Properti

Pemerintah Siapkan Regulasi Ketat untuk Basmi Broker Properti Nakal

Pemerintah Siapkan Regulasi Ketat untuk Basmi Broker Properti Nakal
Pemerintah Siapkan Regulasi Ketat untuk Basmi Broker Properti Nakal

JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) semakin serius dalam upaya membasmi agen atau broker properti nakal yang kerap menjadi momok dalam industri properti. Langkah ini juga bertujuan untuk mempersempit ruang penipuan dan melindungi konsumen serta pendapatan negara dari praktik tidak sehat. Untuk itu, regulasi dalam industri broker properti tengah dikaji ulang dan diusulkan untuk diperketat.

Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kemendag, Rifan Ardianto, menjelaskan bahwa langkah pemerintah ini merupakan hasil dari kajian mendalam dan masukan dari pelaku usaha serta analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Rifan menegaskan bahwa Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (P4) nantinya tidak akan cukup hanya memiliki nomor induk berusaha (NIB), tetapi juga memerlukan sertifikasi standar.

"Berdasarkan usulan dari pelaku usaha dan kajian dari PPATK, untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan melindungi konsumen, kegiatan usaha perantaraan perdagangan properti diusulkan menjadi tingkat risiko menengah tinggi, di mana tidak hanya dibutuhkan NIB tetapi juga sertifikasi standar," ujar Rifan pada Rabu, 12 Februari 2025.

Upaya ini dilakukan untuk mengatasi potensi kebocoran pendapatan negara akibat broker nakal yang sering mengurangi nilai transaksi, serta meningkatkan nilai transaksi untuk menyamarkan aset sebagai media tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut hasil kajian National Risk Assessment 2021, kegiatan usaha P4 memiliki tingkat risiko tinggi terhadap TPPU.

Lebih lanjut, Rifan menambahkan bahwa revisi aturan ini juga akan lebih menjamin masyarakat dalam mendapatkan pelayanan agen properti yang profesional dan kompeten. Hal ini menjadi penting di tengah kasus-kasus mafia tanah yang marak dan meresahkan masyarakat.

"Menjamin kualitas mutu dan layanan kegiatan usaha P4 di mana kegiatan usaha P4 wajib didukung oleh tenaga ahli yang kompeten, serta melindungi konsumen dari aktivitas P4 yang berpotensi merugikan konsumen," tambah Rifan.

Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Clement Francis, menyatakan bahwa regulasi yang ada sebelumnya justru menjadi faktor yang memicu maraknya penipuan dalam transaksi jual beli properti. Namun, pembahasan antara pemerintah dan asosiasi broker kini sedang berlangsung, untuk merevisi aturan tersebut demi menciptakan lingkungan bisnis yang lebih baik.

"Sudah masuk di Kemenko Ekonomi semoga di kuartal I keluar. Kami menunggu aturan PP 5 yang baru bahwa setiap marketing properti wajib bersertifikasi, setiap orang, ini yang kami tunggu surat revisi dari PP 5," kata Clement.

Clement menambahkan bahwa dengan adanya regulasi baru tersebut, transaksi properti akan masuk ke dalam kategori risiko menengah-tinggi, yang berarti agen properti wajib memiliki sertifikasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan oleh broker tidak jelas. Menurutnya, masalah yang sering terjadi seperti penggusuran ilegal terhadap pemilik sah di Tambun, Bekasi, bisa diminimalisir jika setiap perantara diwajibkan memiliki lisensi resmi.

"Kalau regulasinya benar dan ngaturnya benar bahwa semua jual beli proses transaksi melewati broker yang berlisensi pasti nggak akan terjadi, karena itu yang jual pasti perantara-perantara nggak jelas, yang penting dia bisa jual, yang penting dapat komisi, makanya ini harus diatur pemerintah," tegas Clement.

Dengan regulasi yang lebih ketat, pemerintah berharap dapat mempersempit ruang penipuan dalam jual beli properti dan meminimalisir kasus sertifikat ganda yang merugikan konsumen. Ini juga diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih tertib dan teratur di sektor properti.

"Kalau risiko rendah artinya akan terjadi banyak masalah, jadi memudahkan setiap orang (menjadi broker). Tapi industri broker sangat sensitif dengan kasus tanah, penipuan, itu yang kita minta ke pemerintah untuk menaikkan risiko bisnis kita," imbuh Clement.

Melalui langkah-langkah ini, diharapkan industri properti dapat lebih terlindungi dari praktik-praktik yang merugikan dan menjadi lebih menjanjikan untuk perkembangan ekonomi di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index