Petani

Harga Gabah Patokan Rp6.500/Kg: Angin Segar bagi Petani, Tantangan Baru bagi Bulog

Harga Gabah Patokan Rp6.500/Kg: Angin Segar bagi Petani, Tantangan Baru bagi Bulog
Harga Gabah Patokan Rp6.500/Kg: Angin Segar bagi Petani, Tantangan Baru bagi Bulog

JAKARTA – Untuk pertama kalinya dalam sejarah tata niaga beras nasional, pemerintah menetapkan harga pembelian gabah sebesar Rp6.500 per kilogram, berlaku untuk segala kondisi dan tanpa syarat. Kebijakan ini disambut gembira oleh petani di seluruh Indonesia yang telah lama dihadapkan pada ketidakpastian harga.

Keputusan ini tidak hanya menjadi kabar baik bagi petani, tetapi juga menandakan sebuah revolusi dalam sistem distribusi beras di Indonesia. Selama bertahun-tahun, petani seringkali merugi akibat permainan harga oleh tengkulak, terutama saat panen raya ketika harga berada di titik terendah. Namun, dengan harga patokan yang kini ditetapkan, petani memiliki jaminan bahwa usaha mereka akan mendapatkan imbalan yang adil.

"Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan!" ungkap seorang petani dari Pati, sambil tersenyum lebar, ketika diwawancarai. Antusiasme serupa terdengar dari berbagai daerah di Nusantara, menandakan betapa penting dan positifnya kebijakan ini dirasakan oleh para petani.

Sistem baru ini mengharuskan Bulog untuk membeli gabah dari petani dengan harga patokan dalam kondisi apapun, baik itu basah, kering, atau berdebu. Hal ini telah diresmikan melalui revisi Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025, yang sebelumnya menetapkan persyaratan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

Namun, kebijakan ini tidak luput dari tantangan, terutama bagi Bulog yang sekarang harus menyerap gabah dengan berbagai kualitas. "Jika stok beras Bulog nantinya didominasi oleh beras berkualitas rendah, apakah stabilitas harga beras di pasar bisa terjamin?" ujar Guru Besar IPB University, Dwi Andreas Santoso, memberikan peringatan terkait potensi masalah logistik yang mungkin muncul.

Langkah pemerintah ini tidak hanya memotong ruang gerak tengkulak yang sebelumnya bisa membeli gabah dengan harga murah, tetapi juga menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi hak petani. Presiden Prabowo, dalam upayanya memastikan kebijakan berjalan lancar, bahkan melibatkan TNI untuk mengawasi praktik perdagangan yang tidak adil.

"Di masa lalu, harga sering dimainkan oleh mafia gabah," kata seorang petani lainnya, ekspresi lega terpancar dari wajahnya. Kebijakan tegas pemerintah ini memberi sinyal bahwa permainan tersebut tidak akan lagi berlangsung.

Meski banyak pihak yang mengacungkan jempol atas inisiatif ini, beberapa ahli menilai pentingnya mengatasi biaya produksi yang tinggi. Meskipun harga gabah meningkat, jika ongkos tanam tetap tinggi, kesejahteraan petani secara signifikan kurang dapat tercapai. Oleh karena itu, reformasi dalam tata kelola pupuk juga diperlukan.

Inovasi menuju penggunaan pupuk organik dianggap sebagai solusi jangka panjang untuk menurunkan biaya produksi serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Beberapa negara, seperti Sikkim di India, telah membuktikan keberhasilan ini. Menurut laporan, petani di Sikkim mampu meningkatkan kesuburan tanah sekaligus mereduksi ketergantungan pada impor pupuk dengan beralih ke metode pertanian organik.

Sebaliknya, pengalaman Sri Lanka menunjukkan risiko jika kebijakan ini tidak diimplementasikan dengan hati-hati. Larangan total terhadap pupuk kimia di tahun 2021 tanpa persiapan matang berujung pada penurunan drastis produksi padi dan krisis pangan.

Indonesia dapat belajar dari ini dan negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, di mana kombinasi antara pertanian organik dan teknologi modern telah menjaga stabilitas produksi sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan holistik dapat memberikan manfaat besar tidak hanya bagi petani dan lingkungan, tetapi juga bagi kedaulatan pangan nasional.

Kebijakan harga gabah yang baru ini jelas memberi angin segar bagi petani dan berpotensi memperkuat posisi mereka di pasar. Namun, untuk memastikan bahwa reformasi ini sungguh-sungguh berhasil, pemerintah perlu mempercepat transisi ke praktik pertanian berkelanjutan. Jika diterapkan dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa melangkah menuju swasembada pangan yang sebenarnya memberi manfaat untuk generasi mendatang dan menciptakan ekosistem pertanian yang lebih sehat dan produktif.

Mari berharap kebijakan ini tidak berhenti sebagai janji atau retorika politik belaka, namun menjadi langkah konkret menuju kedaulatan pangan yang tangguh dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index