JAKARTA - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menegaskan bahwa kebijakan perumahan harus berbasis data tunggal yang akurat. Menurutnya, perbedaan data antara instansi dapat menimbulkan program yang salah sasaran, sehingga masyarakat yang membutuhkan justru tidak menerima manfaat.
“Kalau data kita berbeda-beda, keputusan kita juga berbeda dan akhirnya program salah sasaran. Karena itu penting sekali mendasarkan kebijakan pada data by name by address,” kata Wamen Fahri Hamzah dalam press conference The HUD Institute pada peringatan Hari Perumahan Nasional, di Tangerang Selatan, Senin, 26 Agustus 2025.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025
- Baca Juga Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU
Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), pemerintah berupaya menyamakan basis data di seluruh sektor terkait. Dengan data tunggal, program perumahan bisa lebih tepat sasaran, menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan mengurangi ketimpangan.
Wamen Fahri menegaskan bahwa fokus kebijakan perumahan tidak boleh hanya melihat angka backlog, tetapi harus menyentuh akar persoalan, termasuk kemiskinan, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi, agar intervensi sosial memiliki dampak nyata bagi masyarakat.
Double Backlog Jadi Prioritas
Fahri menyoroti fenomena “double backlog”, yaitu sekitar enam juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak sekaligus tidak memiliki rumah sendiri. “Inilah yang seharusnya menjadi prioritas public policy kita,” tegasnya.
Menurut Wamen, program pembangunan rumah terbagi dalam tiga fokus utama:
Perdesaan: Mayoritas masyarakat memiliki rumah dan tanah, namun kondisinya tidak layak. Program diarahkan pada renovasi dan perbaikan rumah.
Perkotaan: Dengan keterbatasan lahan, pembangunan perumahan vertikal menjadi solusi, mirip HDB Singapura, yang relevan untuk diterapkan di kota besar Indonesia.
Pesisir dan Kawasan Kumuh: Memanfaatkan tanah milik negara di bantaran sungai dan pantai untuk membangun rumah layak sekaligus menata kawasan. “Kalau tanahnya dari negara, harga rumah bisa ditekan hingga 50 persen. Inilah kunci untuk menghadirkan hunian terjangkau,” ujar Wamen Fahri.
Kebutuhan Lembaga Off-Taker
Selain data tunggal, Wamen Fahri menekankan peran off-taker sebagai penjamin pasar perumahan rakyat. Dengan keberadaan lembaga ini, pengembang tidak perlu khawatir soal pembiayaan dan pemasaran, sementara masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh akses hunian yang terjamin.
“Selama ini kita terlalu fokus pada pembiayaan lewat skema swasta. Padahal yang lebih mendasar adalah data dan off-taker. Kalau dua ini kuat, pembiayaan akan mengikuti,” jelasnya.
Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, menekankan pentingnya pembenahan regulasi, penguatan data permintaan, serta dukungan pembiayaan inovatif. Semua ini dimaksudkan untuk mempercepat penyediaan rumah layak bagi MBR.
Zulfi mengingatkan, selama ini pembahasan lebih fokus pada aspek keuangan dan suplai rumah, sementara sisi regulasi dan permintaan (demand) kurang mendapatkan perhatian. “Saat ini Indonesia belum memiliki peta permintaan hunian yang lengkap berbasis by name, by address, sehingga sulit menentukan lokasi dan segmen penerima secara presisi,” katanya.
Anomali Pasar Perumahan
Zulfi menambahkan, kondisi pasar saat ini menunjukkan anomali, yakni backlog tinggi tetapi banyak rumah yang tidak terjual. Hal ini terjadi karena desain kebijakan tidak membaca persoalan secara menyeluruh, dan tidak berbasis data yang akurat.
“Hari Perumahan Nasional harus menjadi momentum untuk memperbaiki arah kebijakan, agar benar-benar menyentuh rakyat, bukan sekadar angka,” tegas Zulfi.
Dampak Kebijakan Berbasis Data
Dengan kebijakan berbasis data tunggal, pemerintah dapat menyalurkan rumah secara lebih tepat sasaran. Perumahan dirancang sesuai kebutuhan masyarakat, termasuk ukuran rumah, lokasi strategis, dan harga yang terjangkau.
Kebijakan berbasis data juga membantu mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Wamen PKP Fahri Hamzah menegaskan bahwa data tunggal dan keberadaan lembaga off-taker menjadi fondasi utama kebijakan perumahan yang efektif. Fokus pada double backlog, penataan perdesaan, perkotaan, kawasan pesisir, dan penguatan regulasi memastikan program perumahan lebih tepat sasaran.
Dukungan The HUD Institute dan penerapan data by name by address memungkinkan pemerintah menyalurkan rumah layak secara presisi. Dengan pendekatan ini, kebijakan perumahan tidak hanya sekadar angka backlog, tetapi memberi manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.