JAKARTA - Kebijakan luar negeri Presiden Prabowo Subianto mendapat sorotan tajam dari Profesor bidang riset dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar. Menurutnya, Prabowo belum menempatkan ASEAN sebagai prioritas utama dalam upaya membangun hubungan diplomatik Indonesia. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat posisi strategis ASEAN dalam lingkup politik dan ekonomi regional serta internasional.
Dewi Fortuna Anwar mengungkapkan kritiknya saat menghadiri diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD) yang dilaksanakan bersama Tempo. Salah satu contoh yang disorot adalah ketidakikutsertaan Menteri Luar Negeri Sugiono atau wakil menteri luar negeri dalam pertemuan informal ASEAN di Bangkok, Thailand, pada 19 sampai 20 Desember 2024. Pertemuan tersebut merupakan agenda penting yang membahas isu krisis di Myanmar, di mana Indonesia hanya diwakili oleh Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto R. Suryodipuro dan Utusan Khusus Indonesia untuk Myanmar, I Ngurah Swajaya.
“Indonesia punya menlu dan tiga wamenlu. Masa salah satu dari political figure itu enggak bisa hadir?” tanya Dewi dengan nada mengkritik. Menurutnya, ketidakhadiran figur penting dari jajaran Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa ASEAN belum menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Prabowo.
Kurangnya prioritas pada ASEAN ini juga tercermin dari lawatan pertama Prabowo ke luar negeri pasca pelantikan sebagai presiden, yang lebih mengutamakan kunjungan ke Cina dan Amerika Serikat, ketimbang negara-negara ASEAN. Hal ini kontras dengan langkah Prabowo saat masih menjadi presiden terpilih, di mana ia sempat mengunjungi beberapa negara anggota ASEAN. “Dengan mengunjungi Cina usai dilantik, kesan yang didapat adalah ASEAN belum menjadi prioritas,” tambah Dewi.
Dewi menilai bahwa meskipun Prabowo sering menyinggung konsep "good neighbor policy," ASEAN kurang mendapatkan porsi dalam pidato-pidatonya. Ia menganggap bahwa asumsi Prabowo tentang hubungan baik yang terjalin sejak Orde Baru membuatnya merasa tidak perlu memberi perhatian lebih terhadap ASEAN. Namun, Dewi mengingatkan pentingnya menjaga hubungan erat dengan negara-negara ASEAN dan tidak memunggungi mereka dalam kebijakan luar negeri.
Lebih lanjut, Dewi mengungkapkan keyakinannya bahwa ASEAN masih bisa menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Prabowo di tahun-tahun mendatang. Terlebih dengan Malaysia yang akan memegang ASEAN Chairmanship pada 2025, Dewi memprediksi Presiden Prabowo akan banyak melakukan kunjungan ke negara tersebut.
Dewi juga menyarankan Prabowo untuk lebih mengenalkan Menlu Sugiono kepada negara-negara ASEAN agar dapat berperan lebih aktif dalam kerjasama di kawasan ini. Menurutnya, memperkuat hubungan dalam ASEAN harus menjadi langkah prioritas sebelum merambah kerjasama internasional yang lebih luas.
“Kebijakan luar negeri tidak hanya dimulai dari dalam negeri, kebijakan luar negeri dimulai dari lingkungan terdekat Anda,” ujarnya, menekankan pentingnya peran regional ASEAN sebagai fondasi dalam membangun kekuatan diplomasi Indonesia di tingkat global.
Dalam laporan khusus “Politik Luar Negeri di Bawah Komandan Prabowo” yang terbit pekan ini, Majalah Tempo mengungkap dominasi Prabowo dalam kebijakan dan diplomasi politik luar negeri. Sikap Prabowo yang enggan didikte dalam pengambilan keputusan terkait urusan luar negeri beberapa kali menimbulkan ketidakstabilan politik di dalam negeri maupun internasional.
Pengamat menilai, jika Prabowo tidak berhasil memprioritaskan ASEAN dalam kebijakannya, maka kemampuan Indonesia untuk berkontribusi secara efektif dalam percaturan global akan terus dipertanyakan. Kejelasan arah kebijakan luar negeri ini penting tidak hanya untuk menjaga stabilitas regional, tetapi juga demi penguatan posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan diplomasi dunia.