Liga Arab

Liga Arab Kecam Rencana Pemindahan Warga Palestina, Ancaman Krisis Global Mengintai

Liga Arab Kecam Rencana Pemindahan Warga Palestina, Ancaman Krisis Global Mengintai
Liga Arab Kecam Rencana Pemindahan Warga Palestina, Ancaman Krisis Global Mengintai

JAKARTA - Dalam sebuah pernyataan tegas di World Government Summit 2025 yang berlangsung di Dubai, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, dengan keras menolak usulan pemindahan warga Palestina dari tanah air mereka. Aboul Gheit menyuarakan keprihatinan mendalam terkait potensi konflik besar yang bisa meletus di Timur Tengah, yang dapat beresonansi menjadi krisis global.

"Kami menolak segala upaya untuk memindahkan warga Palestina dari tanah mereka. Penyelesaian yang adil antara Palestina dan Israel harus segera tercapai," ucap Aboul Gheit. Pernyataan tersebut menyoroti urgensi dalam penyelesaian konflik berkepanjangan yang mengguncang kawasan tersebut selama beberapa dekade.

Isu ini kembali mencuat setelah pertemuan antara Presiden AS, Donald Trump, dengan Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih pada hari sebelumnya. Trump mengungkapkan niat kontroversialnya untuk "mengambil alih" Gaza dan menempatkannya di bawah otoritas Amerika Serikat, dengan rencana pembangunan infrastruktur besar-besaran seperti hotel dan gedung perkantoran. Aboul Gheit mengingatkan bahwa tekanan yang diberikan oleh pihak AS bisa berakibat fatal bagi stabilitas kawasan dan dunia.

Aboul Gheit menyoroti bahwa rencana tersebut bukannya hanya sekedar kekeliruan diplomatik, namun juga bentuk ketidakadilan yang monumental. "Ini bukan hanya soal ketidakadilan yang tak bisa diterima oleh umat manusia, tetapi juga akan menjadi krisis internasional," tegasnya.

Lebih jauh, ia mengingatkan akan bahaya dari rencana ini yang dapat menjadi preseden buruk. "Rencana seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi praktik pembersihan etnis yang mungkin ditiru di wilayah lain di dunia," tambah Aboul Gheit. Kekhawatiran ini tidaklah berlebihan mengingat sejarah panjang konflik etnis dan pengungsian paksa di berbagai belahan dunia.

Situasi di Gaza sendiri semakin pelik, terlebih lagi dengan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang mulai diberlakukan sejak 19 Januari 2025 lalu. Kesepakatan ini bertujuan untuk menghentikan apa yang disebut sebagai perang genosida oleh Israel, yang telah menewaskan lebih dari 48.200 jiwa dan menghancurkan infrastruktur vital di wilayah tersebut.

Blokade berkepanjangan selama 18 tahun oleh Israel telah menjadikan Gaza sebagai “penjara terbuka terbesar di dunia”, memaksa hampir 2 juta dari 2,3 juta penduduk untuk hidup dalam kondisi memprihatinkan. Kekurangan pangan, air bersih, dan obat-obatan menjadi isu kemanusiaan akut yang mengundang keprihatinan global. Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan akses bantuan internasional akibat kebijakan blokade ketat.

Pengamat politik menilai bahwa langkah Trump ini bukan hanya berisiko mengobarkan kembali ketegangan di Timur Tengah, tetapi juga bisa mengganggu kedamaian global. Dengan banyaknya negara dengan kepentingan di kawasan tersebut, potensi eskalasi konflik menjadi ancaman yang serius.

Para analis mengingatkan pentingnya dialog dan diplomasi dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang kompleks ini. Solusi jangka panjang yang berkeadilan dan komprehensif dinilai sebagai jalan terbaik untuk memastikan perdamaian yang lestari di Timur Tengah. Tanpa ini, pertempuran diplomasi dan konflik bersenjata dapat saja kembali menjalar, mengancam stabilitas yang sudah rapuh di kawasan tersebut.

Pernyataan keras dari Liga Arab ini diharapkan bisa menjadi pengingat bagi masyarakat internasional akan urgensi dan kompleksitas dari permasalahan Palestina. Akankah tekanan diplomatik dari komunitas internasional bisa mengubah arah kebijakan AS dan Israel? Atau, akankah Timur Tengah kembali menjadi medan pertempuran geopolitik yang mencekam dunia? Waktu yang akan menjawab.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index