LISTRIK

Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,6 Triliun

Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,6 Triliun
Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,6 Triliun

JAKARTA - Pemerintah memastikan anggaran subsidi listrik pada tahun 2026 meningkat signifikan menjadi Rp104,6 triliun, atau naik 17,5% dibandingkan outlook tahun anggaran 2025 yang sebesar Rp89 triliun. Anggaran ini menyerap hampir setengah dari total subsidi energi dalam RAPBN 2026, tepatnya 49,7% dari total Rp210,1 triliun.

Kenaikan ini tercatat dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, dikutip Selasa, 19 Agustus 2025. Salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan anggaran adalah kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik, selain peningkatan volume listrik bersubsidi yang akan diterima masyarakat.

Beberapa penyebab kenaikan BPP listrik meliputi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, meningkatnya pemakaian biomassa untuk cofiring PLTU, serta kenaikan bauran energi BBM. Langkah ini dilakukan untuk menjaga keandalan pasokan listrik, khususnya di daerah 3T, yakni tertinggal, terdepan, dan terluar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan jumlah pelanggan listrik subsidi tahun depan mencapai 44,88 juta pelanggan, meningkat dari asumsi APBN 2025 yang sebesar 42,08 juta pelanggan. Kenaikan jumlah pelanggan ini juga menjadi faktor yang membuat anggaran subsidi listrik bertambah dibanding tahun sebelumnya.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan pengendalian subsidi listrik agar tepat sasaran dan efisien. Upaya ini dilakukan melalui beberapa strategi, termasuk penetapan roadmap specific fuel consumption (SFC) pada pembangkit PLN, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$7 per MMBtu, dan penetapan ceiling price pembelian listrik dari produsen swasta (IPP).

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan roadmap susut jaringan tenaga listrik PLN dan penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar US$70 per ton. Semua langkah tersebut bertujuan mengendalikan biaya produksi listrik agar subsidi dapat digunakan secara optimal.

Subsidi listrik rumah tangga juga akan diberikan tepat sasaran melalui pemadanan data pelanggan dengan data kesejahteraan sosial. Ke depan, Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) menjadi acuan untuk memastikan subsidi diterima oleh rumah tangga yang benar-benar membutuhkan.

Dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 disebutkan dua arah utama kebijakan subsidi listrik: pertama, subsidi untuk rumah tangga miskin dan rentan sesuai DTSEN, disertai penyesuaian tarif (tariff adjustment) bagi pelanggan non-subsidi; kedua, mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil, memperhatikan aspek ekonomi, sosial, fiskal, dan lingkungan.

Pemerintah menekankan bahwa kebijakan transisi energi harus dilakukan hati-hati, mempertimbangkan kondisi sektor ketenagalistrikan dan kemampuan fiskal negara. Transisi energi diarahkan dari energi berbasis fosil menuju Energi Baru Terbarukan (EBT), sejalan dengan komitmen menekan emisi dan mendukung keberlanjutan lingkungan.

Dengan kebijakan ini, subsidi listrik diharapkan tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga mendorong pemanfaatan energi yang lebih bersih. Upaya efisiensi energi dan transisi ke EBT diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan keuangan negara.

Peningkatan anggaran subsidi listrik juga mencerminkan tantangan yang harus dikelola pemerintah. Lonjakan BPP dan jumlah pelanggan subsidi menunjukkan perlunya strategi yang hati-hati agar anggaran digunakan secara optimal. Penerapan DTSEN menjadi kunci agar distribusi subsidi adil dan transparan.

Bagi masyarakat, kebijakan ini berarti rumah tangga miskin dan rentan tetap mendapat akses listrik yang terjangkau, meski tarif listrik non-subsidi disesuaikan. Selain itu, penerapan langkah-langkah efisiensi energi diharapkan membantu mengurangi pemborosan listrik dan menekan biaya bagi PLN.

Upaya pengendalian subsidi listrik mencakup berbagai langkah teknis, mulai dari penggunaan bahan bakar yang lebih efisien, penyesuaian tarif, hingga pengendalian pasokan dari produsen swasta. Semua ini bertujuan menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi, keberlanjutan fiskal, dan keberlanjutan lingkungan.

Pemerintah juga menekankan pentingnya pengawasan dan evaluasi agar setiap rupiah dari anggaran subsidi digunakan sebaik mungkin. Efektivitas subsidi listrik sangat bergantung pada akurasi data pelanggan dan disiplin pengelolaan biaya pokok penyediaan listrik.

Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa transisi energi harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Langkah ini tidak hanya menjaga ketersediaan listrik, tetapi juga memastikan proses transisi energi berjalan adil, tidak menimbulkan beban berlebih bagi rumah tangga miskin.

Subsidi listrik yang tepat sasaran diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus mendorong efisiensi energi di seluruh sektor. Implementasi kebijakan ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah mengurangi dampak negatif energi fosil, meningkatkan penggunaan energi bersih, dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Secara keseluruhan, peningkatan anggaran subsidi listrik 2026 menjadi Rp104,6 triliun menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan listrik terjangkau bagi masyarakat miskin, menjaga kestabilan sektor ketenagalistrikan, dan mendorong transisi energi yang berkelanjutan. Kebijakan ini diharapkan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan, serta memperkuat pondasi fiskal negara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index