NIKEL

NICL Raup Laba 386 Persen dari Lonjakan Penjualan Nikel

NICL Raup Laba 386 Persen dari Lonjakan Penjualan Nikel
NICL Raup Laba 386 Persen dari Lonjakan Penjualan Nikel

JAKARTA - Perusahaan mencatatkan penjualan sebesar Rp1,05 triliun, tumbuh signifikan 152,07% dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp419,19 miliar. Capaian tersebut didorong oleh lonjakan penjualan nikel baik dari sisi volume maupun strategi operasional yang semakin efisien.

Volume penjualan nikel yang semula berada di angka 707.597 metrik ton pada semester I 2024, melonjak menjadi 1,885 juta metrik ton pada paruh pertama 2025. Kenaikan sebesar 166,46% ini menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat pertumbuhan pendapatan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi distribusi dan operasional yang dijalankan perusahaan memberi hasil positif dalam jangka pendek.

Laba dan Marjin Meningkat Tajam di Semua Lini Operasional

Sebanding dengan pertumbuhan penjualan, laba kotor perusahaan ikut terdongkrak tajam. Tercatat, laba kotor naik dari Rp142,85 miliar menjadi Rp523,46 miliar atau tumbuh sebesar 266,43% secara tahunan. Dengan kondisi tersebut, marjin laba kotor ikut terkerek dari 34,08% menjadi 49,54%, memperlihatkan efektivitas biaya dan nilai tambah dari volume produksi yang lebih tinggi.

Laba usaha pun mengalami lonjakan luar biasa, tumbuh 419,32% menjadi Rp456,30 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhirnya, laba bersih periode berjalan yang dibukukan NICL mencapai Rp358,07 miliar, naik drastis 386,51% dari Rp73,59 miliar pada semester I 2024. Pencapaian ini memperlihatkan konsistensi dan keberhasilan perusahaan dalam mengelola pertumbuhan dan efisiensi sekaligus.

Manajemen Hadapi Fluktuasi Harga Nikel Secara Adaptif

Di tengah tantangan harga komoditas global, Direktur Utama NICL, Ruddy Tjanaka, menyampaikan bahwa perusahaan telah mengantisipasi tren penurunan harga nikel yang terjadi sejak akhir 2024. Ia menjelaskan, harga acuan nikel domestik mengalami koreksi sebesar 3,80%, mengikuti penurunan global akibat normalisasi permintaan kendaraan listrik.

"Namun, kami sudah mengantisipasinya sejak awal tahun," ujar Ruddy dalam keterangan resminya pada Senin, 21 Juli 2025. Menurutnya, koreksi harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek yang tidak mengubah arah strategi perusahaan secara keseluruhan. NICL tetap fokus pada efisiensi dan peningkatan kapasitas produksi untuk menjaga margin keuntungan.

Struktur Keuangan Solid dan Bebas Utang Jangka Panjang

Dari sisi keuangan, NICL menunjukkan fundamental yang semakin kuat. Total aset tercatat sebesar Rp1,09 triliun per Juni 2025, meningkat 4,73% dari Rp1,05 triliun pada akhir Desember 2024. Sementara itu, total liabilitas menurun dari Rp171,92 miliar menjadi Rp150,69 miliar dalam periode yang sama.

Salah satu kekuatan utama NICL adalah bebasnya perusahaan dari utang bank jangka panjang, yang memungkinkan fleksibilitas dalam mengalokasikan sumber daya dan memaksimalkan laba. Ekuitas perusahaan ikut terdongkrak dari Rp878,18 miliar menjadi Rp949,13 miliar, didorong oleh kenaikan signifikan dalam saldo laba ditahan.

Proyeksi Semester II 2025: Fluktuasi Tetap Jadi Tantangan

Memasuki semester II 2025, manajemen NICL memperkirakan harga nikel akan tetap menghadapi tekanan dari sisi eksternal. Faktor seperti tarif perdagangan dari Amerika Serikat dan kelebihan pasokan global menjadi tantangan utama bagi pasar nikel dunia. Meski demikian, posisi Indonesia yang strategis sebagai pemasok logam penting di tengah tensi geopolitik global menjadikan industri dalam negeri tetap memiliki daya tawar kuat.

Dengan meningkatnya kehadiran smelter berteknologi tinggi di Indonesia, NICL melihat peluang untuk menyesuaikan spesifikasi produk nikel ore agar sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan. “Kami melihat perkembangan smelter berteknologi tinggi di dalam negeri membuka peluang besar untuk menyesuaikan kualitas ore yang kami hasilkan sesuai kebutuhan pasar,” tambah Ruddy.

Ekspansi Wilayah dan Kolaborasi Perluas Pasar

Guna menjaga momentum pertumbuhan, NICL terus memperluas jaringan distribusi dan akses pasar. Perusahaan kini aktif membangun kemitraan strategis di Pulau Obi dan Halmahera dua wilayah potensial dalam industri pengolahan nikel. Kerja sama dilakukan baik dengan smelter maupun trader untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan mengamankan rantai pasok.

Langkah ini memperlihatkan strategi jangka panjang perusahaan yang tidak hanya bergantung pada volume produksi, tetapi juga penguatan hubungan bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan percaya bahwa diversifikasi pasar dan integrasi rantai nilai akan menjadi kunci menjaga kinerja di tengah ketidakpastian global.

NICL Tunjukkan Daya Saing sebagai Pemain Utama di Industri

Dengan pencapaian semester I 2025 yang mencakup pertumbuhan penjualan, kenaikan marjin laba, dan fundamental keuangan yang solid, NICL mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pemain utama di industri tambang nikel nasional. Kinerja keuangan yang positif tidak hanya mencerminkan keberhasilan strategi jangka pendek, tetapi juga kesiapan perusahaan dalam menghadapi dinamika pasar global yang terus berubah.

Melalui efisiensi, inovasi, dan keberanian ekspansi, NICL membuktikan bahwa perusahaan tambang Indonesia mampu bersaing dan tumbuh secara berkelanjutan di tengah tantangan pasar yang kompleks.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index