JAKARTA - Dalam perjalanan pembangunan ekonomi nasional, keberlanjutan tidak hanya bertumpu pada investasi dan konsumsi, melainkan juga pada fondasi stabilitas sektor perbankan. Industri perbankan menjadi penyangga utama arus keuangan, penggerak kredit, dan penjaga kepercayaan masyarakat. Ketika stabilitas perbankan terjaga, maka aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar, risiko dapat dikendalikan, dan ruang pertumbuhan semakin terbuka.
Kondisi global yang penuh ketidakpastian membuat stabilitas finansial perbankan semakin relevan sebagai modal penting. Keberadaannya tidak hanya menentukan kelancaran sistem pembayaran, tetapi juga mendorong produktivitas sektor riil, investasi, hingga pembiayaan usaha kecil menengah.
Bank Indonesia mencatat hingga kuartal II 2025, sektor perbankan menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat di atas 22 persen, sementara rasio kredit bermasalah (NPL) mampu dijaga di bawah 2,5 persen. Walau begitu, ancaman perlambatan ekonomi global, fluktuasi kurs, hingga kenaikan suku bunga internasional tetap harus diantisipasi.
- Baca Juga KUR BRI 2025: Modal Usaha Makin Mudah
Peran Regulasi dan Pengawasan
Pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memperkuat regulasi serta pengawasan. Kolaborasi ini ditujukan agar sistem keuangan semakin inklusif, adaptif, dan tangguh terhadap tekanan eksternal. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan kinerja intermediasi perbankan tetap stabil dengan profil risiko terjaga. Kredit tercatat tumbuh 7,77 persen yoy pada Juni 2025, atau senilai Rp8.059,79 triliun.
Pertumbuhan kredit investasi mencatat kenaikan tertinggi 12,53 persen, diikuti kredit konsumsi 8,49 persen, serta kredit modal kerja 4,45 persen yoy. Dari sisi kepemilikan, bank umum swasta nasional domestik membukukan pertumbuhan kredit tertinggi sebesar 10,78 persen yoy. Sementara berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh 10,78 persen, dan kredit UMKM naik 2,18 persen.
“Jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke beberapa sektor tercatat tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit. Sektor pertambangan dan penggalian tercatat tumbuh 20,69 persen, sektor jasa tumbuh 19,17 persen, sektor transportasi dan komunikasi tumbuh 17,94 persen, serta sektor listrik, gas, dan air tumbuh 11,23 persen,” ujar Dian.
Dana Pihak Ketiga dan Likuiditas
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi indikator lain dari soliditas perbankan. Per Juni 2025, DPK naik 6,96 persen yoy menjadi Rp9.329 triliun. Rinciannya, giro tumbuh 10,35 persen, tabungan naik 6,84 persen, dan deposito bertambah 4,19 persen yoy.
Likuiditas perbankan juga terjaga dengan rasio AL/NCD mencapai 118,78 persen dan AL/DPK sebesar 27,05 persen. Angka ini masih jauh di atas ambang batas minimum. Sementara itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 199,04 persen.
Kualitas kredit tetap baik dengan NPL gross sebesar 2,22 persen dan NPL net 0,84 persen. Loan at Risk (LaR) juga menurun ke level 9,73 persen. Dari sisi permodalan, CAR perbankan tercatat 25,81 persen, menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid.
Tren Kredit Baru dan Optimisme
Produk kredit Buy Now Pay Later (BNPL) juga menunjukkan pertumbuhan signifikan. Per Juni 2025, baki debet kredit BNPL tumbuh 29,75 persen yoy menjadi Rp22,99 triliun dengan jumlah rekening mencapai 26,96 juta.
Dian menambahkan, optimisme terhadap perekonomian Indonesia didukung penurunan BI Rate, percepatan belanja pemerintah, serta kesepakatan dagang internasional. Program Koperasi Merah Putih (KMP), tiga juta perumahan, dan Makan Bergizi Gratis (MBG) disebut sebagai peluang perbankan untuk memperluas penyaluran kredit.
Penjaminan Simpanan oleh LPS
Dalam menjaga rasa aman masyarakat, LPS berperan penting menjamin seluruh simpanan di perbankan. Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menegaskan aset LPS senilai Rp250 triliun cukup untuk menjamin dana nasabah. “Yang paling aman memang menabung di bank. Menabung di bank sudah aman, dijamin LPS lagi,” kata Didik dalam LPS Financial Festival 2025.
Contoh nyata terlihat pada kasus pencabutan izin usaha PT BPR Bank Pasar Bhakti di Sidoarjo. LPS memastikan simpanan nasabah dapat dicairkan dalam waktu lima hari.
Perilaku Menabung Masyarakat
Indeks Menabung Konsumen (IMK) Juli 2025 tercatat 82,2, melemah tipis 1,6 poin dari bulan sebelumnya. Indeks Waktu Menabung (IWM) turun ke 90,5, sementara Indeks Intensitas Menabung (IIM) justru naik ke 73,8.
Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, menjelaskan penurunan ini berkaitan dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan di awal tahun ajaran baru. Meski begitu, proporsi masyarakat yang tidak pernah menabung berkurang dari 26,7 persen menjadi 24,9 persen.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menambahkan tabungan di atas Rp5 miliar tumbuh 9,45 persen, sedangkan tabungan di bawah Rp100 juta tumbuh 4,76 persen per Juli 2025. Menurutnya, perusahaan besar masih menahan dana untuk ekspansi usaha di masa depan.
Dari Tabungan ke Investasi Produktif
Kebiasaan menabung bukan sekadar aktivitas personal, tetapi juga instrumen penguat ekonomi nasional. Dana tabungan yang dihimpun bank disalurkan kembali sebagai kredit produktif, investasi, atau pembiayaan strategis.
“Semakin tinggi tingkat tabungan masyarakat, makin besar pula dana yang tersedia untuk pembiayaan sektor produktif,” jelas Dr. Hendro Wijanarko, ekonom Universitas Indonesia.
Bank Indonesia mencatat tabungan rumah tangga tumbuh 8,7 persen pada 2025, dipicu kesadaran finansial pascapandemi dan kampanye inklusi keuangan. Namun, tantangan inklusi di daerah terpencil masih harus dijawab melalui peran bank digital, koperasi, dan fintech.
Perkembangan positif dari sisi kredit, likuiditas, hingga perilaku menabung menunjukkan bahwa stabilitas perbankan Indonesia pada 2025 masih terjaga kuat. Dengan kolaborasi pemerintah, otoritas keuangan, dan masyarakat, perbankan diyakini mampu menopang ketahanan ekonomi sekaligus mempercepat pertumbuhan menuju target 5,4 persen.