JAKARTA - Perubahan paradigma energi kini menjadi sorotan utama dalam pembangunan nasional. Tak hanya soal ketahanan energi, peralihan menuju sumber energi terbarukan juga dinilai mampu memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, dengan transisi energi yang terencana, Indonesia bisa mengalami pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun pada 2029.
Potensi Ekonomi Hijau dan Lapangan Kerja
Dalam kajiannya, IESR menyoroti manfaat ekonomi dari pengembangan energi bersih. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa transisi energi bukan hanya agenda lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi besar. Salah satu potensi utamanya adalah penciptaan lapangan kerja hijau (green jobs).
“Transisi menuju energi terbarukan dapat menciptakan 3,6 juta lapangan kerja hijau atau green jobs pada 2050,” ungkap Fabby dalam peluncuran studi pengembangan pulau berbasis 100 persen energi terbarukan. Ia menjelaskan bahwa sektor energi terbarukan membutuhkan tenaga kerja yang paham teknologi dan sistem operasi pembangkit bersih.
Green jobs yang dimaksud mencakup berbagai sektor, mulai dari konstruksi, manufaktur komponen, hingga pemeliharaan sistem energi. Pengembangan energi bersih dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal, terutama di wilayah yang selama ini kurang terjangkau pembangunan industri.
Energi Terbarukan: Murah dan Efisien
IESR menilai, sumber energi seperti tenaga surya, angin, dan biomassa kini lebih efisien dibandingkan pembangkit listrik konvensional yang masih banyak digunakan di Indonesia. Fabby menjelaskan, biaya produksi listrik dari sumber terbarukan terus menurun berkat perkembangan teknologi dan skala produksi global.
Ia juga mengungkapkan bahwa peralihan ke energi terbarukan dapat menghemat devisa negara secara signifikan. “Potensi penghematan devisa negara sebesar US$ 15-20 miliar per tahun jika Indonesia beralih ke energi terbarukan,” ujar Fabby.
Penghematan ini berasal dari pengurangan impor bahan bakar fosil, yang selama ini menyedot anggaran besar negara. Menurutnya, dana yang berhasil dihemat dapat dialihkan untuk membiayai sektor lain yang lebih strategis. “Dana ini kalau dihemat dan dialihkan ke hal lain, akan berdampak baik untuk pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan bahkan perekonomian daerah,” katanya.
Dorongan untuk Pemerintah: Fokus pada Surya
Dalam kesempatan tersebut, IESR juga mendorong pemerintah untuk mempercepat pemanfaatan energi bersih, khususnya melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga surya. Fabby menilai bahwa kini saatnya pemerintah menjadikan energi surya sebagai pilar utama dalam transisi energi nasional.
“Harga komponen pembangkit surya kini jauh lebih murah dibandingkan satu dekade lalu,” ujar Fabby. Ia juga menambahkan bahwa teknologi penyimpanan energi melalui baterai sudah cukup maju untuk menjamin ketersediaan listrik, bahkan di wilayah-wilayah terpencil dan pulau-pulau kecil.
Dengan sumber daya matahari yang melimpah di berbagai wilayah Indonesia, energi surya dianggap sebagai solusi yang paling realistis dan cepat untuk diimplementasikan. Selain itu, pengembangan sistem tenaga surya juga bisa dilakukan secara terdesentralisasi, memungkinkan masyarakat di daerah untuk turut serta dalam pengelolaan energi mereka sendiri.
Tantangan: Dominasi Energi Fosil dan Distribusi Tak Merata
Meski prospeknya besar, Fabby menyoroti masih kuatnya dominasi energi berbasis bahan bakar fosil di Indonesia. Ia menyebut bahwa ketergantungan pada energi fosil menyebabkan biaya energi menjadi tinggi dan pasokan yang tidak stabil.
“Energi konvensional ini mahal, rentan terganggu cuaca, dan sangat bergantung pada infrastruktur distribusi,” ujarnya. Ketergantungan ini membuat pasokan energi tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
Situasi tersebut berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil. “Ini yang hari ini sedang terjadi. Di beberapa pulau kecil di Indonesia, seperti Pulau Enggano, mengalami krisis listrik karena ketersediaannya hanya 12 jam saja. Kondisi ini telah menimbulkan dampak ekonomi di pulau tersebut,” ucap Fabby.
Kondisi seperti itu menjadi bukti bahwa ketimpangan akses energi masih menjadi masalah serius. Transisi ke energi terbarukan, terutama berbasis sistem lokal dan mandiri, dinilai sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan distribusi ini.
Jalan Menuju Masa Depan Energi yang Berkelanjutan
Kajian IESR memperlihatkan bahwa energi terbarukan bukan sekadar alternatif, melainkan kebutuhan strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain menciptakan lapangan kerja dan menghemat devisa negara, transisi energi juga membuka peluang pemerataan pembangunan, khususnya di wilayah tertinggal.
Langkah ke arah ini membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah dan sektor swasta, termasuk dalam hal kebijakan, pembiayaan, dan insentif teknologi. Tanpa perubahan kebijakan yang signifikan, Indonesia akan terus bergantung pada sumber energi lama yang mahal dan tidak ramah lingkungan.
Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang besar, Indonesia bisa membangun sistem energi yang lebih adil, terjangkau, dan berkelanjutan. Dan lebih dari itu, energi bersih bisa menjadi kunci bagi masa depan ekonomi yang inklusif dan tangguh.