JAKARTA - Sebuah kecelakaan mengerikan terjadi ketika helikopter militer Black Hawk milik Angkatan Darat Amerika Serikat bertabrakan dengan pesawat American Airlines di atas langit Washington DC minggu lalu. Insiden yang menewaskan 67 orang ini memicu pertanyaan serius mengenai keamanan penerbangan, terutama terkait dengan teknologi pelacakan penerbangan yang digunakan.
Misi Pelatihan Berujung Maut
Pada malam 29 Januari, sebuah helikopter militer Black Hawk yang dipiloti oleh Kapten Rebecca M. Lobach dijadwalkan untuk misi pelatihan rutin. Namun, saat helikopter turun dan mendekati Bandara Nasional Reagan, sistem pelacakan otomatis ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast) di helikopter tersebut dinonaktifkan secara misterius. Hal ini membuat posisi, ketinggian, dan kecepatan pesawat tidak dapat dipantau secara real-time, seperti dilaporkan oleh Senator Ted Cruz kepada The New York Times.
ADS-B merupakan teknologi modern yang memungkinkan pengendali lalu lintas udara melacak posisi pesawat secara akurat. Dalam situasi darurat, helikopter militer terkadang mematikan sistem ini untuk alasan keamanan nasional, tetapi Senator Cruz menyatakan tidak ada alasan keamanan dalam misi pelatihan ini. "Dalam hal ini, ini adalah misi pelatihan, jadi tidak ada alasan keamanan nasional yang menarik untuk di nonaktifkan oleh ADS-B," ungkap Cruz setelah menghadiri rapat tertutup mengenai insiden tersebut.
Konsekuensi Mematikan
Kisah tragis ini mencapai klimaksnya ketika helikopter Black Hawk terbang hingga ketinggian yang melampaui batas maksimum yang diperbolehkan di wilayah tersebut, yaitu 200 kaki. Dalam perjalanan akhir menuju landasan, pesawat komersial American Airlines dengan nomor penerbangan 5342 mendekati wilayah yang sama. Menurut data dari NTSB, pesawat penumpang tersebut berada pada ketinggian 325 kaki, sangat dekat dengan jalur helikopter. Ketika pilot pesawat mencoba menghindar, tabrakan tidak dapat dihindari, menyebabkan kecelakaan yang menewaskan 67 penumpang di kedua pesawat tersebut. "Ini adalah investigasi yang kompleks," kata penyelidik NTSB yang bertanggung jawab, Bris Ban. "Ada begitu banyak bagian di sini. Tim kami bekerja keras untuk mengumpulkan semua data yang diperlukan."
Reaksi dan Penyelidikan
Setelah kejadian tersebut, reruntuhan helikopter berhasil diangkat dari Sungai Potomac pada hari Kamis. Perekam suara kokpit dari kedua pesawat juga telah ditemukan dan tengah dianalisis lebih lanjut. "Suara dampaknya terdengar sedetik kemudian, lalu rekaman sudah berakhir," jelas Ban mengenai isi kotak hitam.
Kecelakaan ini mendorong FAA untuk mempertimbangkan langkah-langkah keselamatan tambahan, termasuk mengurangi jumlah penerbangan yang mendarat di Bandara Nasional Reagan demi memberi ruang lebih bagi koordinasi tambahan. Selain itu, FAA dan Dewan Keamanan Transportasi Nasional menyelidiki penyesuaian rute helikopter yang sering melintasi jalur penerbangan komersial yang padat.
Reaksi Publik dan Politik
Di tengah investigasi yang berlangsung, beberapa pihak menggambarkan kecelakaan tersebut sebagai "bencana yang menunggu untuk terjadi". Data sejak tahun 1987 menunjukkan lebih dari 30 insiden hampir bertabrakan di wilayah udara bandara tersebut, seperti yang diungkapkan NPR, dengan beberapa laporan melibatkan helikopter militer.
Menanggapi kecelakaan ini, Presiden Donald Trump menyampaikan keprihatinannya. Ia menyalahkan fokus pada program keberagaman dan kesetaraan sebagai pengalih perhatian dari prioritas utama, yaitu keamanan. "Keamanan harus selalu menjadi yang pertama," tegas Trump. Sementara itu, mantan Presiden Barack Obama dan Joe Biden menyoroti pentingnya keseimbangan antara politik dan keselamatan.
Kecelakaan yang mematikan ini menjadi pengingat akan pentingnya teknologi pengawasan yang tepat dan prosedur keselamatan yang ketat guna mencegah insiden serupa di masa mendatang. Semua pihak terkait berkomitmen untuk melaksanakan investigasi menyeluruh demi memastikan keamanan penerbangan komersial dan militer di masa yang akan datang.