JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok revisi aturan mengenai tarif royalti untuk sektor pertambangan mineral dan batu bara. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sumber daya alam serta memastikan kontribusi yang lebih adil bagi negara.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, menegaskan bahwa pemerintah sedang meninjau ulang peraturan terkait guna mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor pertambangan. “Pertimbangannya agar negara mendapatkan hak yang lebih fair dalam pengelolaan sumber daya alam,” ujar Julian kepada CNBC Indonesia, Jumat 21 Maret 2025.
Alasan di Balik Kenaikan Royalti
Langkah revisi ini didasarkan pada beberapa faktor utama, salah satunya adalah harga komoditas yang mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Harga emas dan nikel yang terus meningkat dinilai memberikan potensi besar bagi negara untuk memperoleh tambahan pemasukan. Jika royalti tetap pada tarif lama, maka potensi keuntungan yang seharusnya masuk ke kas negara justru dinikmati oleh perusahaan tambang secara berlebihan.
Selain itu, kebijakan ini juga merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sektor pertambangan. Dengan penerimaan yang lebih besar, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik.
“Dengan adanya kenaikan royalti, kita bisa meningkatkan pemasukan negara untuk mendukung berbagai proyek pembangunan strategis, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat,” tambah Julian.
Revisi Regulasi yang Sedang Dikaji
Pemerintah saat ini tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis PNBP di Kementerian ESDM. Selain itu, aturan lain yang turut ditinjau adalah PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Menurut Julian, penyesuaian tarif royalti ini tidak akan diterapkan secara seragam, melainkan berdasarkan mekanisme harga komoditas di pasar global. “Kalau harga emas dan nikel naik, maka royalti akan disesuaikan agar negara mendapat manfaat maksimal. Namun, jika harga turun, tentu kebijakan ini akan fleksibel dan tidak membebani pelaku usaha,” jelasnya.
Dampak Kenaikan Royalti terhadap Industri Tambang
Kenaikan tarif royalti emas dan nikel tentu menimbulkan reaksi dari pelaku industri pertambangan. Sebagian besar perusahaan tambang menilai bahwa kebijakan ini perlu dikaji dengan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap investasi di sektor ini.
Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) menyatakan bahwa meskipun mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara, mereka berharap kebijakan ini tetap mempertimbangkan daya saing industri tambang nasional. “Kami memahami tujuan pemerintah, namun kami berharap ada skema yang adil agar industri tetap kompetitif di tingkat global,” ujar seorang perwakilan API.
Sementara itu, beberapa ekonom menilai bahwa kebijakan kenaikan royalti merupakan langkah yang tepat, mengingat selama ini tarif royalti yang diterapkan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain yang memiliki sektor pertambangan kuat. Dengan kenaikan royalti, Indonesia diharapkan dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kekayaan alamnya.
Proyeksi Dampak terhadap Perekonomian Nasional
Dalam jangka panjang, penerapan tarif royalti yang lebih tinggi diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Dana tambahan yang diperoleh dari royalti ini dapat digunakan untuk berbagai proyek pembangunan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kenaikan royalti juga dapat mendorong perusahaan tambang untuk lebih efisien dalam pengelolaan sumber daya dan investasi pada teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu memastikan bahwa kenaikan tarif ini tidak menjadi hambatan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di sektor pertambangan Indonesia. Untuk itu, pemerintah akan terus melakukan dialog dengan para pemangku kepentingan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan seimbang dan tetap mendukung pertumbuhan industri tambang.
“Kami akan terus berkomunikasi dengan pelaku usaha dan berbagai pihak terkait agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik tanpa merugikan salah satu pihak,” pungkas Julian.
Dengan revisi kebijakan yang sedang dikaji ini, pemerintah optimistis dapat meningkatkan penerimaan negara sekaligus memastikan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih adil dan berkelanjutan.