JAKARTA — Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre IV Tanjungkarang menggelar kegiatan sosialisasi anti pelecehan seksual di sejumlah titik pelayanan publik. Sosialisasi ini dilakukan secara langsung di Stasiun Tanjungkarang serta di dalam perjalanan KA Rajabasa dan KA Kualastabas.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen KAI dalam menciptakan lingkungan transportasi publik yang aman, nyaman, dan terbebas dari tindak kekerasan seksual. Sosialisasi dilakukan dengan pendekatan edukatif kepada para penumpang dan masyarakat pengguna jasa kereta api.
Dalam pelaksanaannya, petugas KAI menyampaikan materi terkait bentuk-bentuk pelecehan seksual, cara melaporkan kejadian, serta perlindungan yang diberikan kepada korban. Sosialisasi juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mencegah dan menanggapi kasus pelecehan di ruang publik, khususnya moda transportasi kereta api.
Komitmen Tegas Perlindungan Penumpang
Plt. Executive Vice President Divre IV Tanjungkarang, Mohamad Ramdany, menegaskan bahwa sosialisasi ini adalah bentuk nyata dari komitmen KAI dalam menciptakan transportasi publik yang aman bagi semua kalangan, termasuk perempuan dan anak-anak.
“KAI juga mengajak masyarakat untuk tidak ragu melapor jika melihat atau mengalami pelecehan di lingkungan transportasi publik. Melawan pelecehan seksual adalah tanggung jawab bersama. Korban harus dilindungi, pelaku harus dihukum,” tegas Ramdany.
Ia menambahkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memberikan perlindungan penuh kepada korban dan akan menindak tegas para pelaku pelecehan seksual. Prosedur penanganan laporan telah disiapkan secara profesional dan terstruktur agar korban merasa aman saat melapor.
Kanal Pelaporan Mudah Diakses
Sebagai bagian dari kampanye ini, KAI menyediakan berbagai kanal pelaporan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Penumpang yang mengalami atau menyaksikan tindakan pelecehan dapat melaporkannya secara langsung kepada petugas yang berada di stasiun atau di atas kereta.
Selain itu, KAI juga menyediakan saluran resmi melalui aplikasi, situs web, dan call center untuk menerima laporan dari masyarakat. Setiap laporan yang masuk akan ditangani secara cepat, rahasia, dan profesional sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan secara serius. Tidak ada toleransi terhadap kekerasan seksual dalam bentuk apapun di lingkungan kereta api,” ujar Ramdany.
Sanksi Tegas untuk Pelaku
KAI Divre IV Tanjungkarang juga memberlakukan sanksi tegas terhadap pelaku pelecehan seksual di lingkungan kereta api. Selain tindakan hukum yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pelaku akan dikenai sanksi administratif berupa larangan menggunakan layanan kereta api hingga satu tahun ke depan. Nama pelaku juga akan dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) internal perusahaan.
Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap penumpang lainnya dan memberikan efek jera kepada pelaku serta calon pelaku tindakan serupa.
Edukasi dan Pencegahan Berkelanjutan
Program sosialisasi ini bukanlah kegiatan satu kali, melainkan akan dilakukan secara berkelanjutan di berbagai stasiun dan layanan KA di wilayah kerja Divre IV Tanjungkarang. KAI berharap dengan adanya kampanye berkesinambungan ini, kesadaran masyarakat tentang pentingnya ruang publik yang aman akan semakin meningkat.
KAI juga menggandeng berbagai pihak, termasuk lembaga perlindungan perempuan dan anak, untuk memperluas jangkauan edukasi dan pengawasan di lapangan. Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan budaya anti kekerasan seksual yang kuat di lingkungan transportasi publik.
Momentum May Day untuk Keadilan Sosial
Momentum May Day tahun ini dimanfaatkan oleh KAI sebagai refleksi akan pentingnya keadilan sosial dan perlindungan hak-hak masyarakat pekerja, termasuk hak untuk merasa aman saat menggunakan transportasi umum. Pelecehan seksual adalah bentuk ketidakadilan yang harus dilawan bersama.
Dengan adanya program ini, KAI menunjukkan bahwa perlindungan terhadap penumpang adalah bagian dari pelayanan prima dan bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga kewajiban institusional.