Industri

Industri Batik Berkelanjutan Dorong Pelestarian Budaya

Industri Batik Berkelanjutan Dorong Pelestarian Budaya
Industri Batik Berkelanjutan Dorong Pelestarian Budaya

JAKARTA - Dalam era modern saat ini, kesadaran global terhadap pelestarian lingkungan dan kebutuhan produk ramah lingkungan kian meningkat. Industri batik di Indonesia pun merespons perubahan ini dengan mengusung konsep keberlanjutan. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) aktif mendorong transformasi industri batik agar menerapkan prinsip sustainability secara menyeluruh.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA), Reni Yanita, menegaskan bahwa menciptakan ekosistem industri batik yang berkelanjutan memerlukan kolaborasi erat antar berbagai pihak. “Industri batik yang berkelanjutan merupakan bentuk kecintaan kita terhadap kekayaan budaya dan alam nusantara. Namun transformasi menuju industri yang berkelanjutan tersebut harus menyentuh segala sisi agar lebih efektif, karena itu kerja sama antar pihak sangat dibutuhkan,” ujarnya dalam siaran pers Kemenperin, Selasa, 12 Agustus 2025.

Transformasi ini bukan hanya sekadar perbaikan dalam proses produksi, tetapi juga melibatkan aspek regulasi, teknologi, standardisasi, pengurangan dampak lingkungan, hingga dukungan konsumen dan masyarakat luas. Reni menyatakan, “Karena bagaimanapun, transformasi industri membutuhkan kesadaran kolektif kita bersama.” Hal ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan holistik dan sinergi di semua tingkatan demi mewujudkan keberlanjutan.

Untuk mewujudkan ekosistem batik berkelanjutan, Ditjen IKMA bekerja sama dengan berbagai satuan kerja di Kemenperin serta pemangku kepentingan lain seperti asosiasi, kementerian/lembaga, hingga pelaku usaha batik. Melalui kolaborasi tersebut, mereka dapat memperoleh wawasan lintas disiplin yang saling melengkapi, sehingga kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan efektif, kata Reni.

Guna meningkatkan kesadaran kolektif dan memicu kolaborasi, Ditjen IKMA menggelar diskusi bersama stakeholder dalam acara Gelar Batik Nusantara (GBN) yang berlangsung pada akhir Juli 2025. Diskusi bertajuk “Cinta Wastra Nusantara: Penerapan Keberlanjutan Lingkungan pada Industri Batik” ini diselenggarakan antara tanggal 30 Juli hingga 3 Agustus 2025.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber penting seperti Kepala BBSPJI Kerajinan dan Batik, Jonni Afrizon; Pembina Industri Ahli Madya Pusat Industri Hijau, Achmad Taufik; Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Kementerian Lingkungan Hidup, Marni Sulistyowati; dan Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), Komarudin Kudiya.

Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, mengemukakan bahwa diskusi tersebut menyoroti isu keberlanjutan dari sudut pandang instansi yang berbeda. “Kami berupaya merumuskan langkah-langkah yang dapat kami lakukan bersama untuk mewujudkan industri batik berkelanjutan,” ujarnya.

Dari sisi produksi, Kepala BBSPJI, Jonni Afrizon, menekankan pentingnya penggunaan bahan baku dan bahan penolong yang bersifat alami dan biodegradable. Hal ini sejalan dengan prinsip ramah lingkungan yang mendorong pemakaian bahan yang mudah terurai serta menghindari bahan kimia berbahaya. Menurut Jonni, Indonesia sangat beruntung karena memiliki sumber daya alam melimpah dari hutan yang bisa dimanfaatkan secara lestari.

Sementara itu, dari sudut pandang pelaku usaha batik, Komarudin Kudiya menegaskan pentingnya inovasi dalam penggunaan bahan yang ramah lingkungan namun tetap terjangkau. Hal ini penting agar industri kecil dan menengah (IKM) dapat mengadopsi praktik berkelanjutan tanpa beban biaya berlebihan.

Dari sisi kebijakan, Achmad Taufik menyampaikan bahwa Pusat Industri Hijau memberikan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal, termasuk edukasi, pendampingan, serta penghargaan bagi industri yang telah menerapkan standar industri hijau. Program-program tersebut menjadi bagian dari upaya mempercepat adopsi prinsip keberlanjutan di sektor batik.

Mengenai dampak lingkungan, Marni Sulistyowati menyoroti pentingnya pengelolaan limbah air hasil produksi batik. Ia menekankan penerapan prinsip 3R  reduce, reuse, dan recycle dalam pengelolaan limbah agar industri batik dapat berjalan sesuai dengan kaidah lingkungan yang berkelanjutan.

Dengan langkah-langkah ini, industri batik Indonesia tidak hanya melestarikan kekayaan budaya bangsa, tetapi juga menjaga kelestarian alam. Keberlanjutan bukan lagi sekadar slogan, melainkan kebutuhan nyata yang menghubungkan nilai tradisi dengan tuntutan zaman modern.

Melalui kolaborasi berbagai pihak dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, industri batik diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi contoh bagi sektor lainnya dalam mewujudkan produksi yang bertanggung jawab. Industri batik berkelanjutan ini bukan hanya mengangkat citra produk lokal, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di pasar global yang kini semakin peduli pada isu lingkungan dan sosial.

Kecintaan terhadap warisan budaya serta alam nusantara kini diwujudkan dalam langkah nyata yang menjanjikan masa depan lebih hijau dan lestari. Dengan menjaga tradisi sekaligus berinovasi dalam keberlanjutan, batik Indonesia siap menjadi ikon kebanggaan yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga bermanfaat bagi bumi dan generasi mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index