BATU BARA

Industri Global Dorong Penguatan Harga Batu Bara

Industri Global Dorong Penguatan Harga Batu Bara
Industri Global Dorong Penguatan Harga Batu Bara

JAKARTA - Kendati berbagai negara terus mengembangkan energi terbarukan, tren konsumsi batu bara global justru menunjukkan penguatan. Fakta ini tercermin dari pergerakan harga batu bara yang menguat pada perdagangan. Kenaikan harga ini terjadi di tengah proyeksi meningkatnya permintaan batu bara dunia, bahkan setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada tahun 2024.

Harga batu bara acuan Newcastle untuk kontrak Agustus 2025 naik tipis sebesar US$ 0,1 menjadi US$ 115,15 per ton. Kenaikan juga terjadi pada kontrak September 2025 yang menguat sebesar US$ 0,3 ke posisi US$ 117,4 per ton, serta Oktober 2025 yang naik sebesar US$ 0,2 menjadi US$ 118,8 per ton.

Sementara itu, harga batu bara di bursa Rotterdam menunjukkan pergerakan campuran. Untuk kontrak Agustus 2025, harga justru melemah sebesar US$ 0,65 ke level US$ 103,9. Harga September 2025 juga mengalami penurunan sebesar US$ 0,3 ke posisi US$ 105,35. Namun, kontrak Oktober 2025 naik sebesar US$ 0,1 menjadi US$ 106,6 per ton.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa prospek permintaan batu bara global belum surut, meskipun berbagai kebijakan energi bersih terus dicanangkan secara internasional. Dikutip dari laporan Oilprice, konsumsi batu bara global pada tahun 2024 justru mencetak rekor tertinggi, di tengah dorongan masif dunia untuk menurunkan emisi karbon dan memenuhi target iklim internasional.

Lonjakan konsumsi tersebut diperkirakan belum akan melambat dalam waktu dekat. Hal ini sejalan dengan rencana pembangunan lebih dari 850 tambang batu bara baru di berbagai belahan dunia. China menjadi salah satu negara yang paling agresif dalam ekspansi sektor ini, meskipun secara bersamaan negara tersebut juga memimpin dalam pembangunan energi terbarukan seperti angin dan surya.

Menurut laporan Global Energy Monitor, kapasitas tambang baru yang dibuka sepanjang tahun 2024 memang mengalami penurunan sebesar 46 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni menjadi 105 juta ton. Ini adalah pertumbuhan terendah dalam satu dekade terakhir, tepatnya sejak tahun 2014. Meski begitu, potensi tambang batu bara yang tengah dikembangkan secara global tetap mencapai angka mencengangkan, yakni 2,27 miliar ton per tahun.

Dari jumlah tersebut, sekitar setengahnya berada di China, yang juga tercatat sebagai konsumen terbesar batu bara dunia tahun lalu, dengan porsi sebesar 56 persen dari total konsumsi global.

Menariknya, fenomena peningkatan konsumsi batu bara tak hanya terjadi di negara berkembang atau Asia, namun juga menyentuh negara-negara maju. Jerman, misalnya, mengalami lonjakan penggunaan batu bara pada awal 2025. Hal ini dipicu oleh terjadinya ‘drought’ angin, yakni kondisi di mana angin bertiup sangat lemah dalam waktu lama, sehingga pembangkit listrik tenaga angin tidak mampu menghasilkan listrik dalam jumlah mencukupi.

Sementara itu, Amerika Serikat juga mencatatkan arah kebijakan baru dengan memberikan izin eksplorasi tambang batu bara di Tennessee. Keputusan ini sangat kontras dengan pendekatan energi bersih yang sebelumnya sangat dijunjung tinggi oleh pemerintah negara tersebut.

Di Eropa, produksi listrik berbasis batu bara pada paruh pertama 2025 meningkat sebesar 2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini merupakan level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Peningkatan ini terjadi di tengah merosotnya produksi listrik tenaga angin sebesar 9 persen. Meskipun gas alam mencatatkan kenaikan produksi sebesar 19 persen, hal itu belum cukup untuk menutup kekurangan energi secara keseluruhan.

Batu bara kembali menjadi pilihan darurat untuk menjaga pasokan listrik tetap stabil.

Padahal, untuk membatasi kenaikan suhu global tak lebih dari 1,5 derajat Celsius, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa produksi batu bara global perlu dikurangi hingga 75 persen dari tingkat tahun 2020 pada tahun 2030. Sayangnya, data tren menunjukkan arah sebaliknya.

Sejak kesepakatan iklim Paris pada tahun 2015, kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang telah beroperasi secara global mengalami peningkatan 13 persen. Total kapasitas tersebut kini mencapai 2.175 gigawatt (GW), dan masih ada tambahan 611 GW yang saat ini tengah dalam tahap perencanaan dan pengembangan.

Salah satu faktor pendorong utama meningkatnya permintaan energi termasuk dari batu bara adalah ledakan adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI). Infrastruktur yang mendukung AI membutuhkan energi dalam jumlah besar, dan batu bara masih menjadi sumber energi murah yang banyak dipilih.

Meskipun investasi besar telah dialirkan ke sektor energi terbarukan seperti angin, surya, dan baterai penyimpanan, kemampuan pembangkit tersebut untuk memenuhi kebutuhan daya dalam skala besar masih menghadapi tantangan, terutama dari sisi stabilitas pasokan dan biaya penyimpanan energi.

Bagi banyak negara, batu bara masih menjadi opsi realistis untuk menjembatani transisi energi, terutama dalam kondisi krisis atau kebutuhan mendesak. Bahkan di tengah tekanan global untuk melakukan dekarbonisasi, batu bara tetap memainkan peran penting dalam sistem energi global saat ini.

Dengan begitu, pergerakan harga batu bara yang menguat sepanjang akhir Juli 2025 bukan sekadar refleksi dari faktor teknikal pasar, melainkan cerminan nyata dari dinamika kebutuhan energi global yang kompleks. Di tengah tekanan untuk menuju masa depan rendah karbon, batu bara tetap menjadi bagian penting dalam peta jalan energi dunia, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index