JAKARTA - Kebijakan pembangunan perumahan di Indonesia kini tidak lagi sekadar menyasar pada pemenuhan kebutuhan papan masyarakat, melainkan telah diposisikan sebagai pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menjadi penegasan dari Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, dalam pernyataannya pada Diskusi Publik bertajuk “Rumah untuk Semua: Strategi Pemerintah Mempercepat Akses Hunian Layak” yang berlangsung di Jakarta.
Fahri menyoroti bagaimana sektor ini mampu menggerakkan berbagai lini ekonomi, mulai dari industri bahan bangunan, jasa konstruksi, hingga investasi swasta yang semakin meningkat. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan perumahan kini diarahkan agar lebih berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Perumahan: Bukan Sekadar Kebutuhan Dasar
- Baca Juga Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU
Dalam sambutannya, Wamen Fahri menyampaikan bahwa sektor perumahan akan menjadi salah satu motor penggerak utama perekonomian nasional. Menurutnya, melalui perencanaan dan pelaksanaan program-program strategis, pemerintah menargetkan agar pembangunan perumahan tidak hanya mempercepat akses hunian layak, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
“Dengan tiga program utama di sektor perumahan, kami telah menghitung total perputaran ekonomi di sektor perumahan bisa mencapai sekitar Rp310 triliun per tahun. Kontribusi ini berpotensi memberikan tambahan pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 1 sampai 1,3 persen dari target 8 persen yang dijanjikan Bapak Presiden Prabowo,” ujar Wamen Fahri Hamzah.
Pernyataan tersebut sekaligus memperlihatkan bahwa kebijakan di bidang perumahan telah diposisikan sebagai strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Ketiga program yang dimaksud menyasar pada renovasi rumah, pembangunan rumah baru, dan penataan kawasan pesisir.
Tiga Prioritas Utama Pemerintah di Sektor Perumahan
Untuk mendorong realisasi visi ini, pemerintah telah menetapkan tiga prioritas utama dalam kebijakan sektor perumahan. Wamen Fahri menjelaskan bahwa ketiganya dirancang secara terintegrasi agar dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat, sekaligus memacu aktivitas ekonomi nasional.
Program pertama yaitu renovasi dua juta rumah, yang ditujukan bagi masyarakat di desa yang telah memiliki rumah namun membutuhkan perbaikan agar layak huni. Program ini akan dimulai pada tahun anggaran mendatang dengan alokasi dana sebesar Rp43 triliun.
Kemudian, program kedua adalah pembangunan satu juta rumah baru. Proyek ini akan digarap melalui kemitraan strategis antara pemerintah dan sektor swasta. Fokus utamanya berada pada restorasi kawasan kumuh serta penyediaan hunian layak di wilayah perkotaan.
Sementara itu, program ketiga menargetkan penataan kawasan pesisir dan pembangunan rumah vertikal. Rencana ini akan mencakup sekitar 10 persen wilayah pesisir Indonesia dan menjadi bagian dari strategi pengurangan backlog perumahan nasional yang kini mencapai sekitar 20 juta unit.
Arah Baru Subsidi: Fokus pada Tanah
Salah satu gagasan penting yang diangkat dalam diskusi ini adalah perubahan pendekatan terhadap sistem subsidi di sektor perumahan. Fahri Hamzah menekankan bahwa ke depan, elemen subsidi sebaiknya tidak lagi hanya berfokus pada pembiayaan atau kredit, tetapi lebih diarahkan pada subsidi tanah.
“Elemen subsidi di seluruh dunia adalah tanah, bukan kredit. Dengan mengendalikan harga dan zonasi tanah, negara dapat memastikan pembangunan rumah sesuai kepentingan publik, bukan hanya orientasi keuntungan,” tegasnya.
Pernyataan ini merefleksikan pendekatan baru dalam perumahan rakyat, di mana akses atas tanah menjadi kunci penyediaan rumah yang lebih terjangkau. Dengan harga tanah yang terkendali, biaya total pembangunan rumah juga dapat ditekan, sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat mengaksesnya.
Hunian Vertikal: Solusi untuk Urbanisasi
Wamen Fahri juga menyoroti pentingnya pengembangan hunian vertikal, khususnya di kawasan padat penduduk dan perkotaan. Ia menyampaikan bahwa negara perlu melakukan konsolidasi lahan dan menyediakan skema sewa jangka panjang untuk menghadirkan hunian vertikal yang terjangkau.
“Jika tanah dikelola negara dan rumah dijual dengan harga rendah atau bahkan digratiskan setelah lunas, maka harga rumah akan lebih terjangkau bagi masyarakat,” jelasnya.
Gagasan ini diyakini mampu menjadi solusi atas keterbatasan lahan, terutama di kota-kota besar. Selain itu, hunian vertikal yang disubsidi tanahnya oleh negara dapat memberikan alternatif tinggal yang layak, aman, dan nyaman bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dampak Ekonomi Berganda yang Diharapkan
Tidak hanya menyasar pada peningkatan akses hunian, tiga program prioritas di atas juga diharapkan memberikan efek berganda yang luas terhadap sektor ekonomi lainnya. Dalam paparannya, Wamen Fahri menyatakan bahwa implementasi program ini akan menciptakan rangkaian aktivitas ekonomi yang melibatkan berbagai sektor.
“Ketiga program ini tidak hanya mengurangi backlog perumahan, tetapi juga menggerakkan sektor konstruksi, bahan bangunan, tenaga kerja, dan investasi swasta. Dampaknya langsung terasa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” tutupnya.
Dengan begitu, kebijakan perumahan tidak lagi bersifat sektoral, melainkan telah menjadi strategi makro yang menyasar pemulihan ekonomi secara menyeluruh. Inilah yang menjadi alasan mengapa sektor ini kini menjadi sorotan utama dalam agenda pembangunan nasional ke depan.
Transformasi arah kebijakan perumahan yang ditekankan oleh Wamen Fahri Hamzah menunjukkan bahwa perumahan bukan lagi hanya urusan sosial, melainkan bagian integral dari strategi pertumbuhan ekonomi. Dengan pendekatan inovatif yang berfokus pada tanah, renovasi rumah desa, pembangunan hunian vertikal, dan kolaborasi sektor swasta, sektor ini diproyeksikan memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional.
Harapannya, masyarakat mendapatkan hunian yang layak dan terjangkau, sementara ekonomi terus bergerak melalui lapangan kerja dan investasi yang tercipta. Langkah-langkah strategis ini membuka peluang baru bagi Indonesia menuju pembangunan inklusif dan berkelanjutan.