Nikel

PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) Optimis Hadapi Lonjakan Produksi Nikel di Tahun 2025

PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) Optimis Hadapi Lonjakan Produksi Nikel di Tahun 2025
PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) Optimis Hadapi Lonjakan Produksi Nikel di Tahun 2025

JAKARTA — PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mencatatkan kinerja yang mencengangkan sepanjang tahun 2024 dengan peningkatan signifikan dalam produksi bijih nikel dan turunannya. Tidak hanya itu, emiten yang dimiliki oleh Garibaldi ‘Boy’ Thohir dan Grup Saratoga ini juga berhasil memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP) pertamanya pada Desember 2024.

Teddy Oetomo, Presiden Direktur MBMA, menyebutkan bahwa capaian operasional 2024 menunjukkan komitmen kuat dari perusahaan untuk terus meningkatkan efisiensi, keberlanjutan, dan inovasi baik di bidang penambangan maupun pemurnian pabrik.

“Memasuki 2025, MBMA berada dalam posisi pertumbuhan yang signifikan, didorong oleh peningkatan produksi bijih nikel, peningkatan produksi pemurnian nikel, dan beroperasinya fasilitas HPAL,” ujar Teddy dalam keterangan resmi yang dirilis pada Jumat, 7 Februari 2025.

Pada tahun 2024, MBMA memperluas operasi serta infrastruktur penambangannya di wilayah tambang Sulawesi Cahaya Mineral. Hasilnya, produksi bijih saprolit meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 4,9 juta wet metric ton (wmt) dari yang sebelumnya 2,3 juta wmt pada 2023. Sementara itu, produksi limonit mencapai angka 10,1 juta wmt pada tahun yang sama.

Tidak hanya dari sisi produksi, efisiensi biaya juga berhasil dicapai. Pada akhir kuartal IV 2024, biaya tunai atau cash cost untuk saprolit turun ke angka US$21,6 per wmt dari sebelumnya US$28,4 per wmt di awal tahun. Serupa dengan itu, cash cost untuk limonit juga mengalami penurunan menjadi US$9 per wmt dari US$11,5 per wmt.

Selain itu, capaian produksi fasilitas pemurnian MBMA turut meningkatkan pendapatan dengan memproduksi total 30.716 ton nikel yang terdiri dari 18.823 ton nikel dalam bentuk nickel pig iron (NPI) dan 11.893 ton nikel dalam bentuk high-grade nickel matte (HGNM). Pendapatan bruto tercatat sebesar $223,8 juta dari NPI dan $158,8 juta dari HGNM, dengan harga rata-rata masing-masing $11.887 per ton dan $13.229 per ton.

Sepanjang tahun 2024, MBMA memproduksi 82.161 ton nikel dalam bentuk NPI dengan cash cost US$10.307 per ton, meningkat 26% dari tahun sebelumnya dengan penurunan biaya produksi sebesar 15%. Peningkatan yang signifikan juga tercermin dalam produksi HGNM yang tumbuh sebesar 66% menjadi 50.315 ton dengan penurunan biaya 8% menjadi US$13.547 per ton.

Teddy menambahkan bahwa MBMA memperkirakan biaya produksi akan terus menurun dengan pengiriman bijih saprolit yang lebih efisien dari Tambang SCM dan setelah rampungnya perbaikan smelter di BSI. "Kami mengantisipasi penurunan lebih lanjut dalam biaya produksi seiring dengan meningkatnya volume pengiriman dan efisiensi dalam operasional smelter," jelas Teddy.

Untuk tahun 2025, MBMA menargetkan pengiriman bijih saprolit antara 6 juta wmt dan 7 juta wmt, serta penjualan bijih limonit antara 12,5 juta wmt dan 15 juta wmt. Biaya tunai diprediksikan tetap berada di bawah $23 per wmt bagi saprolit serta $11 per wmt bagi limonit.

Adapun untuk produksi NPI tahun 2025, MBMA memproyeksikan output mencapai antara 80.000 hingga 87.000 ton, dengan perkiraan biaya produksi di bawah $11.000 per ton dan biaya all-in sustaining cost (AISC) di bawah $11.200 per ton. Produksi HGNM diproyeksikan berada pada rentang 50.000 hingga 55.000 ton, dengan biaya produksi dan AISC di bawah $13.500 per ton. Sedangkan untuk MHP, produksinya diperkirakan antara 25.000 hingga 30.000 ton, dengan rata-rata cash cost di bawah $9.000 per ton setelah memperhitungkan kredit kobalt seiring dengan beroperasinya fasilitas HPAL pada kapasitas desainnya.

“Kami berharap bisa memasok sekitar 60% sampai 70% kebutuhan Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) internal kami pada tahun fiskal 2025,” pungkas Teddy dengan optimis. Dengan berbagai persiapan dan strategi yang telah disusun, MBMA siap menghadapi tantangan seraya mengoptimalkan potensi pertumbuhan di tahun 2025.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index