JAKARTA - Investasi bodong atau penipuan investasi yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat, terus menjadi ancaman besar bagi masyarakat Indonesia. Banyak orang terjebak dalam tawaran investasi yang tidak jelas legalitasnya dan akhirnya merugi. Pengamat ekonomi kerakyatan, Hendra Kholid, mengungkapkan bahwa salah satu alasan utama banyak orang terjebak investasi bodong adalah kebutuhan ekonomi yang mendesak. Menurutnya, dorongan untuk memperoleh uang cepat sering kali mengabaikan pertimbangan logis dan hati-hati dalam memilih investasi.
“Banyak orang tergiur dengan iming-iming keuntungan besar dan cepat. Mereka sangat membutuhkan uang, dan saat ada tawaran investasi yang menggiurkan, mereka langsung memutuskan untuk masuk tanpa mempertimbangkan apakah tawaran keuntungan tersebut masuk akal atau tidak,” kata Hendra.
Faktor Kebutuhan Ekonomi yang Mendesak
Kholid menjelaskan bahwa kebutuhan mendesak akan uang, yang sering kali dialami oleh berbagai kalangan masyarakat, menjadi pemicu utama terjebaknya seseorang dalam investasi bodong. “Setinggi apapun pendidikan seseorang, jika sudah membutuhkan uang, mereka sering mengabaikan pertimbangan logis terkait tawaran investasi. Inilah yang menjadi celah bagi penipuan investasi untuk berkembang,” tambah Hendra.
Sebagai solusinya, Hendra menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dan lebih kritis terhadap tawaran investasi. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan menggencarkan edukasi mengenai prinsip dasar investasi yang aman. Salah satu inisiatif yang saat ini sedang dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah edukasi mengenai prinsip 2L: Legal dan Logis.
Pentingnya Memastikan Legalitas dan Logika Tawaran Investasi
Menurut Hendra, masyarakat harus memeriksa dua hal penting sebelum menerima tawaran investasi, yaitu legalitas dan logika. “Pertama, cek dulu legalitas perusahaan atau lembaga yang menawarkan investasi (L pertama). Kedua, pikirkan dengan logis, apakah tawaran keuntungan besar dan cepat tersebut masuk akal (L kedua). Jika kedua aspek ini tidak terpenuhi, maka bisa dipastikan bahwa investasi tersebut berisiko tinggi,” tegas Hendra.
Selain itu, ia juga mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap jenis-jenis investasi yang berpotensi merugikan, seperti investasi dengan skema Ponzi atau piramida. Dalam skema Ponzi, keuntungan yang diterima oleh investor awal sebenarnya berasal dari dana yang disetor oleh investor berikutnya, bukan dari hasil bisnis yang sah.
“Biasanya, hanya investor 1 hingga 5 orang yang benar-benar mendapat keuntungan yang dijanjikan, untuk meyakinkan orang lain. Tapi setelah itu, ketika jumlah investor sudah banyak, dana mereka akan dibawa kabur oleh pelaku penipuan,” ungkap Hendra.
Robot Trading dan Skema Ponzi: Modus Penipuan Terkini
Hendra juga mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terhadap tawaran investasi yang menggunakan robot trading atau teknologi kecerdasan buatan (AI). Kasus penipuan yang melibatkan robot trading belakangan ini marak terjadi, dengan banyak influencer di media sosial yang memanfaatkan popularitas mereka untuk menarik investasi masyarakat dalam bentuk skema Ponzi.
“Banyak kasus penipuan dengan modus robot trading AI yang saat ini marak di Indonesia. Para 'crazy rich' atau 'sultan' di media sosial sering kali menggunakan robot trading ini untuk mengajak masyarakat bergabung dalam investasi yang pada akhirnya masuk ke dalam skema Ponzi,” kata Hendra.
Selain itu, modus penipuan lain yang juga patut diwaspadai adalah investasi yang diselubungi dengan kegiatan sosial, seperti arisan yang ujungnya bodong. “Biasanya pelaku menyasar ibu-ibu yang kurang teredukasi mengenai investasi dan cenderung melupakan logika terkait potensi penipuan,” tambahnya.
OJK Ingatkan Waspada Terhadap Tawaran Investasi Tidak Jelas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Ketua Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Pasti), Hudiyanto, juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur oleh tawaran investasi yang belum jelas keabsahannya. “Masyarakat harus selalu memeriksa legalitas dan kelogisan tawaran investasi sebelum menanamkan uang. Kami mengimbau agar prinsip 2L selalu diterapkan,” ujar Hudiyanto.
Hudiyanto menambahkan bahwa maraknya penipuan daring yang menggunakan platform online semakin meresahkan. Salah satu kasus terbaru melibatkan penipuan investasi bodong lewat media sosial dengan kerugian lebih dari Rp18,3 miliar dari delapan korban. Para pelaku menjanjikan keuntungan hingga 150 persen melalui investasi saham dan kripto.
“Masyarakat harus berhati-hati dan tidak terjebak pada iming-iming keuntungan besar dalam waktu cepat. Hal ini hanya akan menambah kerugian, bukan keuntungan,” kata Hudiyanto.
Indonesia Anti-Scam Center: Layanan Cepat Laporkan Penipuan
Menghadapi maraknya kasus penipuan daring, OJK menyediakan layanan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang dapat diakses melalui situs iasc.ojk.go.id. Layanan ini bertujuan untuk membantu masyarakat melaporkan penipuan dengan cepat dan memblokir rekening pelaku sebelum dana korban hilang. Hudiyanto menjelaskan, semakin cepat laporan diterima, semakin besar peluang untuk menyelamatkan dana korban.
Hingga kuartal pertama 2025, IASC mencatat kerugian masyarakat akibat penipuan daring telah mencapai Rp1,7 triliun. Selama periode tersebut, lebih dari 80.000 laporan diterima, dengan lebih dari 82.000 rekening terindikasi terlibat dalam penipuan. Dari jumlah tersebut, sekitar 35.000 rekening berhasil diblokir dan Rp134,7 miliar dana korban berhasil diamankan.
Edukasi dan Waspada Terhadap Penipuan
Dengan semakin maraknya kasus penipuan investasi, masyarakat perlu lebih berhati-hati dan mendalam dalam mempertimbangkan tawaran investasi. Selain menerapkan prinsip 2L yang digalakkan OJK, edukasi lebih lanjut perlu diperkuat untuk memastikan masyarakat tidak terjebak dalam investasi bodong yang berisiko tinggi. Pemerintah dan OJK berkomitmen untuk terus mengawasi dan memberikan bantuan agar masyarakat dapat berinvestasi dengan aman dan terhindar dari kerugian.