JAKARTA – Gunung Rinjani kembali menjadi sorotan setelah insiden tragis yang menimpa Juliana Marins, seorang pendaki asal Brasil. Juliana terjatuh saat mendaki kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat. Pencarian yang dilakukan tim SAR selama beberapa hari akhirnya menemukan jenazah Juliana, di kedalaman sekitar 600 meter. Evakuasi jenazah baru bisa dilakukan keesokan harinya, akibat medan ekstrem dan kondisi cuaca buruk yang menyulitkan proses pencarian.
Kementerian Pariwisata melalui Widiyanti Putri Wardhana mengingatkan kembali pentingnya pengelolaan wisata di destinasi ekstrem seperti Gunung Rinjani agar selalu mematuhi standar operasional prosedur (SOP) demi menjaga keselamatan wisatawan. "Insiden ini mengingatkan setiap destinasi wisata ekstrem mengandung risiko serius dan harus dikelola dengan penuh kehati-hatian," ujar Widiyanti.
Sejarah dan Status Perlindungan Gunung Rinjani
Gunung Rinjani merupakan salah satu gunung berapi tertinggi di Indonesia dan menjadi tujuan utama pendakian serta wisata alam di Pulau Lombok. Kawasan ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa oleh Gubernur Hindia Belanda pada 1941 melalui Surat Keputusan Nomor 15 Staatblaat Nomor 77 tanggal 12 Maret 1941. Sebelumnya, pada 1929 kawasan ini juga sudah masuk dalam Kelompok Hutan Rinjani (RTK.1) berdasarkan keputusan Gubernur Hindia Belanda.
Pada 6 Maret 1990, kawasan tersebut diresmikan menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani melalui Surat Pernyataan Menteri Kehutanan Nomor 448/Menhut-VI/1990 dalam rangka Pekan Konservasi Alam Nasional ketiga yang berlangsung di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tanggal 23 Mei 1997, status taman nasional tersebut ditegaskan kembali lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-VI/1997. Penegasan terakhir dilakukan pada 3 Agustus 2005 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 298/Menhut-II/2005.
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani
Sejak 1 Februari 2007, Taman Nasional Gunung Rinjani resmi menjadi Balai Taman Nasional tipe B sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Pengelolaan kawasan dibagi menjadi dua seksi konservasi berdasarkan wilayah administratif di Pulau Lombok.
Seksi Konservasi Wilayah I membawahi kawasan Taman Nasional di Kabupaten Lombok Utara dengan luas sekitar 12.357,67 hektare (30 persen dari total area). Wilayah ini terbagi dalam empat resor, yaitu Torean, Senaru, Santong, dan Aik Berik, yang masing-masing memiliki beberapa pos jaga untuk pengawasan dan perlindungan kawasan.
Sementara itu, Seksi Konservasi Wilayah II mengelola wilayah di Kabupaten Lombok Timur dengan luas lebih besar yakni 22.152,88 hektare (53 persen). Resor yang termasuk dalam pengelolaan ini adalah Sembalun, Aikmel, Timbanuh, dan Tetebatu, yang juga dilengkapi pos-pos jaga guna menjaga kelestarian alam dan keamanan pendaki.
Pentingnya Prosedur Keselamatan dalam Wisata Ekstrem
Widiyanti menekankan bahwa pengelolaan destinasi wisata ekstrem seperti Gunung Rinjani harus benar-benar memprioritaskan keselamatan pengunjung. “Pengelolaan harus melibatkan SOP yang ketat dan pelatihan bagi pemandu serta pengelola untuk menghadapi kondisi cuaca ekstrem dan medan sulit,” ujarnya.
Gunung Rinjani memang terkenal dengan medan yang menantang, mulai dari jalur berbatu, lereng curam, hingga cuaca yang bisa berubah cepat. Risiko kecelakaan saat pendakian selalu ada jika pengunjung tidak mengikuti aturan dan arahan pengelola taman nasional.
Upaya Penanganan dan Evakuasi Korban
Kasus Juliana Marins menjadi peringatan penting bagi pengelola dan pendaki. Proses evakuasi jenazah yang terlambat dikarenakan medan berat dan cuaca buruk memperlihatkan tantangan besar dalam pengelolaan darurat di kawasan ini.
Petugas SAR dan tim evakuasi harus bekerja ekstra hati-hati mengingat lokasi jatuhnya korban berada di kedalaman 600 meter dengan akses sulit. Hal ini juga menunjukkan pentingnya kesiapan dan sumber daya yang memadai untuk operasi penyelamatan di area wisata ekstrem.
Mendorong Pariwisata Berkelanjutan dan Aman
Kementerian Pariwisata mendorong pengembangan wisata alam yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek keamanan dan konservasi lingkungan. Gunung Rinjani sebagai ikon wisata alam Nusa Tenggara Barat harus dikelola dengan prinsip ramah lingkungan dan bertanggung jawab.
“Kami mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, pengelola taman nasional, pelaku usaha pariwisata, hingga pendaki sendiri untuk bersama menjaga kelestarian alam dan keselamatan bersama,” imbuh Widiyanti.
Gunung Rinjani tetap menjadi destinasi favorit pendaki dan wisatawan dengan keindahan alam serta tantangan yang ditawarkannya. Namun, insiden tragis yang menimpa Juliana Marins mengingatkan pentingnya pengelolaan wisata ekstrem yang ketat dan penerapan prosedur keselamatan yang wajib dipatuhi.
Sejarah panjang penetapan Gunung Rinjani sebagai taman nasional dan pembagian pengelolaan wilayah menegaskan komitmen pemerintah menjaga kawasan ini tetap lestari sekaligus aman bagi para pengunjung. Dengan kolaborasi semua pihak, diharapkan wisata pendakian Gunung Rinjani dapat terus berkembang secara bertanggung jawab dan memberikan pengalaman yang aman dan berkesan bagi wisatawan.