Minyak

Indonesia Kembangkan Bioavtur dari Minyak Jelantah untuk Energi Ramah Lingkungan

Indonesia Kembangkan Bioavtur dari Minyak Jelantah untuk Energi Ramah Lingkungan
Indonesia Kembangkan Bioavtur dari Minyak Jelantah untuk Energi Ramah Lingkungan

JAKARTA – Indonesia semakin gencar mengembangkan energi ramah lingkungan dengan mengolah minyak jelantah sebagai bahan baku bioavtur. PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) saat ini tengah menguji produksi bioavtur berbasis used cooking oil (UCO) di Kilang Cilacap. Jika uji coba ini berhasil, produksi bioavtur akan diperluas ke kilang lainnya di Indonesia.

Langkah Strategis Menuju Ketahanan Energi

Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menjelaskan bahwa pengembangan bioavtur ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus meningkatkan nilai ekonomi minyak jelantah yang selama ini banyak diekspor ke luar negeri.

“Kalau uji coba di Cilacap sukses pada Maret atau April ini, kita akan lanjutkan produksi secara penuh. Paling tidak, kita bisa memasok bioavtur untuk penerbangan internasional yang sudah menerapkan standar energi hijau,” ujar Taufik dalam wawancara di Jakarta.

Saat ini, beberapa negara seperti Singapura dan Malaysia telah mewajibkan maskapai penerbangan menggunakan minimal 1 persen bioavtur. Dengan memproduksi bahan bakar ini di dalam negeri, Indonesia berpeluang menjadi pusat suplai bioavtur di kawasan Asia Tenggara.

Produksi Bioavtur dari Kilang Cilacap

Kilang Cilacap menjadi proyek percontohan dengan kapasitas produksi bioavtur yang diproyeksikan mencapai 9.000 barrel per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 3 persen bahan bakunya berasal dari minyak jelantah atau setara dengan 270 barrel per hari.

Namun, tantangan utama dalam produksi ini adalah ketersediaan bahan baku. Minyak jelantah di Indonesia justru lebih banyak diekspor ke Singapura karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri.

Untuk mengatasi permasalahan ini, KPI mendorong penerapan Domestic Market Obligation (DMO) agar minyak jelantah tetap tersedia bagi kebutuhan dalam negeri. “Kita harus mengubah pola ini, supaya minyak jelantah tidak semuanya diekspor. Kalau bahan bakunya ada di dalam negeri, kita bisa mempercepat produksi bioavtur dan biofuel lainnya,” ujar Taufik.

Selain minyak jelantah, bioavtur juga bisa dihasilkan dari Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah sawit seperti cangkang sawit. Namun, bahan baku ini juga banyak dimanfaatkan untuk biomassa ekspor, sehingga diperlukan kebijakan yang seimbang antara kebutuhan domestik dan pasar internasional.

Perluasan Produksi ke Kilang Plaju dan Dumai

Tak hanya di Cilacap, KPI juga berencana memperluas produksi bioavtur ke Kilang Plaju dan Dumai yang memiliki akses lebih dekat ke sumber bahan baku. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan skala produksi serta menurunkan biaya pengolahan.

“Investasi untuk pengembangan bio refinery baru diperkirakan sekitar 600 hingga 800 juta dollar AS. Kita akan menggandeng kolektor minyak jelantah sebagai equity partner serta mitra dagang yang memiliki akses pasar internasional,” jelas Taufik.

Pembangunan ekosistem bioavtur ini dinilai sangat penting agar rantai pasok mulai dari pengumpulan minyak jelantah hingga produksi dan distribusi dapat berjalan secara efisien dan berkelanjutan.

Masa Depan Bioavtur di Indonesia

Seiring meningkatnya kebutuhan energi hijau di industri penerbangan global, pengembangan bioavtur di Indonesia diyakini akan memberikan keunggulan strategis dalam transisi energi. Diversifikasi produk kilang melalui biofuel juga akan membantu mengurangi impor bahan bakar fosil serta meningkatkan ketahanan energi nasional.

“Kita harus bersiap menghadapi tren global. Dengan produksi bioavtur berbasis minyak jelantah dan limbah sawit, Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri bahan bakar hijau di kawasan,” tutup Taufik.

Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dalam sektor energi berkelanjutan. Keberhasilan proyek ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission pada tahun 2060

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index