JAKARTA - Diogo Jota bukan hanya sosok di balik gol-gol penting Liverpool atau tim nasional Portugal. Ia adalah representasi dari semangat juang yang tulus, kesederhanaan dalam pencapaian besar, dan cinta yang mendalam pada keluarga. Pada usia 28 tahun, Jota pergi terlalu cepat akibat kecelakaan tragis di Zamora, hanya beberapa hari setelah ia menikah. Tapi kisah hidupnya jauh dari kata selesai ia meninggalkan warisan inspiratif yang akan terus dikenang.
Masa Awal: Dibayar Orang Tua Demi Cinta pada Bola
Berbeda dari banyak pemain muda Portugal lainnya, perjalanan Jota menuju puncak tidak dimulai dari akademi ternama seperti Benfica, Porto, atau Sporting. Ia memulai dari bawah, dengan orang tuanya yang harus membayar biaya bulanannya agar bisa bermain di klub kecil, Gondomar.
"Bukan saya yang bayar, tapi orang tua saya," ceritanya.
"Di Portugal, keadaannya berbeda dengan di Inggris. Saya bermain di klub kecil, dan kami harus membayar bulanan untuk bisa bermain. Baru saat pindah ke Paços de Ferreira pada 2013, saya mulai mendapatkan bayaran."
Pernyataan ini menunjukkan betapa ia tidak pernah melupakan akar dan dukungan keluarganya sejak awal karier.
Muncul dari Pinggiran: Disorot karena Karakter, Bukan Nama Besar
Pelatih Vasco Seabra menjadi saksi awal bagaimana Jota menunjukkan kualitas yang berbeda dari pemain sebayanya. Seabra bahkan sampai menulis langsung ke federasi agar tim nasional U-19 melihat Jota bermain.
“Saya ingat mengirim email ke pelatih timnas U-19 saat itu,” kenang Vasco.
“Itu karena karakternya. Diogo adalah pribadi yang luar biasa. Saya bahkan belum bicara soal kemampuannya sebagai pemain karena itu sudah jelas. Tapi sebagai manusia, ia luar biasa.”
"Biasanya pemain bagus enggan mendengarkan saran teknis. Tapi yang terbaik justru rendah hati dan ingin terus belajar," lanjutnya.
Rasa lapar akan pembuktian sudah ia miliki sejak kecil. Bahkan ketika teman-temannya lolos ke akademi top, Jota tetap percaya diri meski tidak dianggap sebagai yang terbaik.
“Sejak muda, saya tidak pernah bermain di tim besar. Beberapa teman saya masuk Porto atau Benfica. Saya juga pernah seleksi, tapi tidak lolos. Saya ini pemain bagus, tapi bukan yang terbaik,” ucap Jota.
Meninggalkan Jejak di Inggris: Dari Wolves ke Anfield
Langkahnya ke Inggris dimulai saat bergabung dengan Wolverhampton Wanderers. Di musim pertama, ia mencetak 17 gol dan membawa Wolves juara Championship.
Saat promosi ke Premier League, performanya sempat diragukan. Tapi pergantian posisi di akhir tahun mengubah segalanya: gol ke Chelsea, hat-trick ke gawang Leicester, lalu kemenangan atas Manchester United dan Arsenal menjadi buktinya.
Musim berikutnya, dua hat-trick lainnya ia torehkan di kompetisi Eropa melawan Besiktas dan Espanyol.
Performa itu menarik perhatian Liverpool. Transfer senilai lebih dari £40 juta sempat dipertanyakan, tapi terbukti tepat. Bahkan chairman Wolves, Jeff Shi, menyebut itu sebagai penjualan yang paling disesalinya.
“Kami berdiskusi cukup panjang dengan tim analisis video. Ia memang tidak bermain dalam formasi kami, tapi cara dia menafsirkan perannya sangat cocok dengan gaya Liverpool,” ungkap Ian Graham, mantan direktur riset Liverpool.
Prestasi dan Pengaruh di Liverpool
Dalam lima musim di Liverpool, Jota mempersembahkan seluruh gelar domestik Inggris dan mencetak 65 gol dari 182 pertandingan. Meski sering diterpa cedera, ia selalu hadir di momen-momen penting. Jamie Carragher bahkan menyebut Jota sebagai finisher terbaik yang dimiliki klub saat itu.
"Saya teringat saat Liverpool tertinggal 0-1 dari Nottingham Forest, lalu Jota masuk dari bangku cadangan dan menyamakan skor hanya 22 detik setelah masuk lapangan. Di bulan April, ia mencetak gol kemenangan atas Everton di Derby Merseyside," kenangnya.
Ironisnya, dua gol itu menjadi yang terakhir dalam karier Jota dua momen yang kini terasa begitu simbolis.
Kehidupan Pribadi: Ayah, Suami, dan Gamer Tangguh
Di balik sosok atlet profesional, Jota adalah pribadi hangat yang mencintai keluarganya. Dalam wawancaranya di markas adidas Stockport, ia sempat bercerita santai soal hobinya bermain FIFA.
“Saya juga lagi nunggu FIFA 23 rilis. Saya suka banget game itu.”
Tak hanya suka, ia memang jago. Saat pandemi, ia menjuarai turnamen antar pemain Premier League.
“Nggak ada lawan,” katanya sambil tersenyum.
Kehidupan di luar lapangan begitu penting baginya. Ia sering menyisihkan waktu untuk keluarga, bahkan saat jadwalnya begitu padat.
Kisah yang Terhenti, Warisan yang Abadi
Jota mungkin telah pergi, tapi semangat dan kisahnya akan terus hidup. Ia membuktikan bahwa kesuksesan tak harus datang dari tempat prestisius—asal ada tekad, kerja keras, dan kerendahan hati.
Diogo Jota adalah simbol bahwa pemain besar tak selalu lahir dari akademi besar. Ia adalah anak biasa dari keluarga sederhana, yang dengan ketekunan dan dedikasi, menembus panggung terbesar dunia.
Dan kini, ia dikenang bukan hanya karena gol-golnya, tapi karena siapa dia sebagai manusia.