BCA

BCA Raih Kembali Puncak Kapitalisasi Pasar, Salip Barito Renewables Energy

BCA Raih Kembali Puncak Kapitalisasi Pasar, Salip Barito Renewables Energy
BCA Raih Kembali Puncak Kapitalisasi Pasar, Salip Barito Renewables Energy

JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) kembali menegaskan dominasinya di bursa dengan merebut kembali posisi puncak sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, menyalip PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) milik Prajogo Pangestu. Berdasarkan data terbaru dari Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar BBCA mencapai Rp1.141 triliun, melampaui BREN yang mengalami penurunan nilai secara signifikan.

Berita ini muncul setelah data pekan lalu menunjukkan bahwa mulai Senin, 3 Februari 2025, kapitalisasi pasar BBCA tidak terbendung untuk melaju lebih tinggi. Sementara itu, BREN mengalami penyusutan dari Rp1.207 triliun menjadi Rp1.124 triliun. Perubahan ini terjadi di tengah pelemahan kinerja saham BREN yang terus menurun dalam sepekan terakhir. Saham BREN anjlok 22,16% ke posisi Rp7.025 per saham dari level sebelumnya Rp9.025.

Anjloknya kapitalisasi pasar BREN berdampak pada turunnya total kapitalisasi pasar Bursa, yang kini tidak lagi bertahan di angka fantastis Rp12.000 triliun. Selama pekan terakhir, kapitalisasi pasar bursa mencatat penurunan 5,87% menjadi Rp11.595 triliun dari sebelumnya Rp12.319 triliun. Ini jelas merupakan koreksi yang signifikan dan menunjukkan tren negatif yang perlu dicermati investor dan analis pasar.

Perubahan besar lainnya dalam daftar emiten teratas juga terjadi. Saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) harus rela terpental dari daftar 10 besar emiten dengan kapitalisasi terbesar. Sebelumnya kokoh di posisi 10 dengan kapitalisasi Rp195 triliun, PANI kini digantikan oleh PT Astra Internasional Tbk. (ASII) dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp188 triliun. Selama sepekan, saham PANI telah melemah 4,32% mencapai harga Rp11.075 per saham, menjadikan kapitalisasi pasarnya menyempit menjadi Rp186,99 triliun.

IHSG juga tidak terhindar dari arus penurunan ini, meninggalkan level psikologis 7.000. Menurut I Gusti Alit Nityaryana, Sekretaris Perusahaan BEI, IHSG merosot 5,16% ke level 6.752,57 dari 7.109,19 pada pekan sebelumnya. "Meskipun IHSG turun pekan ini, ada peningkatan dalam rata-rata nilai transaksi harian Bursa naik 7,22% menjadi Rp12,08 triliun dibandingkan Rp11,27 triliun pekan lalu," ungkapnya.

Faktor yang memicu volatilitas ini termasuk keputusan dari lembaga penyedia indeks internasional, MSCI, yang mempengaruhi penilaian dan keputusan investasi sejumlah saham, termasuk milik Prajogo Pangestu yaitu PTRO, BREN, dan CUAN. Ketiga saham ini menjadi yang paling merugi atau top losers selama pekan ini.

Sementara itu, para analis memperkirakan bahwa dinamika pasar saat ini mendorong investor lebih selektif dalam menentukan portofolio. Saham-saham big caps lain seperti BBCA menunjukkan kinerja lebih stabil dalam menghadapi guncangan pasar. "Kondisi ini menuntut investor untuk lebih berhati-hati dan fokus pada fundamental perusahaan," saran seorang analis senior di pasar modal.

Selain faktor eksternal seperti keputusan MSCI, perubahan regulasi pemerintah dan sentimen global terkait ekonomi makro juga turut memberikan dampak terhadap pergerakan saham di Indonesia. Hal ini terutama berpengaruh pada emiten-emiten di sektor energi dan infrastruktur yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional.

Kembali ke dominasi BBCA, bank besar ini terus menunjukkan kinerja yang solid di tengah ketidakpastian. Trend positif ini memberikan sinyal kepada investor bahwa BBCA masih menjadi pilihan yang aman dengan potensi yang menjanjikan, baik dari sisi dividen maupun pengembangan usaha ke depan.

Dengan berbagai dinamika yang ada, pasar modal Indonesia terus berkembang dengan tantangan dan peluang baru setiap harinya. "Kami berharap bahwa ke depan akan ada lebih banyak stabilitas dan peluang bagi seluruh pelaku pasar," tutup I Gusti Alit Nityaryana.

Dengan demikian, bagi para pelaku pasar dan investor, kehati-hatian dan analisis mendalam menjadi kunci untuk menghadapi kondisi pasar yang terus berfluktuasi ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index