JAKARTA - Transformasi digital kini menjadi fondasi penting bagi industri perbankan di Indonesia. Di tengah tantangan perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), kehadiran layanan berbasis teknologi seperti QRIS dan mobile banking berhasil menciptakan peluang baru. Tidak hanya menopang pertumbuhan dana murah atau current account saving account (CASA), digitalisasi juga memperbesar potensi fee based income yang dapat memperkuat profitabilitas bank dalam jangka panjang.
Analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, menegaskan bahwa tren transaksi digital yang semakin masif mampu mendorong bank mengumpulkan dana murah lebih signifikan. “Hal ini penting untuk menjaga profitabilitas bank di tengah dinamika ekonomi dan suku bunga yang fluktuatif,” ujarnya.
Ekspansi QRIS dan Layanan Lintas Negara
PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (BWS) menjadi contoh nyata bagaimana perbankan mengadopsi digitalisasi untuk memperluas layanan. Bank ini sudah mengintegrasikan QRIS dalam mobile banking mereka, dan kini tidak hanya dapat digunakan di dalam negeri, tetapi juga merambah transaksi lintas negara. Saat ini, QRIS BWS telah bisa dipakai di Singapura, Malaysia, Thailand, hingga Jepang.
Layanan pembayaran lintas negara membuka peluang besar, baik bagi wisatawan Indonesia di luar negeri maupun pelaku usaha dari negara mitra yang bertransaksi di Tanah Air. Kemudahan pembayaran tanpa harus menukar mata uang asing menjadikan QRIS sebagai solusi praktis dan efisien.
Dampaknya pun mulai terlihat pada kinerja bank. BWS mencatatkan pendapatan fee based income dari jasa transfer sebesar Rp19,7 miliar pada semester I/2025. Angka ini melonjak 94,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp10,2 miliar.
Pertumbuhan Dana Murah Lewat Aplikasi Syariah
Inovasi digital juga mendorong pencapaian signifikan di Bank Mega Syariah. Hingga Juni 2025, bank ini berhasil menumbuhkan DPK sebesar 18% secara tahunan menjadi lebih dari Rp11 triliun. Capaian tersebut jauh melampaui rata-rata industri yang hanya mencatatkan pertumbuhan 6,96% yoy.
Kenaikan DPK itu diikuti dengan pertumbuhan CASA sebesar 7,9% yoy, sehingga total CASA mencapai Rp3,27 triliun. Salah satu faktor kunci keberhasilan adalah aplikasi M-Syariah, yang dalam satu tahun terakhir mencatat lonjakan pengguna aktif hingga 65% yoy.
Mayoritas nasabah menggunakan layanan digital untuk berbagai transaksi, dengan rincian transfer sebesar 45%, transaksi QRIS 27%, top up e-wallet 18%, dan sisanya 10% untuk aktivitas lain. Melalui program inovatif seperti Balapan QRIS, volume transaksi QRIS di Bank Mega Syariah meroket hingga 127% yoy. Pertumbuhan ini turut mengangkat fee based income dari kanal QRIS sebesar 124% yoy, memberikan kontribusi tambahan pada kinerja bank.
Lonjakan QRIS Secara Nasional
Perkembangan QRIS tidak hanya terlihat pada kinerja satu atau dua bank. Secara nasional, penggunaannya terus menunjukkan peningkatan signifikan. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa volume transaksi QRIS pada Juli 2025 tumbuh hingga 162,77% yoy.
“Volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS tumbuh sangat tinggi yaitu 162,77% yoy,” kata Perry.
Data tersebut membuktikan bahwa masyarakat semakin terbiasa dengan transaksi digital, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun aktivitas bisnis. Fenomena ini menjadi katalis penting dalam memperluas basis dana murah bank, sekaligus memperkuat pendapatan berbasis komisi.
Strategi Bank dalam Mengoptimalkan Digitalisasi
Tingginya pertumbuhan CASA dan fee based income dari kanal digital membuat bank semakin fokus mengoptimalkan teknologi. Implementasi mobile banking yang dilengkapi QRIS, e-wallet, hingga fitur pembayaran lintas negara menjadi senjata utama untuk memenangkan persaingan.
Di sisi lain, strategi edukasi nasabah melalui program menarik juga semakin digencarkan. Misalnya, dengan memberikan promosi cashback atau insentif transaksi digital agar adopsi QRIS dan layanan mobile banking terus meningkat. Langkah ini terbukti efektif memperluas basis pengguna sekaligus meningkatkan loyalitas nasabah.
Selain itu, dengan semakin masifnya digitalisasi, bank dapat menekan biaya operasional tradisional. Layanan berbasis digital yang lebih efisien memungkinkan bank untuk mengalokasikan sumber daya pada pengembangan produk baru yang inovatif.
Digitalisasi sebagai Pilar Pertumbuhan Jangka Panjang
Transformasi digital di sektor perbankan tidak hanya menjadi respons terhadap perlambatan DPK, tetapi juga strategi jangka panjang untuk menjaga daya saing. Dengan pertumbuhan CASA yang semakin kuat, bank dapat memiliki ruang lebih besar untuk menekan biaya dana.
Kombinasi antara CASA yang kokoh dan peningkatan fee based income membuat bank lebih siap menghadapi dinamika ekonomi dan tekanan suku bunga. Tidak mengherankan jika ke depan, digitalisasi akan menjadi faktor utama yang membedakan bank yang adaptif dan inovatif dengan yang tertinggal.
Melalui dukungan regulasi yang pro-inovasi serta kolaborasi dengan berbagai pihak, ekosistem digital perbankan Indonesia diproyeksikan akan terus berkembang. QRIS lintas negara, mobile banking multifungsi, hingga program inklusi keuangan berbasis digital diperkirakan akan menjadi motor penggerak pertumbuhan perbankan nasional di tahun-tahun mendatang.