JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) kembali menggencarkan upaya eliminasi tuberkulosis (TBC) di tanah air, dengan meluncurkan kampanye nasional bertajuk Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis dengan Komitmen dan Aksi Nyata (GIATKAN). Upaya ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit tersebut serta mendorong aksi nyata dalam mengatasi penyebarannya.
Di tengah ancaman TBC yang tetap tinggi, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menekankan keseriusan pemerintah dalam penanganan penyakit ini. "Percepatan penanganan kasus TBC sangat penting agar kita bisa menurunkan angka kematian dan mencegah penyebaran lebih luas," ujarnya.
Rentannya Indonesia Terhadap TBC
Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban tertinggi terkait penyakit TBC. Data menunjukkan bahwa TBC menyebabkan 136 ribu kematian per tahun di Indonesia, atau sekitar dua orang meninggal setiap lima menit. Situasi ini mendasari pentingnya pelaksanaan program kampanye GIATKAN.
Kampanye ini bertepatan dengan Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) 2025 yang jatuh pada 24 Maret 2025 mendatang. Dengan GIATKAN, diharapkan partisipasi masyarakat dalam memerangi penyakit menular ini dapat semakin meningkat.
Target dan Strategi Eliminasi
Untuk mengurangi beban TBC di Indonesia, Kemenkes telah menetapkan target ambisius, yakni memastikan minimal 90 persen pasien yang terdiagnosis dapat memulai dan menyelesaikan pengobatan. "Target kami adalah memastikan bahwa minimal 90 persen pasien yang terdiagnosis dapat memulai dan menyelesaikan pengobatan," jelas Menkes.
Guna mencapai target eliminasi TBC pada 2030, Kemenkes telah merancang strategi komprehensif termasuk program Temukan TB, Obati Sampai Sembuh (TOSS TB). Program ini mengedepankan peningkatan penemuan kasus aktif, pengobatan tepat sasaran, serta pendampingan pasien hingga terapi tuntas.
Inovasi Deteksi Dini dan Terapi Pencegahan
Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, menekankan pentingnya deteksi dini dan terapi pencegahan sebagai bagian dari kampanye GIATKAN. Salah satu metode yang diimplementasikan adalah Terapi Pencegahan TB (TPT), yang ditargetkan bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan orang dengan sistem imun lemah.
"Deteksi dini sangat krusial agar pasien bisa segera mendapat pengobatan yang tepat. Selain itu, kita ingin memastikan pasien tidak mengalami resistensi obat, yang bisa membuat pengobatan lebih sulit dan memperpanjang masa penyembuhan," jelas Yudhi.
Meningkatkan Akses Layanan Kesehatan
Kemenkes juga berupaya untuk meningkatkan akses layanan kesehatan bagi pasien TBC. Melalui kerja sama dengan berbagai fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia, proses diagnosis diupayakan agar lebih cepat, cakupan layanan terapi diperluas, dan distribusi obat-obatan lebih lancar.
Yudhi menekankan, eliminasi TBC bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan tenaga kesehatan, tetapi membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat. "Dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat membantu pasien menjalani pengobatan dengan lebih disiplin," tambahnya.
Melawan Stigma Sosial
Salah satu tantangan besar dalam penanganan TBC adalah stigma sosial yang melekat pada penderita. Banyak pasien merasa malu atau takut dikucilkan, sehingga enggan mencari pengobatan. Padahal, tanpa penanganan yang baik, penyakit ini bisa menyebar lebih luas dan menjadi lebih sulit dikendalikan.
Yudhi mengingatkan, semua pihak perlu bekerja sama untuk menghilangkan stigma negatif terhadap pasien TBC. "Yang penting adalah memastikan pasien mendapatkan perawatan yang sesuai, serta memberikan mereka dukungan moral agar bisa sembuh," tegas Yudhi.
Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, eliminasi TBC di Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Namun, usaha ini perlu keterlibatan dan kesadaran kolektif untuk mencapai target yang telah ditetapkan.