Energi

Pertumbuhan Pesat Teknologi Energi Bersih Meski Hadapi Tantangan Tarif Global

Pertumbuhan Pesat Teknologi Energi Bersih Meski Hadapi Tantangan Tarif Global
Pertumbuhan Pesat Teknologi Energi Bersih Meski Hadapi Tantangan Tarif Global

JAKARTA - Pada awal April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif tinggi terhadap sejumlah produk teknologi, termasuk yang mendukung transisi energi bersih. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya proteksi terhadap industri domestik AS, meskipun ia kemudian memutuskan untuk menunda pengenaan tarif balasan kepada mitra dagang selama 90 hari dan mengecualikan beberapa produk asal China. Meskipun demikian, produk-produk teknologi hijau, seperti modul surya dan kendaraan listrik (electric vehicles/EV), tetap menjadi target utama tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat, serta negara-negara maju lainnya.

Menurut data dari BloombergNEF, meskipun kebijakan protektif seperti tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan negara-negara G20 dapat memberikan perlindungan terhadap industri lokal, kebijakan tersebut bisa berdampak pada lambatnya adopsi teknologi bersih dan dapat menghambat upaya global dalam mencapai dekarbonisasi. "Meski langkah ini dapat memberikan perlindungan bagi industri manufaktur lokal yang baru tumbuh, namun langkah ini dapat memperlambat adopsi teknologi bersih dan menghambat upaya dekarbonisasi," ungkap Stephanie Muro dan Antoine Vagneur-Jones, penulis laporan BloombergNEF.

Peningkatan Tarif di Negara Berkembang dan Impak Terhadap Pasar

Menariknya, tarif tinggi terhadap teknologi bersih tidak hanya diterapkan oleh negara-negara maju. Negara-negara berkembang seperti Brasil, Turki, dan India juga turut menaikkan tarif impor terhadap produk-produk energi bersih. Meskipun tren protektif ini sedang berkembang, perdagangan global untuk produk-produk energi bersih seperti kendaraan listrik, panel surya, dan peralatan jaringan listrik masih menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Nilai ekspor teknologi bersih, termasuk produk-produk energi terbarukan, peralatan jaringan listrik (grid), dan mineral penting, tercatat meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak 2017. Nilainya bahkan menembus angka US$448,5 miliar pada periode Januari–November 2024.

Pertumbuhan signifikan ini, sebagaimana diungkap oleh BloombergNEF, mencerminkan ketahanan pasar global serta meningkatnya permintaan terhadap teknologi bersih. Pada 2023, total ekspor teknologi bersih global mencapai US$434,4 miliar, dengan produk teknologi bersih mendominasi ekspor sebanyak US$286,2 miliar. Sementara itu, peralatan jaringan listrik menyusul dengan nilai ekspor sebesar US$109,6 miliar.

Pergeseran Pasar dan Akses untuk Negara Berpendapatan Rendah

Salah satu perubahan penting yang terlihat dalam pasar teknologi bersih adalah pergeseran pasar ekspor, yang sebelumnya didominasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Akses pasar bagi pengembang dan konsumen di negara-negara dengan pendapatan lebih rendah semakin terbuka seiring dengan penurunan harga baterai, kendaraan listrik, dan panel surya. Penurunan harga ini disebabkan oleh kemajuan teknologi serta kapasitas produksi yang semakin meningkat di negara-negara penghasil utama, seperti China.

Salah satu perubahan signifikan dalam struktur pasar terjadi pada ekspor baterai lithium-ion asal China. Pada tahun 2022, negara-negara berpendapatan tinggi merupakan tujuan utama ekspor baterai China, dengan pangsa mencapai 65,3%. Namun, dua tahun setelahnya, proporsi ekspor baterai China ke negara-negara berpendapatan tinggi menurun menjadi 38,4%, sementara pangsa ekspor ke negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income) naik tajam menjadi 25,4%, dan negara berpendapatan menengah (middle-income) melonjak dari 20,3% pada 2022 menjadi 36,1% pada 2024. Tren serupa juga terlihat pada ekspor kendaraan listrik, panel surya, dan plug-in hybrids asal China.

Dampak Tarif dan Keunggulan Kompetitif China

Meskipun produk-produk teknologi bersih asal China dikenai tarif tinggi oleh sejumlah negara, produk-produk tersebut tetap mampu bersaing di pasar internasional berkat biaya produksi yang lebih rendah. "Meskipun dikenakan tarif, produk teknologi bersih asal China tetap mampu bersaing secara harga," ujar laporan BloombergNEF. Dengan biaya produksi yang lebih murah, China tetap menjadi pemain dominan dalam pasar teknologi bersih global, bahkan di tengah adanya kebijakan tarif yang diterapkan oleh negara-negara Barat.

Di sisi lain, negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, semakin gencar membangun manufaktur domestik untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, ambisi ini terkendala oleh kapasitas produksi yang belum memadai untuk memenuhi permintaan pasar yang terus berkembang.

Siapa yang Diuntungkan dalam Perang Tarif?

Meskipun kebijakan tarif yang tinggi dapat melindungi industri domestik di negara-negara maju, kebijakan ini tampaknya justru menguntungkan negara-negara yang memiliki biaya produksi lebih rendah, seperti China. Keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh produsen teknologi bersih asal China semakin memperjelas siapa yang akan diuntungkan dalam perang tarif global yang dipicu oleh kebijakan proteksi dari Amerika Serikat.

Sebagai hasilnya, negara-negara berkembang yang menerima produk-produk teknologi bersih dengan harga yang lebih terjangkau bisa memanfaatkan pergeseran ini untuk mendorong transisi energi bersih mereka, meskipun tarif tinggi diterapkan di pasar utama seperti Eropa dan Amerika Utara. Seiring dengan terus meningkatnya permintaan global, pasar teknologi bersih diprediksi akan terus berkembang meski dihadapkan dengan tantangan tarif yang semakin meningkat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index