JAKARTA - Dalam upaya meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan para wajib pajak di tanah air, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan baru-baru ini mengumumkan sebuah kebijakan yang menggembirakan. DJP secara resmi menghapus sanksi administratif akibat keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang terjadi selama masa transisi penerapan sistem baru mereka, Coretax. Penghapusan sanksi ini menjadi langkah adaptif pemerintah dalam mendukung penerapan sistem perpajakan terbaru yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-67/PJ/2025 yang ditetapkan pada Kamis, 27 Februari 2025. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap kemungkinan kendala yang dialami oleh wajib pajak dalam masa adaptasi terhadap sistem Coretax. Sistem ini menghadirkan inovasi metode pembayaran pajak dan pelaporan SPT yang awalnya mungkin memicu kebingungan atau keterlambatan.
“Dalam menggunakan sistem baru sebagaimana dimaksud, dimungkinkan wajib pajak mengalami keterlambatan dalam pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang terutang dan penyampaian SPT,” demikian bunyi salah satu pertimbangan dalam keputusan tersebut.
Rincian Penghapusan Sanksi Keterlambatan Pembayaran dan Penyetoran Pajak:
1. Pajak Penghasilan (PPh): Termasuk Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 26 untuk Masa Pajak Januari 2025. Penghapusan berlaku bagi pajak yang dibayar lewat dari tanggal jatuh tempo hingga 28 Februari 2025.
2. PPh atas Tanah dan Bangunan: Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025, dan Masa Pajak Februari 2025 yang disetor lewat tempo hingga 28 Februari 2025.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Untuk Masa Pajak Januari 2025, dengan batas akhir penyetoran hingga 10 Maret 2025.
4. Bea Meterai: Untuk Pemungut Bea Meterai periode Desember 2024, dengan batas akhir setoran hingga 31 Januari 2025, dan Masa Pajak Januari 2025 dengan batas waktu hingga Jumat, 28 Februari 2025.
Rincian Penghapusan Sanksi Keterlambatan Pelaporan SPT:
1. SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, serta Unifikasi: Untuk pelaporan Masa Pajak Januari hingga Maret 2025, dengan batas akhir antara 28 Februari hingga 30 April 2025.
2. Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Masa pelaporan untuk Desember 2024 hingga Maret 2025, dengan berbagai batas waktu yang ditentukan.
3. PPh atas Usaha dan Peredaran Bruto Tertentu serta PPh Pasal 25: Untuk Masa Pajak Januari hingga Maret 2025, pelaporan diperpanjang hingga 30 April 2025.
4. SPT Masa PPN: Untuk pelaporan dari Januari hingga Maret 2025, dengan batas akhir hingga 10 Mei 2025.
5. SPT Masa Bea Meterai: Masa pelaporan untuk Desember 2024 hingga Maret 2025, dengan berbagai batas waktu yang ditetapkan.
Penghapusan sanksi administratif ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka sanksi administratif tersebut akan dihapuskan secara jabatan.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya DJP dalam mengapresiasi para wajib pajak yang berkomitmen untuk tetap menjalankan kewajiban perpajakan mereka meski menghadapi kendala teknis dan adaptasi terhadap sistem baru. Diharapkan kebijakan ini dapat memberikan kenyamanan dan mendorong peningkatan kepatuhan pajak oleh para wajib pajak di seluruh Indonesia.
Dengan langkah strategis ini, DJP menunjukkan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika dan tantangan baru dalam sistem perpajakan, guna memastikan sistem yang lebih efisien dan ramah terhadap semua pihak yang terlibat.