JAKARTA - Menjelang pertengahan tahun 2025, publik sempat dihebohkan oleh isu mengenai potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kekhawatiran tersebut muncul seiring adanya wacana revisi iuran yang melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga terkait dan tim lintas kementerian. Namun hingga memasuki bulan Agustus 2025, belum terdapat perubahan resmi terkait besaran iuran bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Isu tersebut berawal dari pembahasan internal yang dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), yang mengusulkan adanya penyesuaian nilai iuran, terutama bagi segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Usulan ini disebut sebagai langkah untuk menjaga keberlanjutan program dan memastikan akses layanan tetap merata.
Namun demikian, hingga awal Agustus 2025, belum ada regulasi atau pengumuman resmi dari pemerintah mengenai kenaikan tarif iuran. Artinya, skema iuran yang berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan masih mengacu pada ketentuan sebelumnya.
Anggota DJSN, Mickael Bobby Hoelman akrab disapa Choki menyampaikan bahwa usulan tersebut masih dalam proses kajian oleh Tim Pokja Aktuaria, sebuah kelompok kerja yang beranggotakan perwakilan dari lintas kementerian dan lembaga pemerintah.
"Terkait penyesuaian nilai kontribusi atau premi masih dikaji oleh Tim Pokja Aktuaria yang beranggotakan lintas kementerian/lembaga," ujar Choki.
Sebagai informasi, saat ini iuran untuk peserta BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp42.000 per orang per bulan, dengan rincian Rp7.000 disubsidi pemerintah dan sisanya dibayar oleh peserta.
Sementara itu, besaran iuran untuk kelas II adalah Rp100.000 per orang per bulan, dan kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan. Struktur iuran ini masih merujuk pada kebijakan yang telah berlaku sebelumnya, termasuk ketentuan bantuan iuran dari pemerintah pada kelas tertentu.
Meski sempat muncul rumor bahwa tarif kelas III akan dinaikkan menjadi Rp71.000, faktanya tidak ada penetapan baru dari pemerintah mengenai nominal tersebut hingga saat ini. Artinya, peserta BPJS Kesehatan dari berbagai segmen tetap membayar iuran sesuai besaran sebelumnya tanpa kenaikan.
Kekhawatiran masyarakat sebenarnya cukup beralasan. Selama beberapa tahun terakhir, isu perubahan iuran seringkali menimbulkan ketidakpastian, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, pemerintah melalui instansi terkait terus menegaskan bahwa segala bentuk penyesuaian akan dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan keberlangsungan jaminan kesehatan nasional.
Di sisi lain, pemerintah juga sedang merancang peraturan baru yang akan merevisi Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Revisi ini berkaitan erat dengan rencana penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3, serta penggantian dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara bertahap. Sistem KRIS dimaksudkan untuk menciptakan layanan kesehatan yang lebih adil dan setara bagi seluruh peserta JKN.
Namun, penerapan KRIS hingga kini masih dalam tahap transisi. Penetapan tarif untuk sistem KRIS juga belum ditetapkan, sehingga besaran iuran masih menggunakan struktur lama berdasarkan Perpres Nomor 63 Tahun 2022. Peraturan ini juga memuat detail pembayaran iuran berdasarkan kategori peserta, baik yang berstatus PPU (Pekerja Penerima Upah), PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah), hingga PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Bagi peserta PPU yang bekerja di sektor pemerintahan seperti PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara, iuran ditetapkan sebesar 5% dari gaji bulanan, dengan 4% ditanggung pemberi kerja dan 1% oleh peserta. Skema serupa juga berlaku bagi pekerja di BUMN, BUMD, dan sektor swasta.
Sedangkan untuk anggota keluarga tambahan seperti anak keempat dan seterusnya, atau orang tua dan mertua peserta, dikenakan iuran tambahan sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dan dibayar sendiri oleh peserta bersangkutan.
Sementara itu, kerabat lain, asisten rumah tangga, dan peserta dari segmen PBPU maupun bukan pekerja, tetap mengikuti iuran standar kelas berdasarkan manfaat layanan. Kelas III, yang masih menjadi pilihan utama peserta mandiri karena harganya yang terjangkau, saat ini masih di angka Rp42.000 per bulan, dengan ketentuan subsidi dari pemerintah tetap berlaku.
Khusus bagi Veteran dan Perintis Kemerdekaan, serta keluarga mereka, pemerintah menanggung penuh iuran kesehatan mereka. Skema ini dihitung berdasarkan 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun.
Satu hal penting yang juga masih berlaku adalah ketentuan batas waktu pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan sejak 1 Juli 2016, kecuali jika dalam waktu 45 hari setelah aktivasi ulang status kepesertaan, peserta langsung mendapatkan pelayanan rawat inap.
Dengan segala dinamika dan isu yang berkembang, masyarakat diminta untuk tetap tenang dan mengikuti informasi resmi dari pemerintah dan lembaga terkait. Pemerintah memastikan bahwa setiap kebijakan baru akan disosialisasikan terlebih dahulu dan tidak akan diterapkan secara mendadak tanpa perhitungan dampak sosial-ekonomi.
Bagi peserta BPJS Kesehatan, tetap penting untuk memahami hak dan kewajiban mereka, serta memantau perkembangan kebijakan terbaru melalui kanal resmi, seperti situs atau aplikasi BPJS Kesehatan.
Hingga awal Agustus 2025, masyarakat dapat bernafas lega. Tidak ada perubahan atau kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku. Pemerintah masih menimbang berbagai aspek sebelum memutuskan penyesuaian iuran, dan untuk saat ini, tarif tetap berlaku sebagaimana sebelumnya.