KEMENKES

Kemenkes Fokus Kurangi Angka Kematian DBD

Kemenkes Fokus Kurangi Angka Kematian DBD
Kemenkes Fokus Kurangi Angka Kematian DBD

JAKARTA - Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman kesehatan yang serius di Indonesia hingga pertengahan tahun 2025. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kematian akibat DBD masih terus terjadi, menegaskan pentingnya kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini. Di tengah tingginya jumlah kasus, upaya deteksi dini dan penanganan cepat menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko kematian yang disebabkan oleh DBD. Masyarakat diajak untuk mengenali gejala-gejala awal penyakit ini agar segera mendapatkan penanganan medis yang tepat.

Per 28 Juli 2025, Kemenkes mencatat sebanyak 398 kematian akibat DBD dengan total kasus mencapai 95.018. Ketua Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes, Fajar Silalahi, menyampaikan dalam sebuah webinar penanggulangan dengue pada Selasa, 12 Agustus 2025, bahwa angka kematian sebenarnya telah mencapai sekitar 400 kasus. Ini menandakan bahwa kematian akibat DBD masih terus terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2025. Kondisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun sudah ada berbagai upaya pengendalian, DBD belum sepenuhnya dapat diatasi.

Provinsi-provinsi yang mencatat angka kematian tertinggi akibat DBD adalah Jawa Timur dengan 84 kasus, Jawa Barat 83 kasus, dan Jawa Tengah 53 kasus. Provinsi Riau dan Lampung juga mengalami kematian masing-masing sebanyak 21 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah-wilayah tersebut memerlukan perhatian khusus dalam penanganan dan pencegahan DBD. Sementara itu, jumlah kasus DBD terbanyak tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci per provinsi, fakta ini menggambarkan konsentrasi penyakit DBD yang cukup tinggi di Pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya.

Fajar menambahkan bahwa Pulau Jawa, terutama Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan DKI Jakarta merupakan kantong-kantong utama penularan DBD. Konsentrasi kasus yang tinggi di wilayah-wilayah tersebut menuntut upaya pencegahan yang lebih intensif dan sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, serta masyarakat luas.

Salah satu faktor utama kematian akibat DBD adalah keterlambatan dalam penanganan. Banyak pasien yang datang ke fasilitas kesehatan setelah kondisi mereka sudah parah sehingga peluang penyembuhan menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting dilakukan agar kasus DBD dapat segera ditangani dengan tepat dan kematian bisa dicegah. Kunci keberhasilan pengendalian DBD terletak pada kemampuan masyarakat mengenali gejala awal penyakit ini.

Gejala DBD yang harus dikenali meliputi demam tinggi yang tidak kunjung turun meski sudah diberikan obat penurun panas, sakit kepala, nyeri persendian, ruam pada kulit, muntah-muntah yang berkelanjutan, serta mimisan. Gejala-gejala ini memang mirip dengan penyakit lain, sehingga masyarakat perlu berhati-hati dan tidak mengabaikan tanda-tanda tersebut. Mengingat Indonesia merupakan wilayah endemis DBD, di mana kasus penyakit ini dapat muncul sepanjang tahun, kewaspadaan harus selalu dijaga.

“Kalau ada tanda-tanda seperti itu harap segera memastikan pemeriksaan ke sarana fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” pesan Fajar. Anjuran ini menegaskan pentingnya respons cepat masyarakat terhadap gejala DBD agar penanganan medis bisa dilakukan sesegera mungkin.

Kemenkes terus mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi DBD. Masyarakat harus aktif melakukan pencegahan, misalnya dengan menghilangkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk seperti genangan air, menjaga kebersihan lingkungan, dan menggunakan alat pelindung diri seperti kelambu dan obat anti nyamuk. Upaya pencegahan ini sangat efektif menekan penyebaran virus dengue.

Selain itu, pemerintah juga gencar mengadakan kegiatan edukasi dan sosialisasi agar masyarakat semakin sadar akan bahaya DBD dan pentingnya deteksi dini. Langkah-langkah ini diperlukan untuk memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat menghadapi penyakit yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Dengan kesadaran tinggi dan respons cepat dari masyarakat, angka kematian akibat DBD diharapkan dapat terus ditekan. Keberhasilan penanganan DBD bukan hanya tanggung jawab tenaga medis dan pemerintah, tetapi juga bergantung pada peran aktif masyarakat dalam mengenali gejala dan segera mencari pengobatan.

Upaya kolektif ini menjadi pondasi penting untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan kuat dari ancaman penyakit. Setiap individu memiliki peran dalam mencegah penyebaran DBD, sehingga bersama-sama kita dapat menjaga kualitas hidup dan mengurangi dampak buruk penyakit ini.

Kesimpulannya, data kematian akibat DBD yang masih terjadi hingga Juli 2025 menjadi pengingat bahwa penyakit ini belum hilang dari tengah-tengah kita. Namun dengan langkah nyata seperti deteksi dini, penanganan cepat, serta upaya pencegahan yang konsisten, kita dapat bersama-sama mengurangi risiko kematian dan menjaga kesehatan bangsa.

Semangat gotong royong dan kesadaran akan pentingnya kesehatan menjadi kunci keberhasilan pengendalian DBD. Indonesia yang kuat adalah Indonesia yang sehat, di mana setiap warganya mendapat akses pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index