JAKARTA - Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, perbedaan agama, budaya, dan keyakinan merupakan keniscayaan. Perbedaan ini bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dikelola secara bijak agar menjadi kekuatan dalam membangun kehidupan yang damai dan saling menghargai. Salah satu pendekatan yang dinilai relevan dan penting dalam konteks ini adalah moderasi beragama.
Moderasi beragama bukan sekadar slogan atau teori keagamaan, tetapi pendekatan nyata dalam merespons keragaman. Hal ini disampaikan oleh Prof. Lukman Thahir, pakar filsafat agama sekaligus Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu. Ia menjelaskan bahwa moderasi beragama hadir sebagai jalan tengah untuk menciptakan kerukunan dan kolaborasi antarpemeluk agama.
"Semua manusia menginginkan kedamaian dan kerukunan. Moderasi beragama berperan penting sebagai jalan tengah yang mengantarkan umat beragama saling berkolaborasi membangun kebersamaan meningkatkan kedamaian serta kerukunan," ujarnya saat menanggapi kondisi kebebasan beragama di Indonesia.
Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Kedamaian Global
Menurut Prof. Lukman, kesadaran global terhadap pentingnya kedamaian tidak muncul begitu saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur, seperti pemahaman keagamaan yang inklusif, lingkungan sosial yang terbuka, serta budaya eksternal yang mendorong sikap toleran.
Oleh karena itu, pendekatan moderasi tidak hanya perlu didorong oleh satu kelompok atau lembaga tertentu, melainkan harus menjadi tanggung jawab kolektif seluruh umat beragama. Dengan cara ini, masyarakat bisa membangun lingkungan sosial yang ramah dan damai, serta mempertahankan budaya yang menghargai perbedaan.
"Moderasi beragama harus menjadi pendekatan bersama semua umat beragama, untuk membentuk pemahaman yang moderat, mewujudkan lingkungan sosial yang ramah, serta melestarikan budaya yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan," tambahnya.
Peran Strategis dalam Menjaga NKRI dan Nilai Kebangsaan
Lebih jauh, Prof. Lukman juga menegaskan bahwa moderasi beragama memainkan peran penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di tengah keberagaman yang tinggi, bangsa Indonesia dituntut mampu mengelola perbedaan dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dasar negara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan mengedepankan prinsip-prinsip tersebut, moderasi beragama menjadi alat penting untuk meningkatkan kualitas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sekaligus memperkuat identitas kebangsaan.
"Demi memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan meningkatkan kualitas kebebasan beragama serta berkeyakinan dalam negara yang berasaskan Pancasila, Undang-Undang 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika," tuturnya menegaskan.
Tantangan Nyata dalam Kebebasan Beragama
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan, Prof. Lukman tidak menutup mata terhadap tantangan yang masih dihadapi dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat 260 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama, meningkat dari 217 peristiwa pada tahun sebelumnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan kehidupan beragama yang damai dan bebas dari diskriminasi. Bahkan hingga pertengahan tahun 2025, masih banyak kasus intoleransi yang mencuat ke permukaan.
"Peristiwa-peristiwa ini tentu menjadi tantangan yang sangat berarti, atas upaya pemerintah meningkatkan kualitas kerukunan dan kedamaian umat beragama," ucapnya penuh keprihatinan.
Arah Kebijakan dan Dukungan Pemerintah
Menanggapi tantangan tersebut, berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama, telah mengambil langkah konkret untuk membumikan konsep moderasi beragama. Salah satunya adalah dengan memperkuat pendekatan kolaboratif antarlembaga dan komunitas lintas iman.
Kementerian Agama bersama elemen masyarakat terus menguatkan kampanye moderasi, baik melalui pendidikan, pelatihan tokoh agama, maupun dialog antarumat. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemahaman lintas agama yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Upaya ini pun menunjukkan hasil yang positif. Berdasarkan data Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir:
Tahun 2022: 73,09
Tahun 2023: 76,02
Tahun 2024: 76,47
Kenaikan ini menunjukkan adanya perbaikan persepsi dan hubungan sosial di masyarakat terkait dengan keberagaman agama, walaupun masih banyak ruang yang perlu terus diperbaiki.
Jalan Panjang Menuju Harmoni
Meski tantangan masih menghadang, pendekatan moderasi beragama tetap menjadi harapan besar dalam membangun masa depan Indonesia dan dunia yang lebih damai. Lebih dari sekadar wacana, moderasi adalah praktik nyata yang harus terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, tempat ibadah, institusi pendidikan, maupun ruang publik lainnya.
Dalam konteks global, moderasi beragama juga menjadi jawaban atas polarisasi dan konflik keagamaan yang masih terjadi di berbagai belahan dunia. Dengan memperkuat pendekatan ini, masyarakat dunia bisa membangun dialog yang lebih sehat dan saling menghormati.
Prof. Lukman pun mengajak semua elemen masyarakat untuk terus memperkuat pemahaman dan praktik moderasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Dengan cara itu, kita bisa bersama-sama menjaga perdamaian dan menciptakan kehidupan yang harmonis bagi semua,” pungkasnya.