JAKARTA - Siapa bilang pakaian yang ramah lingkungan harus selalu mahal dan memakai teknologi canggih? Alam justru menyediakan bahan unik sekaligus ramah lingkungan yang sudah digunakan sejak lama, yaitu kulit kayu terap. Bahan ini bukan sekadar kain biasa, melainkan warisan budaya yang menyimpan potensi besar sebagai solusi fashion berkelanjutan dan biodegradable.
Kulit kayu terap berasal dari pohon Artocarpus elasticus, kerabat dekat nangka dan sukun, yang tumbuh subur di hutan tropis Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Masyarakat tradisional di Kalimantan, Sumatra, dan pedalaman Sulawesi telah lama memanfaatkan kulit kayu terap untuk membuat pakaian, tikar, dan kain upacara. Fakta ini membuktikan bahwa bahan alami ini sudah menjadi bagian dari “fashion ramah bumi” jauh sebelum istilah biodegradable populer di kalangan pecinta mode modern.
Mengolah kulit kayu terap bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebuah seni yang dijalankan secara alami tanpa menggunakan mesin atau bahan kimia. Prosesnya dimulai dengan hati-hati melepas kulit luar pohon agar pohon tetap hidup dan tidak mati. Kemudian, bagian dalam kulit kayu dipukul-pukul menggunakan pemukul kayu atau batu pipih hingga seratnya menjadi tipis dan lembut. Setelah itu, lembaran kulit kayu dijemur di bawah sinar matahari sampai kering dan bisa diwarnai menggunakan pewarna alami dari daun, akar, atau buah-buahan. Teknik ini tidak melibatkan listrik atau bahan kimia berbahaya sehingga menghasilkan kain dengan tekstur earthy dan warna khas yang membuat setiap potongan terasa unik dan punya karakter.
Salah satu keunggulan terbesar dari kulit kayu terap adalah sifatnya yang biodegradable. Saat pakaian sudah rusak atau tidak dipakai lagi, bahan ini akan terurai secara alami di tanah tanpa meninggalkan jejak polusi. Berbeda dengan polyester yang bisa memerlukan ratusan tahun untuk terurai, kulit kayu terap hanya membutuhkan waktu beberapa bulan hingga setahun untuk kembali ke alam. Bayangkan jika lebih banyak orang menggunakan bahan seperti ini, maka limbah tekstil yang menumpuk di dunia bisa jauh berkurang. Kita tetap bisa tampil modis tanpa meninggalkan “sampah mode” yang merusak bumi untuk generasi mendatang.
Meski terlihat sederhana, kulit kayu terap memiliki daya tarik visual yang unik dan alami. Teksturnya yang khas dan warna netral membuatnya mudah dipadukan dengan berbagai motif atau potongan modern. Desainer kreatif dapat mengubah bahan ini menjadi jaket bergaya rustic, gaun etnik yang anggun, atau tas serta aksesori yang artistik. Bahkan, beberapa fashion show internasional sudah menampilkan karya berbahan kulit kayu terap. Saat model berjalan di runway, banyak yang terkejut mengetahui bahwa pakaian yang mereka kenakan terbuat dari bahan alami yang berasal dari kulit pohon.
Pemanfaatan kulit kayu terap bukan hanya soal tren fashion, tapi juga soal pelestarian budaya dan lingkungan. Setiap kali bahan ini digunakan, ada peluang besar untuk memberdayakan pengrajin lokal di desa-desa yang selama ini menjaga teknik tradisional pembuatan kulit kayu terap. Permintaan yang stabil juga dapat mendorong masyarakat untuk menanam lebih banyak pohon terap, menjaga hutan, dan menghindari praktik tebang habis yang merusak ekosistem. Dengan demikian, kita tidak hanya mengurangi limbah mode, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian paru-paru dunia.
Meski memiliki banyak keunggulan, kulit kayu terap juga menghadapi tantangan di era modern. Produksinya yang masih memakan waktu dan tenaga besar sulit mengikuti tuntutan pasar modern yang menginginkan produksi cepat dalam jumlah besar. Selain itu, belum banyak konsumen yang mengetahui tentang bahan ini sehingga edukasi dan promosi menjadi sangat penting. Teknologi ramah lingkungan bisa menjadi solusi untuk mempercepat proses produksi tanpa merusak kualitas alami bahan. Contohnya adalah alat sederhana yang dapat membantu meratakan serat atau mempercepat pengeringan kulit kayu terap, namun tetap mempertahankan teknik tradisional yang diwariskan secara turun-temurun.
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan kulit kayu terap sebagai ikon eco-fashion dunia. Dengan branding dan strategi pemasaran yang tepat, bahan ini bisa menembus pasar internasional sebagai pilihan premium bagi konsumen yang mencari mode ramah lingkungan sekaligus penuh dengan cerita budaya. Bayangkan label pada pakaian yang tidak hanya mencantumkan ukuran dan bahan, tetapi juga menceritakan asal-usul pohon terapnya, siapa pengrajin yang membuatnya, dan bagaimana setiap potongan pakaian tersebut berkontribusi pada pelestarian hutan.
Memilih baju dari kulit kayu terap bukan hanya sekadar soal gaya berpakaian, melainkan juga pernyataan sikap. Ini adalah cara untuk menghargai alam, mendukung ekonomi lokal, dan mengurangi jejak karbon yang kita tinggalkan di bumi. Di tengah tren fast fashion yang kerap menghasilkan limbah tekstil berlebihan, bahan alami seperti kulit kayu terap menjadi pilihan yang keren sekaligus bermakna. Bukankah lebih keren memakai baju yang memiliki cerita, nilai budaya, dan keindahan alami, daripada hanya mengikuti tren sesaat yang cepat dilupakan?
Kulit kayu terap adalah contoh nyata bahwa solusi fashion berkelanjutan sudah ada di sekitar kita, tinggal bagaimana kita membuka mata dan hati untuk menerimanya. Dengan keindahan alami, sifat biodegradable, dan cerita budaya yang kaya, bahan ini bukan sekadar alternatif ramah lingkungan, tetapi juga harapan masa depan fashion yang lebih hijau dan bertanggung jawab.
Jadi, lain kali ketika melihat pakaian dari kulit kayu terap, ingatlah bahwa itu bukan sekadar kain dari pohon, melainkan potongan kecil dari sejarah, alam, dan masa depan yang ingin kita jaga bersama.