JAKARTA - Tahun ini, harapan untuk ekspansi kredit yang pesat oleh perbankan Indonesia perlu mendapat pandangan yang realistis. Kondisi likuiditas yang ketat di dalam negeri berpotensi menghambat laju penyaluran kredit yang signifikan. Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengemukakan proyeksi pertumbuhan kredit 2025 yang diperkirakan akan tetap berada di angka 10%, dengan ekspektasi mencapai 10,78% secara tahunan (YoY). Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, pertumbuhan kredit perbankan tercatat di angka 10,39% YoY.
Menurut Josua, bank akan terus bersikap selektif dalam menyalurkan kredit. “Sebelum mempercepat ekspansi kredit, bank harus memastikan kondisi likuiditasnya tetap stabil agar tidak menimbulkan biaya pendanaan yang lebih mahal ke depannya,” ungkap Josua pada hari Senin, 10 Februari 2025. Bank Indonesia (BI) tetap pada kebijakan makroprudensial yang longgar, terutama terkait dengan kebijakan kredit likuiditas makroprudensial (KLM), yang masih menjadi komponen penting bagi industri perbankan di tengah ketatnya likuiditas.
Di sisi lain, Josua tetap optimistis bahwa bank dapat memitigasi tantangan ini melalui divisi Asset and Liability Management (ALMA) yang dimiliki. Divisi ini berperan penting dalam mengelola likuiditas dengan diversifikasi berbagai sumber pendanaan.
Faisal Rachman, peneliti pasar finansial di Permata Bank, menilai ada secercah harapan terkait dengan likuiditas perbankan. Inflasi pangan yang relatif lebih rendah daripada awal tahun 2024 memberikan indikasi positif. Menurut Faisal, dengan harga pangan yang lebih terkendali, fenomena "makan tabungan" yang biasanya mengurangi likuiditas perbankan dapat diminimalisir. Selain itu, kebijakan fiskal pemerintah yang pro-pertumbuhan diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perbankan dalam jangka menengah.
Namun, Faisal mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap tantangan lain, seperti potensi capital outflow yang masih dapat terjadi akibat ketidakpastian global. "Tantangan tetap ada, terutama dari sisi capital outflow yang masih bisa berlanjut akibat ketidakpastian global," tambah Faisal.
Di sektor properti, Direktur Distribution & Institutional Funding BTN, Jasmin, mengonfirmasi bahwa likuiditas tetap ketat di bank yang berfokus pada kredit properti ini. BTN mencatat rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) sudah mencapai 94% hingga Desember 2024. Jasmin memproyeksikan LDR di 2025 akan berada di kisaran 94% hingga 95%. Dengan situasi ini, BTN menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 8% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar 9%.
Jasmin menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan ketatnya likuiditas adalah perlambatan pertumbuhan DPK, termasuk instrumen giro. Beberapa faktor yang memengaruhi ini termasuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri, kondisi global, serta belanja pemerintah yang biasanya melambat pada awal tahun.
“Pertumbuhan giro BTN tahun ini sekitar 9% sampai 10%, dari realisasi tahun lalu 12%. Agak kita turunkan karena kondisi likuiditas memang ketat di 2025,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah, menyoroti perbaikan kecil dalam likuiditas, meskipun rasio LDR Bank Oke masih di angka tinggi 132%. Efdinal melihat ada peningkatan dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 137%, dan meskipun mengalami kenaikan pada kuartal I-2024 menjadi 143%, ia optimistis kinerja Dana Pihak Ketiga (DPK) akan membaik, sejalan dengan pertumbuhan kredit yang diproyeksikan BI sebesar 11% hingga 13% di 2025.
Menurut Efdinal, biasanya pertumbuhan kredit mendorong peningkatan DPK karena dana pinjaman sering kembali ke sistem perbankan sebagai simpanan dari transaksi bisnis maupun konsumsi. “Ekspansi kredit meningkatkan aktivitas ekonomi, memperbesar pendapatan, dan mendorong simpanan di bank,” tutupnya.
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, perbankan Indonesia perlu melangkah strategis dan berhati-hati dalam menyeimbangkan ekspansi kredit dan menjaga stabilitas likuiditas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.