JAKARTA - Suhu udara yang lebih dingin dari biasanya sedang dirasakan oleh masyarakat di hampir seluruh wilayah Jawa Timur. Kondisi ini bukan hanya terjadi di kawasan pegunungan, tetapi juga mulai terasa hingga daerah pesisir. Fenomena yang dikenal masyarakat dengan istilah “bediding” tersebut menjadi perbincangan karena suhu udara pada malam hingga pagi hari terasa sangat menusuk.
Fenomena bediding ini mengindikasikan masuknya puncak musim kemarau di wilayah Jawa Timur. Masyarakat di berbagai daerah mulai dari Malang, Batu, hingga Surabaya dan Banyuwangi mengeluhkan udara yang jauh lebih dingin dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Bukan hanya di dataran tinggi, wilayah urban pun ikut mengalami penurunan suhu yang cukup signifikan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Juanda memberikan penjelasan terkait hal ini. Menurut BMKG, cuaca dingin ini merupakan hal yang lazim terjadi selama puncak musim kemarau, terutama di bulan-bulan pertengahan tahun. Udara dingin yang melanda Jawa Timur kali ini diperkirakan akan bertahan hingga Agustus.
“Cuaca dingin yang dirasakan masyarakat Jawa Timur pada malam hingga pagi hari disebabkan oleh langit cerah tanpa awan yang membuat radiasi panas dari permukaan bumi langsung terlepas ke atmosfer. Selain itu, angin muson Australia yang membawa udara kering dan dingin juga memperparah kondisi ini,” jelas Prakirawan BMKG Juanda.
BMKG mencatat bahwa kondisi ini telah mulai dirasakan secara konsisten dalam beberapa waktu terakhir. Suhu minimum tercatat cukup rendah, khususnya di wilayah-wilayah dataran tinggi. Songgon di Banyuwangi, misalnya, mencatat suhu minimum mencapai 14 derajat Celcius. Angka ini tergolong rendah untuk wilayah tropis seperti Indonesia. Sementara itu, di wilayah perkotaan seperti Surabaya dan Sidoarjo, suhu minimum malam hari juga turun ke kisaran 22 hingga 23 derajat Celcius.
Turunnya suhu ini tentu tidak lepas dari faktor cuaca cerah dan minim awan. Langit yang bersih dari tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas bumi cepat terlepas ke atmosfer. Akibatnya, suhu permukaan menjadi lebih dingin, dan udara menjadi lebih sejuk, terutama saat malam hingga menjelang pagi.
Selain radiasi, angin muson Australia juga berperan besar dalam membawa udara kering dan dingin ke wilayah selatan Indonesia, termasuk Jawa Timur. Kombinasi dua faktor ini menjadikan suhu udara terasa jauh lebih rendah, sehingga masyarakat diimbau untuk menyesuaikan aktivitas mereka, terutama saat malam hari.
BMKG juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kondisi kesehatan tubuh selama fenomena ini berlangsung. Penggunaan pakaian hangat di malam dan pagi hari sangat disarankan, terutama bagi anak-anak, lansia, serta individu dengan kondisi kesehatan tertentu. Di sisi lain, penting pula untuk tetap menjaga asupan cairan, mengingat udara kering cenderung menyebabkan dehidrasi yang tidak disadari.
Fenomena bediding ini diprediksi mencapai puncaknya pada Agustus 2025, bersamaan dengan meningkatnya kekuatan angin muson timur. Pada saat itu, suhu udara diperkirakan berada pada titik terendah dalam siklus tahunan, sehingga masyarakat di daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) perlu lebih waspada.
Potensi lain yang dapat menyertai suhu ekstrem ini adalah munculnya embun beku atau yang dikenal dengan istilah embun upas. Embun beku biasanya terjadi saat suhu permukaan sangat rendah, hingga mendekati titik beku, terutama saat dini hari menjelang matahari terbit. Embun ini dapat terlihat seperti lapisan es tipis di atas tanaman atau permukaan tanah, dan berpotensi mengganggu aktivitas pertanian masyarakat di daerah pegunungan.
Kondisi semacam ini tidak hanya berdampak pada aktivitas harian masyarakat, tetapi juga bisa memberikan tantangan tambahan bagi sektor pertanian dan peternakan. Beberapa tanaman tropis tidak tahan terhadap suhu dingin yang ekstrem, sehingga petani perlu melakukan langkah antisipatif untuk melindungi hasil panen mereka. Demikian juga, hewan ternak perlu mendapat perhatian ekstra, terutama dalam menjaga suhu tubuhnya agar tidak mengalami stres akibat cuaca dingin.
Meski begitu, fenomena bediding bukanlah kejadian langka. Masyarakat Jawa Timur yang telah lama tinggal di wilayah pegunungan sudah cukup familiar dengan kondisi ini dan biasanya telah memiliki strategi bertahan di tengah suhu yang rendah. Namun demikian, perubahan iklim yang semakin dinamis membuat variasi suhu menjadi lebih tidak terduga, sehingga kewaspadaan tetap diperlukan.
Secara umum, BMKG menilai bahwa kondisi ini akan berlangsung dalam beberapa pekan ke depan, sebelum akhirnya suhu perlahan kembali menghangat setelah musim kemarau bergeser menuju musim hujan. Meski suhu akan kembali normal setelah Agustus, pola cuaca yang tidak menentu tetap harus diantisipasi dengan baik.
Di tengah situasi cuaca seperti ini, BMKG juga mengingatkan akan adanya potensi hujan lokal, meskipun dalam masa kemarau. Hal ini menjadi perhatian karena bisa menyebabkan gangguan pada aktivitas masyarakat yang terbiasa mengandalkan kondisi cuaca kering di musim ini. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tetap mengikuti informasi cuaca terkini dan memperhatikan setiap perkembangan kondisi meteorologi dari lembaga yang berwenang.
Fenomena bediding yang tengah terjadi di Jawa Timur bukan hanya menandai puncak musim kemarau, tetapi juga menjadi pengingat bahwa dinamika cuaca bisa menghadirkan tantangan yang perlu disikapi secara bijak. Kesiapan dan adaptasi masyarakat menjadi kunci dalam menjaga kesehatan dan kelancaran aktivitas di tengah perubahan suhu yang signifikan.