JAKARTA - Indonesia sebagai negara dengan potensi energi panas bumi terbesar kedua di dunia terus berupaya meningkatkan pemanfaatan sumber energi terbarukan ini. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini fokus menyusun revisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi. Tujuannya jelas: mempercepat pengembangan energi panas bumi sekaligus memberikan daya tarik lebih bagi para investor baik domestik maupun asing.
Perubahan Skema Lelang Online Mempermudah Akses Investor
Salah satu langkah inovatif yang diambil adalah perubahan mekanisme lelang menjadi daring (online). Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, lelang secara digital akan memberikan akses yang lebih luas dan transparan bagi calon investor. “Kami akan memasifkan lelang online. Semua bisa akses, melihat data, dan mengunggah dokumen secara digital. Ini akan memudahkan kita semua,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Jakarta.
Dengan sistem ini, tidak ada lagi hambatan geografis dan birokrasi yang mempersulit partisipasi investor. Keterbukaan data dan kemudahan pengajuan dokumen secara online menjadi kunci agar pengembangan panas bumi dapat berlangsung lebih cepat dan efektif.
Insentif Fiskal dan Non-Fiskal untuk Dukung Investasi
Revisi aturan juga menghadirkan insentif fiskal dan non-fiskal yang diharapkan mampu mendorong investasi di sektor panas bumi. Pemerintah bersama Kementerian Keuangan tengah membahas pengurangan pajak sebagai bagian dari paket insentif. Hal ini didasarkan pada studi Universitas Gadjah Mada yang mengevaluasi tingkat pengembalian investasi (IRR) di bidang panas bumi.
Pendekatan ini bertujuan menciptakan skema investasi yang tidak hanya menarik tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi bagi pelaku usaha. Insentif tersebut diharapkan mampu mengurangi risiko dan meningkatkan daya saing proyek-proyek panas bumi di Indonesia.
Penugasan dan Peran PT PLN serta Kementerian BUMN
Dalam revisi tersebut, pemerintah juga mengatur kembali kewajiban PT PLN (Persero) untuk membeli listrik dari hasil lelang maupun penugasan kepada BUMN. Penyesuaian ini disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang memperkuat koordinasi antara Danantara, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM dalam pelaksanaan proyek panas bumi.
Eniya menegaskan, “Penugasan kini melibatkan Danantara, Kementerian BUMN, dan pelaku teknis dari Kementerian ESDM,” untuk memastikan proyek berjalan optimal dan mendukung target nasional.
Prioritas Dispatch dan Pengelolaan Lingkungan
Aspek teknis lain yang diatur dalam revisi adalah prioritas dispatch listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), penggantian jangka waktu eksplorasi dengan indikator terukur yang lebih realistis, serta penanganan isu sosial yang mungkin timbul selama pengembangan proyek.
Selain itu, revisi mengatur nilai ekonomi karbon sebagai bagian dari komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi. Jaminan pemulihan lingkungan dan pengelolaan mineral ikutan juga menjadi fokus agar pemanfaatan panas bumi berjalan ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Potensi Besar dan Realisasi yang Masih Terbatas
Indonesia memiliki potensi panas bumi sekitar 23.765,5 megawatt (MW), atau sekitar 40 persen dari total potensi dunia. Sayangnya, pemanfaatannya baru sekitar 11 persen dari kapasitas tersebut. Kapasitas terpasang PLTP nasional saat ini mencapai 2,6 gigawatt (GW), meningkat 1,2 GW sejak tahun 2014.
Beberapa PLTP yang sudah beroperasi di Indonesia antara lain adalah Kamojang, Salak, dan Darajat di Jawa Barat, Ulubelu di Lampung, Dieng di Jawa Tengah, serta Sorik Marapi di Sumatera Utara. Masing-masing pembangkit tersebut telah memberikan kontribusi nyata dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional dengan energi bersih dan terbarukan.
Revisi Peraturan sebagai Momentum Percepatan Energi Terbarukan
Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi menjadi momentum penting untuk mengakselerasi pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Dengan mekanisme lelang yang lebih transparan, insentif fiskal dan non-fiskal yang menarik, serta keterlibatan BUMN yang semakin kuat, diharapkan investasi di sektor ini akan meningkat signifikan.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mendukung transisi energi rendah karbon dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Jika dijalankan dengan baik, revisi aturan ini tidak hanya akan menguntungkan investor, tetapi juga mendukung ketahanan energi nasional dan keberlanjutan lingkungan.