (9,1 juta), “Vina: Sebelum 7 Hari” (5,8 juta), “Sewu Dino” (4,8 juta), “Badarawuhi di Desa Penari” (4 juta), dan “Siksa Kubur” (4 juta).
Keberhasilan ini tentu tidak datang begitu saja. Banyak faktor yang mendukung kesuksesan genre ini, baik dari sisi permintaan pasar hingga strategi pemasaran yang diterapkan oleh para produser.
Mengenal Kebutuhan Pasar dan Preferensi Konsumen
Salah satu faktor utama yang mendasari maraknya produksi film horor adalah tingginya permintaan pasar. Menurut teori permintaan pasar (Market Demand Theory), genre horor menjadi sangat diminati karena dua hal utama. Pertama, biaya produksi film horor relatif lebih rendah dibandingkan genre lainnya, seperti film aksi. Hal ini membuat film horor menjadi pilihan yang lebih menguntungkan bagi produser, dengan potensi Return on Investment (ROI) yang tinggi. Kedua, film horor Indonesia sering kali berhasil masuk dalam jajaran film terlaris di bioskop, yang menunjukkan bahwa film ini memiliki pasar yang stabil dan luas.
Dalam hal ini, preferensi konsumen juga memainkan peran besar. Indonesia memiliki tradisi yang kuat terkait dengan kepercayaan pada hal-hal mistis dan klenik. Sejak kecil, banyak orang Indonesia yang familiar dengan cerita-cerita hantu atau makhluk halus seperti Ratu Pantai Selatan, Genderuwo, Kuntilanak, Wewe Gombel, Tuyul, hingga Babi Ngepet. Cerita-cerita ini mengakar kuat dalam budaya masyarakat Indonesia dan menjadi bagian dari “niche market” untuk film horor.
Sifat Pencari Sensasi dan Pengaruh Sosial dalam Konsumsi Film Horor
Sifat-sifat psikologis penonton film horor juga turut mendukung tren ini. Prof. Haiyang Yang dari Johns Hopkins University mengungkapkan bahwa penonton film horor sering kali memiliki “sensation seeking trait”, yaitu keinginan untuk mencari sensasi dan merasakan emosi yang kuat. Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di Harvard Business Review, Yang menjelaskan bahwa menonton film horor dapat memicu pelepasan adrenalin dan meningkatkan sensasi serta energi yang melonjak. Hal ini memungkinkan penonton untuk mengarungi "sisi gelap" kehidupan dengan aman, tanpa harus menghadapi bahaya nyata.
Strategi Pemasaran yang Efektif dalam Memasarkan Film Horor
Tidak hanya dari sisi kebutuhan pasar dan preferensi konsumen, keberhasilan film horor Indonesia juga dapat dikaitkan dengan strategi pemasaran yang efektif. Salah satu strategi yang paling sering digunakan adalah “word-of-mouth” atau pemasaran dari mulut ke mulut. “Word-of-mouth” terbukti sangat efektif dalam mempromosikan film horor. Ketika seorang penonton merasa ketakutan dan terkesan dengan film horor, mereka cenderung berbicara kepada teman-teman mereka, yang pada gilirannya akan mendorong lebih banyak orang untuk menonton.
Fenomena ini dapat dijelaskan melalui Social Proof Theory yang dicetuskan oleh Robert Cialdini, yang menyatakan bahwa orang cenderung mengikuti mayoritas atau mengikuti apa yang dibicarakan oleh banyak orang. Dalam konteks film horor, penonton yang merasa terpengaruh oleh cerita teman mereka lebih cenderung untuk menonton film yang sedang populer di kalangan masyarakat.
Selain itu, viral marketing juga menjadi salah satu strategi pemasaran yang kerap digunakan dalam promosi film horor. Jurvetson, dalam teorinya tentang viral marketing, menjelaskan bahwa konten yang memicu emosi kuat, seperti rasa takut dan penasaran, lebih mudah untuk dibagikan dan memiliki potensi besar untuk menjadi viral di media sosial. Oleh karena itu, para produser film horor sering memanfaatkan media sosial untuk membagikan cerita-cerita horor, baik itu kisah di balik layar syuting atau testimoni penonton yang merasakan ketegangan dan ketakutan saat menonton.
Mengapa Film Horor Indonesia Terus Berkembang?
Melihat kesuksesan yang diraih oleh film horor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, tidak mengherankan jika industri ini akan terus berkembang. Tingginya permintaan pasar, keberagaman tema mistis yang kental di masyarakat, serta strategi pemasaran yang semakin efektif menjadi alasan mengapa film horor Indonesia semakin diminati. Dengan kualitas produksi yang semakin meningkat, film horor Indonesia siap untuk melanjutkan kejayaannya dan menjadi pilihan utama para penonton bioskop tanah air.
Film horor Indonesia kini bukan hanya sekadar hiburan semata, tetapi juga cerminan dari budaya dan kepercayaan yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai penonton, kita pun semakin terbiasa dengan pengalaman menantang adrenalin melalui film-film horor yang tak hanya menakutkan, tetapi juga memberikan sensasi tersendiri yang mengikat penonton dalam cerita mistis yang menegangkan.