Perumahan

Pemerintah Perkuat Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Ketahanan Pangan dan Pembangunan Perumahan Berkelanjutan

Pemerintah Perkuat Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Ketahanan Pangan dan Pembangunan Perumahan Berkelanjutan
Pemerintah Perkuat Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Ketahanan Pangan dan Pembangunan Perumahan Berkelanjutan

JAKARTA — Penyusutan lahan sawah yang semakin pesat menjadi perhatian serius pemerintah, yang berupaya mengendalikan alih fungsi lahan demi ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan perumahan telah menimbulkan kekhawatiran, apalagi dengan terbatasnya jumlah lahan pertanian yang tersedia di tanah air.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa luas panen padi pada tahun 2024 diperkirakan hanya mencapai 10,04 juta hektare, sebuah penurunan signifikan dibandingkan tahun 2023 yang tercatat mencapai 10,2 juta hektare. Menurut Menteri Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan, penyusutan lahan sawah yang mencapai 79.607 hektare dalam lima tahun terakhir merupakan ancaman besar bagi ketahanan pangan Indonesia.

"Penyusutan lahan sawah yang mencapai puluhan ribu hektare dalam beberapa tahun terakhir adalah ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional," kata Zulkifli dalam sebuah wawancara yang dilansir pada Rabu, 30 April 2025.

Dalam rangka mengatasi masalah ini, pemerintah tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif dan tepat sasaran, serta untuk mendukung pencapaian swasembada pangan pada tahun 2027.

Kebijakan Baru Pengendalian Alih Fungsi Lahan

Salah satu langkah utama dalam revisi Perpres tersebut adalah penetapan kawasan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di 8 provinsi yang akan mendapatkan pengawasan ketat. Pemerintah juga akan mengembangkan kebijakan terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk menjaga keberlanjutan produksi pangan.

"Mekanisme ini akan mempermudah koordinasi antara pusat dan daerah, serta memonitoring efektivitas kebijakan ini, terutama di wilayah yang sangat rentan terhadap konversi lahan," ujar Zulkifli.

Lebih lanjut, pemerintah akan memberikan insentif kepada petani dan pemilik lahan yang berkomitmen untuk mempertahankan lahan mereka sebagai lahan pertanian, guna memperlambat laju alih fungsi lahan yang berisiko terhadap ketersediaan pangan nasional. Tidak hanya itu, pemerintah daerah juga akan mendapatkan insentif melalui dana alokasi khusus (DAK) berdasarkan pencapaian target produksi pangan dan perlindungan lahan sawah.

Ancaman Perubahan Fungsi Lahan untuk Perumahan

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, sekitar 100.000 hingga 150.000 hektare lahan sawah setiap tahun beralih fungsi menjadi lahan perumahan. “Kami telah memetakan 73.432 hektare lahan terlantar yang bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan perumahan,” ungkapnya. Namun, ia juga menekankan bahwa pemerintah menentang keras penggunaan lahan sawah yang produktif untuk pembangunan perumahan.

Pemerintah telah menyiapkan peta data Lahan Baku Sawah (LBS), yang mencakup sekitar 8,5 juta hektare lahan yang sudah terpetakan. Namun, hasil verifikasi menunjukkan bahwa 7% dari lahan sawah yang terdata telah beralih fungsi menjadi kawasan pembangunan, jalan, dan bangunan lainnya.

“Lahan sawah tidak boleh digunakan untuk perumahan, terutama yang sudah termasuk dalam kategori LSD. Pengembang yang terlanjur membeli lahan sawah harus menggantinya dengan lahan yang memiliki produktivitas serupa,” tegas Nusron.

Selain itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, juga menegaskan bahwa peralihan fungsi lahan sawah menjadi lahan perumahan bertentangan dengan tujuan pemerintah yang ingin menjaga ketahanan pangan. "Kita memang mau membangun rumah untuk rakyat, tapi kita juga mau ketahanan pangan dan swasembada pangan. Jadi, persawahan tidak boleh dialihfungsikan menjadi perumahan," katanya.

Kebutuhan Perumahan yang Terus Meningkat

Kebutuhan akan lahan untuk pembangunan perumahan memang terus meningkat, terutama di kota-kota besar yang lahan pertaniannya semakin terbatas. Namun, para pengembang properti menghadapi tantangan besar terkait kebijakan pengendalian alih fungsi lahan ini. Banyak pengembang yang mengeluhkan terbatasnya lahan yang dapat digunakan untuk pembangunan rumah, khususnya di daerah seperti Jawa Barat, di mana sebagian besar lahan yang tersisa adalah lahan sawah yang tidak boleh dialihfungsikan.

"Di Bekasi, kami sudah membebaskan sebagian besar lahan sawah yang berada di zona kuning untuk perumahan. Namun, dengan adanya aturan ini, kami kesulitan untuk menemukan lahan yang bisa digunakan untuk pembangunan," ujar Hari Purnomo, Direktur PT Bangun Famili Sejahtera.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, mengatakan bahwa pengembang sepenuhnya mendukung kebijakan agar lahan sawah yang memiliki fungsi penting dalam ketahanan pangan tidak dialihfungsikan untuk pembangunan perumahan. Namun, ia mengingatkan pentingnya pemerintah memberikan kepastian mengenai lahan yang bisa digunakan untuk perumahan agar investasi pengembang tetap terjaga.

Sementara itu, Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, menyoroti kualitas tanah sawah yang sering kali kurang mendukung untuk pembangunan rumah. "Tanah sawah memang tidak bagus. Secara fisik, tanah sawah kurang solid, air tanahnya juga tidak optimal. Meskipun begitu, kami memahami alasan mengapa lahan bekas sawah tetap diminati karena harganya yang lebih terjangkau," jelasnya.

Pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan akan lahan perumahan dengan kebutuhan untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional. Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah menjadi langkah yang penting dalam upaya ini, namun juga memerlukan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta. Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian dalam pembangunan perumahan tanpa mengorbankan produksi pangan yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index