JAKARTA – Luhut Binsar Pandjaitan, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di era pemerintahan Jokowi yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, kembali mencuatkan wacana kontroversial terkait subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Usulan yang dia sampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto ini mengundang berbagai reaksi di tengah masyarakat, mengingat potensi dampaknya yang signifikan.
Dengan tegas, Luhut mengusulkan agar Presiden Prabowo mempertimbangkan pencabutan subsidi BBM. Langkah ini, menurutnya, perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerataan ekonomi dan mengurangi beban anggaran negara yang selama ini tersedot untuk subsidi BBM. "Saya berpikir, saya sampaikan kepada Presiden tentang penghapusan BBM subsidi ini. Yang mungkin dalam waktu dua tahun atau 2027 kita bisa mencapai (BBM) satu harga," ucapnya, menegaskan komitmen terhadap usulan tersebut.
Subsidi BBM Tidak Tepat Sasaran
Alasan di balik usulan ini, menurut Luhut, adalah penyaluran subsidi BBM yang dinilai tidak tepat sasaran. Banyak pihak yang secara finansial mampu masih mendapatkan keuntungan dari subsidi ini, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan malah sering kali terlewat. Ini, menurut Luhut, menimbulkan ketimpangan dalam distribusi manfaat subsidi. "Penyaluran subsidi bahan bakar nantinya bakal diberikan langsung kepada para penerima. Tak ada lagi subsidi untuk bahan bakar yang selama ini melekat saat masyarakat membeli pertalite dan biosolar," jelasnya.
Teknologi AI sebagai Solusi
Untuk mengatasi masalah ketidaktepatan sasaran ini, Luhut mengusulkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang diimplementasikan oleh Pertamina. Dengan AI, pendataan penerima subsidi dapat dilakukan lebih akurat, meminimalisir kebocoran, dan memastikan subsidi hanya dinikmati oleh mereka yang memenuhi syarat. "AI itu sangat indah. Jadi, Pertamina nanti bisa mengidentifikasi apakah mobil ini, (pelat) nomor ini, memenuhi syarat untuk menerima BBM jenis ini. (Kendaraan) ini memenuhi syarat, yang ini tidak, semacam itu. Menurut saya, itu akan berhasil," tambah Luhut.
Potensi penerapan teknologi AI di sektor ini tentunya tidak hanya akan mengoptimalkan distribusi subsidi, namun juga berkontribusi terhadap transparansi dan efisiensi sistem.
Dampak dan Tanggapan Publik
Meski demikian, beberapa kalangan merasa khawatir akan dampak penghapusan subsidi ini terhadap harga BBM di pasaran yang berpotensi meningkat, dan menambah beban ekonomi masyarakat kelas bawah. Persepsi ketidakpastian pun muncul mengingat pemerintah belum memberikan rincian lengkap mengenai skema subsidi BBM baru atau apakah bantuan langsung tunai (BLT) akan sepenuhnya menggantikan subsidi ini di masa depan.
“Harus diakui bahwa kebijakan pencabutan subsidi ini merupakan langkah besar yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Negara harus siap dengan strategi lain untuk melindungi masyarakat kecil dari dampak kenaikan harga BBM,” ujar seorang pengamat ekonomi yang enggan disebutkan namanya.
Menanti Langkah Selanjutnya
Dengan berbagai pro dan kontra, usulan Luhut tetap menjadi topik hangat yang menuntut perhatian penuh dari pemerintah dan masyarakat. Keputusan akhir mengenai apakah subsidi BBM akan dicabut membutuhkan kajian mendalam dan strategi mitigasi yang solid untuk mengantisipasi dampak ekonominya.
Berbagai pihak kini menantikan langkah konkret dari pemerintah untuk menjelaskan dan mengkomunikasikan kebijakan ini dengan lebih jelas, sehingga masyarakat dapat mempersiapkan diri terhadap kemungkinan perubahan harga BBM di masa depan. Kebijakan ini diyakini dapat membawa perubahan besar bagi perekonomian nasional jika dilaksanakan dengan perencanaan dan komunikasi yang tepat.
Dengan semua mata tertuju pada pemerintah, respons terhadap usulan ini akan menjadi salah satu penentu penting dalam perjalanan ekonomi Indonesia ke depan. Apakah pencabutan subsidi ini akan menjadi solusi jangka panjang bagi pemerataan ekonomi dan efisiensi anggaran negara, atau justru memunculkan tantangan baru, perlu pengamatan dan diskusi mendalam dari berbagai pihak terkait.