JAKARTA - Menghadapi dinamika ekonomi global yang fluktuatif, Bank Indonesia (BI) terus mengambil langkah konkret untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Di tengah tekanan terhadap kurs rupiah, terutama terhadap dolar Amerika Serikat, BI tidak tinggal diam. Strategi intervensi ganda dan kebijakan moneter yang pro-pasar menjadi andalan BI dalam memastikan nilai tukar tetap stabil dan mendukung fondasi ekonomi nasional yang kuat.
Pada perdagangan hari Rabu, 30 Juli 2025, rupiah belum menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS. Meski demikian, BI tetap optimistis. Langkah-langkah intervensi terus digencarkan demi meredam gejolak pasar dan menjaga daya saing ekonomi domestik.
Langkah Intervensi Pasar yang Konsisten
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa otoritas moneter ini secara aktif terus memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan berbagai pendekatan. Dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, Perry menyatakan bahwa strategi intervensi mencakup transaksi di pasar luar negeri hingga pembelian surat berharga di dalam negeri.
"BI terus memperkuat strategi stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri, serta transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik, dan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan," ujarnya.
Langkah-langkah ini tidak hanya untuk mengintervensi secara langsung pergerakan nilai tukar, tetapi juga memberikan sinyal kuat kepada pasar bahwa stabilitas tetap menjadi prioritas utama BI.
Operasi Moneter Pro-Market sebagai Pilar Kebijakan
Di luar intervensi langsung di pasar valuta asing, BI juga menerapkan strategi operasi moneter berbasis pro-market. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah memperkuat transmisi penurunan suku bunga kebijakan serta menjaga daya tarik investasi portofolio asing.
Strategi tersebut mencakup berbagai instrumen penting, antara lain:
Pengelolaan struktur suku bunga melalui instrumen moneter dan swap valuta asing (valas);
Optimalisasi penggunaan Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Surat Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Surat Utang Valas Bank Indonesia (SUVBI);
Pelaksanaan lelang SRBI;
Pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder guna menjaga likuiditas di sistem keuangan.
Langkah ini dilakukan untuk menjamin bahwa pasar tetap likuid dan suku bunga acuan dapat tersalurkan secara efektif ke sektor riil.
Penguatan Pasar Uang dan Peran Dealer Utama
Tak hanya pada tingkat kebijakan makro, BI juga memfokuskan perhatian pada instrumen mikro yang mendukung efisiensi pasar uang domestik. Salah satunya adalah penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas yang memberikan fleksibilitas lebih besar bagi pelaku pasar untuk mengakses likuiditas.
Di samping itu, peran dealer utama terus diperkuat. Mereka didorong untuk lebih aktif dalam menggerakkan transaksi SRBI serta transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Dengan demikian, efisiensi pasar uang domestik dapat terjaga, dan stabilitas sistem keuangan nasional pun diperkuat.
Likuiditas Longgar, Posisi SRBI Menurun
Efektivitas kebijakan moneter yang diterapkan BI dapat dilihat dari dinamika instrumen pasar uang. Per 23 Juli 2025, posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp754,10 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan posisi awal tahun yang mencapai Rp923,53 triliun.
Penurunan ini dinilai sebagai bagian dari strategi ekspansi likuiditas yang diterapkan oleh BI. Dengan memberikan ruang likuiditas lebih besar di pasar, diharapkan sektor keuangan dan perbankan mampu lebih aktif menyalurkan kredit ke sektor produktif.
Pembelian SBN Tingkatkan Sinergi Kebijakan
Bank Indonesia juga mengambil peran aktif dalam mendukung pasar obligasi pemerintah. Hingga 25 Juli 2025, BI telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai total Rp147,59 triliun. Angka ini terdiri dari pembelian melalui pasar sekunder sebesar Rp104,71 triliun dan pembelian di pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk surat berbasis syariah, senilai Rp42,88 triliun.
"Pembelian SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah," kata Perry menegaskan.
Kolaborasi erat antara otoritas moneter dan fiskal diharapkan mampu menciptakan kebijakan ekonomi yang saling mendukung dan terintegrasi, terutama dalam menjaga stabilitas makroekonomi nasional.
Fokus Jangka Panjang: Stabilitas dan Kepercayaan Pasar
Langkah-langkah yang ditempuh Bank Indonesia di atas mencerminkan pendekatan menyeluruh yang tidak hanya berfokus pada reaksi jangka pendek terhadap tekanan pasar, tetapi juga pada pembangunan fondasi jangka panjang untuk stabilitas ekonomi nasional.
Stabilitas nilai tukar bukan hanya tentang mempertahankan angka tertentu, tetapi juga tentang membangun kepercayaan investor dan pelaku ekonomi terhadap arah kebijakan yang ditempuh. Dengan menggunakan instrumen yang tepat, BI berharap dapat menyeimbangkan antara kebutuhan stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus menyesuaikan kebijakan moneter sesuai dinamika global maupun domestik, dengan tetap menjaga independensi serta fokus pada stabilitas harga, nilai tukar, dan sistem keuangan.
Menatap Masa Depan Ekonomi yang Tangguh
Kebijakan stabilisasi nilai tukar yang dilakukan BI merupakan bagian integral dari upaya memperkuat pondasi ekonomi nasional. Intervensi pasar, operasi moneter pro-pasar, pengelolaan instrumen likuiditas, hingga pembelian SBN menunjukkan bahwa BI siap dan sigap dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Dengan strategi yang adaptif dan terukur, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga agar rupiah tetap stabil, pasar tetap likuid, dan perekonomian nasional tetap berada di jalur pertumbuhan yang sehat.