JAKARTA - Panen tembakau di wilayah utara Sungai Brantas, Jombang, mulai berlangsung meski jumlahnya masih terbatas. Para petani memilih menjual tembakau dalam kondisi basah karena ketidakpastian cuaca yang menyulitkan proses pengeringan. Salah satu wilayah yang sudah memasuki masa panen adalah Kecamatan Kudu.
Menurut Tek Diwanto, Ketua Gapoktan Desa Bendungan, panen baru mulai terlihat dalam tiga hari terakhir. “Yang sudah bisa panen itu yang tanamnya awal, sekitar Mei lalu, dan tidak terdampak cuaca buruk. Desa Bendungan dan Menturus sudah mulai panen,” jelas Tek, Rabu, 13 Agustus 2025.
Pilih Jual Basah karena Cuaca Tak Menentu
- Baca Juga Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU
Di momen awal panen, para petani lebih memilih menjual hasil panen dalam kondisi basah kepada tengkulak. Di Desa Bendungan, tembakau basah dijual ke pasar Tulungagung dengan harga Rp 6.500 per kilogram.
Harga tersebut dianggap lumayan bagi petani, walaupun masih jauh di bawah harga tembakau kering yang bisa mencapai Rp 45.000 hingga Rp 50.000 per kilogram. Tek menuturkan bahwa ketidakpastian cuaca membuat mereka enggan menjemur tembakau. Proses pengeringan bisa memakan waktu satu minggu atau lebih, sehingga risiko gagal atau kerusakan tinggi.
“Cuaca yang tidak menentu membuat petani enggan menjemur, karena pengeringan bisa butuh waktu satu minggu atau lebih,” tambah Tek. Pilihan menjual basah dianggap lebih aman dan mengurangi risiko kerugian.
Gudang dan Pabrik Belum Buka
Selain faktor cuaca, para petani juga menunggu harga resmi dari gudang dan pabrik penampung tembakau. Sampai saat ini, fasilitas tersebut belum mulai beroperasi sehingga harga kering belum diketahui. Kondisi ini membuat petani cenderung tidak berspekulasi dengan menjemur tembakau untuk dijual kering.
Tek memprediksi bahwa keputusan untuk menjemur tembakau dan menjual kering akan bergantung pada pembukaan gudang dan keluarnya harga resmi. “Mungkin nanti kalau gudang sudah buka dan keluar harga, petani akan menjemur dan jual kering,” pungkas Tek.
Dampak Panen Awal bagi Petani
Panen awal ini memberikan gambaran tentang strategi bertani yang fleksibel di tengah cuaca yang tidak menentu. Para petani harus menyeimbangkan antara menjaga kualitas produk dan memastikan hasil panen cepat terjual. Penjualan tembakau basah menjadi alternatif agar modal tidak tertahan terlalu lama.
Meski harga basah jauh lebih rendah dibanding harga kering, keputusan ini mencerminkan adaptasi petani terhadap risiko alam. Para petani tidak hanya menyesuaikan dengan kondisi cuaca, tetapi juga mempertimbangkan faktor pasar dan distribusi.
Harga dan Strategi Jual
Harga Rp 6.500 per kilogram untuk tembakau basah di pasar Tulungagung dianggap cukup untuk menutupi biaya produksi dan memberi sedikit keuntungan. Petani yang tanam awal dan berhasil panen kini mendapatkan pendapatan awal, sekaligus mengurangi risiko kerusakan akibat cuaca buruk.
Tek menambahkan bahwa harga tembakau kering yang bisa mencapai Rp 45.000 hingga Rp 50.000 per kilogram memang lebih menggiurkan, tetapi risiko gagal panen juga lebih tinggi jika menjemur saat cuaca tak bersahabat. Oleh sebab itu, strategi menjual basah menjadi pilihan aman di awal panen.
Harapan Petani dan Pasar
Petani berharap bahwa kondisi cuaca segera stabil agar proses pengeringan bisa dilakukan dengan baik. Dengan demikian, mereka bisa menjual tembakau kering yang memberikan keuntungan lebih besar. Keputusan untuk menjual basah saat ini hanyalah langkah sementara yang bersifat adaptif terhadap kondisi alam dan pasar.
Pemantauan harga oleh gudang dan pabrik diharapkan memberikan kepastian bagi petani dalam menentukan waktu menjemur. Ketika harga resmi diumumkan, sebagian petani kemungkinan akan menjemur tembakau dan menjualnya dalam kondisi kering.
Panen tembakau di Kecamatan Kudu dan beberapa desa lain di Jombang menunjukkan bagaimana petani menghadapi ketidakpastian cuaca dengan strategi praktis. Pilihan menjual basah menjadi solusi agar modal cepat kembali dan risiko kerusakan minimal.
Meski harga basah jauh lebih rendah daripada harga kering, langkah ini memungkinkan petani untuk tetap bertahan dan memastikan hasil panen tidak hilang sia-sia. Strategi ini juga menunjukkan fleksibilitas para petani dalam menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan kondisi pasar.
Dengan pembukaan gudang dan pengumuman harga resmi, petani diprediksi akan mulai menjemur dan menjual tembakau kering, sehingga pendapatan mereka meningkat. Namun, di awal panen, fokus utama tetap menjaga hasil panen agar tidak rusak, serta memastikan pemasukan tetap berjalan.
Ke depan, pola adaptasi seperti ini akan menjadi strategi penting bagi petani tembakau di Jombang, terutama menghadapi ketidakpastian cuaca. Penjualan basah pada awal panen menjadi bukti bahwa ketahanan dan kecerdikan petani lokal tetap menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan alam dan pasar.