Perempuan Muda Berperan Aktif Melestarikan Olahraga Tradisional Sumpit

Sabtu, 24 Mei 2025 | 08:51:18 WIB
Perempuan Muda Berperan Aktif Melestarikan Olahraga Tradisional Sumpit

JAKARTA – Olahraga sumpit kini bukan hanya milik kaum pria, melainkan juga menjadi arena prestasi dan pelestarian budaya yang dijalani oleh perempuan muda, terutama di Kalimantan Barat. Menyumpit, yang awalnya merupakan alat berburu dan berperang suku Dayak, kini telah berubah menjadi cabang olahraga tradisional yang sarat nilai kearifan lokal dan keterampilan.

Pada gelaran Pekan Gawai Dayak (PGD) 2025 di Pontianak, perhatian publik kembali tertuju pada olahraga sumpit yang memukau ribuan penonton. Tak hanya kaum pria, perempuan muda juga terlihat berkompetisi dengan penuh semangat dan membawa prestasi gemilang. Salah satunya adalah Dauna Cinta Dominique, perempuan berusia 21 tahun dari Sanggar Sape Pontianak yang telah berkali-kali menjadi juara dalam kompetisi sumpit ini.

“Bisa dikatakan, sejak tahun 2018 hingga saat ini, hampir setiap tahun saya menang,” kata Dauna sambil tersipu, menuturkan kisahnya menjuarai lomba sumpit secara konsisten sejak usia belasan.

Perempuan dan Sumpit: Menepis Stigma Lama

Kehadiran Dauna dan perempuan-perempuan lainnya dalam olahraga sumpit memberikan warna baru dalam tradisi yang biasanya didominasi laki-laki ini. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Dauna menegaskan bahwa olahraga sumpit bukan hanya untuk laki-laki.

“Sumpit ini memang berat, tapi bukan berarti cuma untuk laki-laki. Saya percaya perempuan juga mampu menguasai dan berprestasi di bidang ini,” ujar Dauna dengan penuh keyakinan.

Untuk menjaga performa, Dauna rutin berlatih setidaknya satu minggu sebelum kompetisi. Latihan fokus pada kekuatan tangan, ketajaman penglihatan, dan teknik pengaturan napas.

“Kunci keberhasilan saya adalah latihan, fokus, dan kontrol napas. Yang penting itu tangan kuat dan mata fokus ke titik tembak,” jelasnya.

Mekanisme dan Cara Bermain Sumpit

Sumpit sebagai olahraga tradisional di Kalimantan Barat memiliki aturan main yang unik dan menuntut konsentrasi tinggi. Peserta lomba harus meniupkan damak peluru kecil yang terbuat dari kayu ringan melalui sebuah tabung sumpit sepanjang 2 sampai 2,5 meter ke papan target.

Dalam waktu tiga menit, setiap peserta mendapat 10 kesempatan tembak, dibagi dalam dua posisi, yaitu 5 kali berdiri dan 5 kali jongkok. Tembakan yang tepat mengenai lingkaran merah di tengah papan target menjadi penentu skor.

Festival budaya seperti Pekan Gawai Dayak sangat mengutamakan kompetisi sumpit sebagai ajang utama. Ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga medium edukasi bagi generasi muda mengenal kembali akar budaya mereka secara menyenangkan.

Sejarah dan Filosofi Sumpit dalam Budaya Dayak

Sumpit adalah warisan budaya tertua yang masih lestari di Kalimantan Barat. Awalnya digunakan oleh masyarakat Dayak sebagai alat berburu di hutan lebat dan sebagai senjata perang antar-suku. Panjang sumpit tradisional mencapai 2 hingga 2,5 meter, digunakan untuk meniupkan damak yang biasanya dilumuri racun dari getah tumbuhan seperti ipoh, guna melumpuhkan hewan buruan.

Lebih dari alat berburu, sumpit mengandung nilai filosofi mendalam. Dalam budaya Dayak, kemampuan menggunakan sumpit menunjukkan ketangkasan, ketenangan, dan keharmonisan manusia dengan alam sekitar.

Pembuatan sumpit juga memerlukan ketelitian tinggi. Prosesnya dimulai dari memilih jenis kayu yang ringan namun kuat, kemudian melubangi batang sumpit dengan presisi agar damak dapat meluncur dengan akurat dan seimbang.

Kini, sumpit telah bertransformasi dari alat perang menjadi simbol perdamaian dan cabang olahraga budaya yang mempererat identitas suku Dayak dan Kalimantan Barat secara umum.

Prestasi Dauna di Kancah Nasional

Prestasi Dauna tidak hanya berhenti di tingkat lokal. Perempuan muda ini pernah mewakili Kota Pontianak dalam Festival Olahraga Rakyat Nasional (Fornas) yang digelar di Bandung. Partisipasinya di ajang nasional ini menjadi bukti bahwa olahraga sumpit dari Kalbar mampu bersaing di tingkat yang lebih luas.

“Pengalaman ikut Fornas sangat berharga. Saya merasa bangga bisa membawa nama Kota Pontianak dan Kalbar di tingkat nasional,” kata Dauna.

Pelestarian Budaya melalui Olahraga Tradisional

Peran perempuan seperti Dauna dalam melestarikan olahraga sumpit adalah bukti nyata bahwa tradisi tidak harus mati termakan zaman. Sebaliknya, melalui kompetisi dan festival budaya, warisan ini semakin hidup dan berkembang.

Menurut pengamat budaya dan olahraga tradisional dari Universitas Tanjungpura, Dr. Rendra Wijaya, keterlibatan perempuan dalam olahraga sumpit sangat penting untuk menjaga keberlanjutan budaya.

“Keterlibatan perempuan dalam olahraga sumpit bukan hanya soal keadilan gender, tapi juga soal kelestarian budaya. Generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan, harus diberi ruang agar tradisi ini tetap hidup dan berkembang,” ujarnya.

Olahraga sumpit yang berakar dari budaya Dayak kini telah mengalami transformasi menjadi cabang olahraga yang inklusif dan menjadi media pelestarian budaya. Perempuan muda seperti Dauna Cinta Dominique menjadi pionir yang menginspirasi banyak orang untuk menepis stigma dan turut menjaga warisan budaya ini.

Dengan dukungan pemerintah daerah, masyarakat, serta generasi muda, diharapkan olahraga sumpit dapat terus berkembang dan dikenal lebih luas, tidak hanya di Kalimantan Barat, tapi juga di seluruh Indonesia bahkan dunia.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB