JAKARTA - Pentingnya menciptakan sistem perpajakan internasional yang adil, efektif, dan stabil kembali menjadi sorotan dalam pertemuan para pemimpin keuangan dunia. Dalam forum global bergengsi yang dihadiri Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara anggota G20, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, memberikan pandangan tajam dan mendalam mengenai tantangan serta urgensi pembaruan sistem perpajakan global.
Pada sesi keempat hari pertama pertemuan G20 yang berlangsung di Zimbali, Afrika Selatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara lugas menyoroti pentingnya sistem perpajakan internasional yang tidak hanya berfokus pada fiskal, tetapi juga pada keadilan lintas negara. Ia menekankan bahwa sistem tersebut harus mampu mencerminkan prinsip keadilan dan keberlanjutan di tengah dinamika aktivitas ekonomi global yang terus berubah.
“Ini bukan hanya soal fiskal Aini soal keadilan global agar kita bisa tumbuh bersama. Negara berkembang punya hak yang setara dalam aktivitas ekonomi lintas batas yang terjadi di wilayahnya,” ungkapnya dalam pernyataan yang dibagikan melalui akun Instagram resminya.
Dalam pidatonya, Sri Mulyani menyoroti bahwa negara berkembang kerap menghadapi tantangan besar dalam mengamankan basis pajak mereka, terutama ketika menghadapi perusahaan multinasional yang memiliki kemampuan untuk mengalihkan keuntungan lintas yurisdiksi. Hal ini menyebabkan banyak negara berpenghasilan menengah dan rendah kehilangan potensi penerimaan pajak yang penting untuk pembangunan.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyatakan dukungan Indonesia terhadap pendekatan global melalui skema Two-Pillar Solution. Pendekatan ini merupakan bagian dari konsensus internasional dalam merancang kerangka kerja perpajakan yang lebih adil, termasuk pengalokasian hak pemajakan dan penetapan tarif minimum global. Pemerintah Indonesia, ujarnya, telah mulai melaksanakan kebijakan dalam kerangka solusi ini dan berkomitmen untuk terus menyempurnakannya.
Namun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa upaya ini tidak boleh berhenti hanya pada implementasi awal. Forum G20, sebagai kelompok ekonomi terbesar dunia, menurutnya memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak ada negara yang tertinggal dalam reformasi sistem perpajakan global yang semakin kompleks. Ia menyampaikan keprihatinan bahwa ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang dalam kapasitas perpajakan dapat memperparah ketidakadilan yang sudah ada.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya peran lembaga-lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam membantu negara-negara berkembang meningkatkan kapasitas perpajakan mereka. Dukungan tersebut mencakup penyediaan keahlian teknis, pendampingan kebijakan, serta pembangunan sistem administrasi perpajakan yang tangguh dan berdaya saing.
Sri Mulyani juga menyerukan pentingnya kedaulatan fiskal bagi negara-negara berkembang, yakni kemampuan untuk merancang dan menegakkan sistem perpajakan yang sesuai dengan kebutuhan domestik, namun tetap selaras dengan aturan internasional. Dalam pandangannya, kedaulatan fiskal tidak boleh dikorbankan dalam proses harmonisasi pajak global.
“Pajak bukan hanya tentang pendapatan masing-masing negara. Ini tentang membangun masa depan dunia yang setara dan berkelanjutan,” tegas Sri Mulyani.
Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa persoalan perpajakan internasional bukanlah hal teknis semata, melainkan menyangkut prinsip-prinsip keadilan ekonomi, inklusi sosial, dan kelestarian pembangunan. Di tengah tantangan global seperti ketimpangan pendapatan, perubahan iklim, dan digitalisasi ekonomi, sistem perpajakan yang adil menjadi fondasi penting bagi pembiayaan pembangunan yang inklusif.
Dalam diskusi lanjutan, Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa negara-negara berkembang tidak boleh hanya menjadi “pengikut” dalam proses reformasi perpajakan global. Mereka harus berpartisipasi aktif dalam membentuk kebijakan, menetapkan prioritas, dan memperjuangkan kepentingan nasional mereka dalam kerangka kerja sama multilateral. Keterlibatan ini, menurutnya, dapat memperkuat posisi negara-negara tersebut dalam negosiasi internasional dan memastikan bahwa manfaat dari reformasi global dapat dirasakan secara merata.
Komitmen Indonesia dalam mendukung transformasi perpajakan global telah tercermin dalam berbagai forum internasional sebelumnya, termasuk dalam presidensi G20 Indonesia. Melalui pendekatan diplomasi fiskal yang konstruktif, Indonesia mendorong upaya kolektif untuk menciptakan tatanan perpajakan internasional yang lebih transparan, berkeadilan, dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Pertemuan di Afrika Selatan tersebut menjadi momen penting bagi Indonesia untuk terus menggaungkan aspirasi negara berkembang dan memperkuat kerja sama lintas negara dalam bidang perpajakan. Dengan dukungan dari lembaga keuangan internasional dan kerja sama regional, diharapkan negara-negara berkembang mampu meningkatkan kapasitas fiskal mereka dan mempercepat pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan terus mendorong dialog yang inklusif dan menekankan prinsip keadilan, Sri Mulyani menunjukkan bahwa perpajakan bukan sekadar alat fiskal, tetapi juga instrumen untuk menciptakan dunia yang lebih setara. Pernyataan dan posisi tegasnya dalam forum G20 memperlihatkan bahwa Indonesia berperan aktif dalam membentuk masa depan sistem perpajakan global yang lebih adil bagi semua.