TRANSPORTASI

Rano Karno Dorong Peralihan Warga ke Transportasi

Rano Karno Dorong Peralihan Warga ke Transportasi
Rano Karno Dorong Peralihan Warga ke Transportasi

JAKARTA - Rendahnya penggunaan transportasi publik di Jakarta menjadi sorotan utama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno. Berdasarkan data terbaru, dari total 20,2 juta perjalanan per hari di Ibu Kota, baru sekitar 22,19 persen warga yang memanfaatkan angkutan umum. Kondisi ini menimbulkan tekanan serius terhadap kapasitas jalan, memperparah kemacetan, serta berdampak pada mobilitas dan produktivitas masyarakat.

Rano Karno menekankan pentingnya mendorong peralihan moda transportasi ke angkutan umum sebagai langkah strategis jangka panjang. Pernyataan ini disampaikan saat ia memimpin Apel Kolaborasi Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Rabu, 27 Agustus 2025. “Pemanfaatan transportasi publik masih perlu ditingkatkan. Dari 20,2 juta perjalanan per hari di Jakarta, baru sekitar 22,19 persen yang menggunakan angkutan umum,” ujar Rano Karno.

Menurutnya, kemacetan di Jakarta tidak hanya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan, tetapi juga ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dengan kapasitas ruas jalan. Data Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa pertumbuhan kendaraan di Jakarta rata-rata mencapai 2,7 persen per tahun, sementara pertumbuhan ruas jalan hanya 0,01 persen. Akibat ketidakseimbangan ini, volume kendaraan semakin menekan ruang jalan yang tersedia, dan bila peralihan ke angkutan umum tidak diperkuat, masalah akan semakin kompleks.

Rano menegaskan, kemacetan tidak hanya mengganggu mobilitas warga, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi. Studi Bappenas dan JUTPI II pada 2019 mencatat kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai Rp100 triliun per tahun. Angka ini setara 4 persen PDB wilayah tersebut atau enam kali biaya pembangunan MRT fase pertama. “Studi Bappenas dan JUTPI II pada tahun 2019 mengungkapkan kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai Rp 100 triliun per tahun, setara dengan 4 persen PDB Jabodetabek atau 6 kali biaya pembangunan MRT fase pertama,” jelasnya.

Untuk mengatasi kemacetan, Pemprov DKI Jakarta mulai mengandalkan teknologi, terutama melalui penerapan Intelligent Traffic Control System (ITCS) berbasis kecerdasan buatan (AI). Sistem ini telah terpasang di 65 dari 321 persimpangan utama di Jakarta dan terbukti mampu menurunkan waktu tunggu kendaraan hingga 15-20 persen. “Sistem ini membuktikan mampu menurunkan waktu tunggu kendaraan hingga 15-20 persen, sekaligus menjadi basis pengawasan pajak kendaraan dan emisi,” ungkap Rano.

Selain itu, kolaborasi dengan Polda Metro Jaya melalui Mandala Quick Response memungkinkan pemantauan lalu lintas secara real-time berbasis Geographic Information System (GIS) yang terintegrasi dengan CCTV milik Pemprov DKI. Dengan kombinasi teknologi dan kerja sama aparat keamanan, pemantauan dan pengaturan lalu lintas menjadi lebih efektif, sehingga potensi kemacetan dapat diminimalkan.

Rano menekankan bahwa mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik tidak hanya membutuhkan infrastruktur dan teknologi, tetapi juga sosialisasi intensif. Warga perlu memahami manfaat penggunaan angkutan umum, termasuk efisiensi waktu, penghematan biaya, hingga kontribusi terhadap lingkungan. Peralihan ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan mobilitas warga dan menekan polusi udara di Jakarta.

Ia juga menyoroti pentingnya integrasi moda transportasi. Sistem transportasi massal seperti MRT, LRT, TransJakarta, dan KRL harus terhubung dengan baik agar masyarakat lebih mudah beralih dari kendaraan pribadi. Fasilitas penunjang seperti halte, stasiun, dan jalur pedestrian yang nyaman menjadi faktor kunci dalam mendorong penggunaan transportasi publik.

Lebih lanjut, Rano menekankan perlunya kebijakan yang mendorong warga meninggalkan kendaraan pribadi, termasuk pengaturan parkir, tarif tol, serta insentif bagi pengguna angkutan umum. “Hal ini menunjukkan pentingnya mendorong peralihan moda ke transportasi publik sebagai solusi jangka panjang,” tegasnya.

Rano menambahkan bahwa kemacetan berdampak luas terhadap sektor ekonomi, pariwisata, dunia usaha, hingga kesehatan masyarakat. Waktu yang terbuang di jalan, bahan bakar yang meningkat, serta emisi gas rumah kaca menjadi beban tersendiri bagi warga. Upaya mendorong peralihan moda transportasi ke publik menjadi salah satu strategi untuk mengurangi dampak negatif tersebut sekaligus mendukung mobilitas yang berkelanjutan.

Pemprov DKI juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Integrasi antara pemerintah, aparat kepolisian, dan pihak swasta diperlukan untuk mengoptimalkan pengaturan lalu lintas, pemeliharaan jalan, serta peningkatan layanan angkutan umum. Dengan koordinasi ini, sistem transportasi Jakarta dapat lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi lalu lintas yang dinamis.

Selain itu, Rano Karno menekankan pentingnya edukasi dan kampanye penggunaan angkutan umum yang berkesinambungan. Program edukasi dapat dilakukan melalui media sosial, kampanye di sekolah, dan komunitas lokal. Tujuannya agar masyarakat memahami manfaat dan kenyamanan menggunakan transportasi publik, sehingga secara bertahap dapat mengubah kebiasaan masyarakat yang cenderung mengandalkan kendaraan pribadi.

Dalam jangka panjang, peningkatan penggunaan transportasi publik akan berdampak positif pada pembangunan kota yang berkelanjutan. Ruang jalan yang lebih lega, polusi udara yang berkurang, serta kemacetan yang menurun akan meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta. Dengan demikian, mendorong peralihan warga ke angkutan umum bukan sekadar solusi sementara, tetapi strategi pembangunan kota yang lebih efektif dan ramah lingkungan.

Rano Karno menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen Pemprov DKI untuk terus mengembangkan transportasi publik yang terintegrasi, modern, dan nyaman. Dorongan ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah pengguna angkutan umum, mengurangi kemacetan, serta menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan yang lebih tertib dan ramah bagi warganya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index